Aninda melirik jam tangannya, resah. Sebentar lagi Gibran akan lomba renang. Lomba pidato yang diikuti Kirana baru saja selesai.
"Ayo, kita lihat Gibran," tukas Kirana pada Aninda yang masih menunggunya.
Animda hanya tersenyum, meresponnya.
"Aku tadi agak gugup, tapi semoga bisa menang ya," harap Kirana sambil mereka berjalan ke arah kolam renang dengan bergegas. Letak kolam renang, ngga jauh dari aula tempat berlangsungnya lomba pidato.
"Pidato bahasa Inggris kamu bagus, kok," puji Aninda tulus.
"Benarkah? Makasih ya," sahut Kirana senang.
Aninda menganggukkan kepalanya dengan senyum tipis di bibirnya.
Tapi Aninda dan Kirana terpaksa menghentikan langkah mereka karena melihat banyaknya siswi yang berjejalan di pintu masuk. Bahkan Aninda dan Kirana pun melihat banyak juga kating cewe ikut berjejalan di sana. Para kating itu ngga menggunakan seragam sekolah.
"Gila, rame banget," seru Kirana shock. Ngga nyangka sepadat ini.
Aninda kembali hanya tersenyum. Mereka pun terpaksa menunggu sampai tiba gilirannya untuk bisa melewati pintu masuk ke kolam renang.
Gila, serame ini, batin Aninda sambil menggelengkan kepalanya.
Dalam suasana rame seperti ini, Aninda merasa sangat kesepian. Dia teringat teman teman dekatnya waktu SMP. Kalo ada mereka pasti dia merasa senang karena sahabat sahabatnya pasti suka suasana ini.
"Banyak banget fansnya Gibrannya. Dia memang pantas jadi idola banyak cewe," kekeh Kirana dengan wajah memerah.
Ya, memang sangat pantas, batin Aninda setuju.
"Lihat, kakak tingkat juga sengaja datang," tukas Kirana sambil menggelengkan kepalanya.
"Padahal bentar lagi Gibran mulai nih." Kirana cemas sambil melihat jam, sementara antrian masih cukup padat.
Semoga waktunya cukup, batin Aninda semakin resah. Dia sudah berjanji pada Gibran akan melihatnya.
"Ayuh, Ninda. Maju," kata Kirana sambil mendorong tubuhnya mendekati pintu.
Animda pun dengan cepat menerobos jejelan yang mulai berkurang. Akhirnya setelah sikut sikutan, Aninda dan Kirana berhasil masuk juga ke dalam kolam renang.
Keduanya pun tertawa lega.
"Ninda," seru Vina kencang sambil melambaikan tangannya dari kejauhan. Mungkin sudah dari tadi, karena posisi Vina cukup dekat dengan Gibran.
Aninda balas melambai. Matanya pun mencari Gibran dan ketika bertemu, Gibran sedang menatapnya dengan senyum tampan di bibirnya.
Cowo itu sedang bersiap bersama perenang dari kelas lain untuk memulai pertandingan.
"Untung belum mulai ya," kata Kirana senang.
"Iya."
"Kamu sama Gibran kelihatannya cukup dekat," pancing Kirana dengan mata fokus menatap para perenang yang barusan terjun ke air.
"Oya?" senyum Aninda dengan mata tetap fokus ke depan, ke arah Gibran yang sepertinya tidak menemui lawan yang berarti.
"Kalian dulu satu SMP?" tanya Kirana kepo.
"Iya." Aninda menjawab singkat, karena fokusnya hanya pada sosok Gibran saat ini.
Cowo itu juga sepertinya berenang ngga dengan maksimal. Malahan santuy banget. Aninda menilai dalan hatinya.
Dalam waktu sangat singkat, Gibran berhasil memenangkan pertandingannya. Sesuai prediksinya..
"Horeee.... kelas kita menang lagi," sambut Kirana kegirangan ketika Gibran memastikan kemenangannya.
Aninda pun tersenyum lebar saking senangnya.
Dia ingin menghampiri Gibran, tapi jarak pendukung Gibran sangat rapat, susah untuk ditembus. Tadi aja untuk sampai di sini, Aninda dan Kirana mendapatkan cukup banyak omelan karena mereka memaksa maju.
Gibran tersenyum dan melambaikan tangan ke arahnya, membuat cewe cewe yang berdiri satu arah dengan Aninda bersorak senang dan histeris. Merasa diberi perhatian khusus dari Gibran.
Tanpa setau Aninda, Kirana memperhatikan teman barunya yang jarang bicara ini. Benar benar mengamati dirinya. Apalagi melihat lambaian dan senyum Gibran ke arah Aninda, yang di balas cewe itu hanya dengan senyunan.
Apa mereka saling menyukai? duga Kirana membatin
Gibran yang dingin menjadi sangat hangat dan murah senyum jika berbicara dengan Aninda yang irit omongan.
Keduanya terlihat bercahaya jika sedang ngobtol. Seperti couple.
"Kita susah mendekat ke Gibran." Kirana masih memperhatikan manik mata Aninda yang penuh binar, tertuju pada Gibran.
"Rame banget," komen Aninda ringan.
Tapi binar itu meredup melihat katingnya Kak Reva dengan malu malu mendekati Gibran bersama gengnya untuk menyerahkan handuknya.
Kembali terdengar sorakan rame dan heboh. Apalagi ketika Gibran menerimanya.
"Harusnya kamu yang memberikannya handuk," tukas Kirana cukup kesal dengan keagresifan katingnya.
Aninda ngga menjawab, ada yang luruh di hatinya. Tapi Aninda tetap berusaha menyembunyikan perasaan kecewanya.
"Cerdas cermat kamu kapan?" tanya Kirana sambil menoleh pada Aninda yang sedamg menatap jam tangannya.
"Bentar lagi. Aku mau pergi sekarang," ucap Aninda sambil membalikkan tubuhnya..Lebih mudah untuk meninggalkan kolam renang dari pada mendekati Gibran.
"Yuk," balas Kurana sambil menarik tangan Aninda agar mengikuti langkahnya keluar dari kolam renang yang rame.
"Ninda," sapa Zifa ketika berpapasan.
Aninda hanya tersenyum sambil menahan tangan Kirana membuat gadis itu berhenti melangkah dan menariknya pergi.
"Kamu mau lomba cerdas cernat?" tabya Zifa dengan suara cukup keras karena situasi mereka cukup hingar bingar.
"Iya."
"Sukses ya. Bentar lagi aku nonton kamu," ucap Zifa tulus.
"Makasih, aku duluan," balas Aninda sambil ganti menarik Kirana untuk pergi.
"Yaa." Zifa tersenyum melepas kepergian sepupunya.
"Kamu kenal?' Kirana menatap Aninda heran. Cewe ini sudah dua kali mengagetkannya. Pertama kedekatannya dengan Gibran. Kedua yang barusan. Sebagai anak gaul dan suka nongkrong di kafe, dia cukup mengenal Zifa dan tenan temannya.
Mereka adalah geng cewe cewe modis dengan full aksesoris branded. Sedangkan Mia terlihat biasa saja dan sangat sederhana. Jauh dari barang branded.
"Sepupu."
Haaah... Kirana sangat terkejut.
Kok bisaa? batinnya ngga percaya.
Dia kembali mengamati Aninda dari samping yang terus melangkahkan kakinya dengan ringan. Seolah kata yang diucapkannya biasa saja dan ngga menimbulkan efek kejut yang kuat buat yang dengar.
Kirana akhirnya mengakui, cewe yang terlihat biasa saja ini ternyata sangat istimewa.
*
*
*
"Aninda sudah pergi," tukas Revi begitu Gibran keluar dari ruang ganti.
"Mau lomba cerdas cermat, kan," lanjut Mario.
"Iya," jawab Gibran singkat. Dia akan menyusul ke aula, tempat lomba Aninda akan berlangsung.
"Kita lewat pintu samping," ucap Revi sambil melangkah cepat.
"Kating kita naksir Lo," kekeh Mario mengingat Reva yang dengan malu malu nemberikan Gibran handuk.
Gibra ngga menjawab. Ngga penting menurutnya.
"Harusnya dia naksir gue. Nama kita, kan, jodoh. Reva Revi," kekeh Revi.
Kali ini Gibran tersenyum tipis dengan hati setuju.
"Cantik banget loh. Lo ngga tertarik?" pancing Mario ingin tau.
Gibran ngga menjawab hanya mempercepat langkahnya. Dia ngga mau sampai terlambat mengikuti jalannya lomba cerdas cermat Aninda.
Bagi Gibran, Aninda terlihat cantik dan seksi dengan kepintarannya.
"Memang cantik banget," puji Revi sambil mengingat wajah Reva.
"Katanya Aninda masih sodaraan dengan Debi, temannya Reva," cetus Mario.
"Berita lama itu mah," hina Revi tapi langsung mendapat toyoran Mario membuat keduanya tergelak.
Tentu saja Gibran tau. Hanya dia merasa aneh dengan keduanya. Kalo Gibran sering melihat Debi cs di tempat nongkrong, tapi ngga pernah sekalipun bertemu Aninda. Keduanya memiliki kebiasaan yabg beda.
*
*
*
Gibran tersenyum puas melihat kelas mereka memimpin. Lomba cerdas cermat mendapat juara satu. Aninda lah yang banyak mrmberikan kontribusi dibanding dua teman yang mengapitnya.
Untung dia ngga telat.
Gibran tersenyum senang ketika Aninda membalas senyumnya.
Dia pun melangkah cepat menghampiri Aninda yang akan meninggalkan aula.
"Selamat," kata Gibran sambil mengulurkan tangannya.
"Makasih, selamat juga tadi kamu menang ya," balas Aninda canggung karena kini mereka menjadi pusat perhatian.
"Sekarang lagi lomba kaligrafi juga ya," ucap Gibran setelah Aninda melepaskan jabat tangannya.
"Iya."
"Semoga kelas kita menang lagi," harap Gibran dengan senyum lebarnya, memperlihakan gigi giginya yang bagus, layak buat iklan pasta gigi.
"Kita lihat, biar mereka tambah semangat," kata Gibran sambil menarik tangannya dan mengajak Aninda pergi.
Aninda merasa langkahnya begitu ringan, seperti terbang ke langit dengan sikap manis Gibran.
Untungnya lomba cerdas cermat tidak terlalu menarik perhatian fans Gibran.
Kirana tersenyum memperhatikan kepergian Gibran dan Aninda yang meninggalkan aula. Dia melirik pada dua ajudan Gibran yang mengikuti langkah Gibran dengan cool. Kirana pun menyusul, ingin lebih melihat kedekatan Aninda dan Gibran.
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 48 Episodes
Comments
Buna Seta
Jadi ingat ketika sekolah dulu
2022-07-14
1
Lenkzher Thea
Keren lanjut, 👍❤
2022-03-12
1
anggita
sip👍
2022-03-12
1