Awal Masuk SMA

"Ninda, ku antar kemana saja kamu mau," ucap Gibran manis sambil memasangkan helm.di kepala Aninda.

Animda ngga menjawab, dan dia terus tersenyum sampai Gibran menarik tangannya melingkar di pinggang cowo tampan itu.

"Siap berangkat," ucap Gibran sambil melajukan pelan motornya.

Jantung Aninda berdebar saking senangnya. Senyumnya manis terus terukir di bibirnya.

TOK TOK TOK!

"Ninda, bangun, subuhan," seru mamanya dari balik pintu kamar.

Aninda hampir jatuh dari tempat tidurnya saking kagetnya.

Ya ampun... ternyata dia hanya bermimpi.

Aninda mengusap wajahnya sambil tersenyum malu.

Bisa bisanya dia memimpikan Gibran setelah empat minggu mereka ngga bertemu, batinnya geli.

Aninda pun bersiap untuk subuhan dan setelahnya bersiapa siap karena statusnya sudah berganti. Sekarang dia adalah siswi berseragam putih abu abu, bukan putih biru lagi.

Setelah rapi Aninda pun bergabung dengan mama, papa dan neneknya. Dua hari yang lalu neneknya minta dikembalikan ke rumah anak angkatnya. Aninda dan keluarga sangat bahagia menyambut sang nenek. Walaupun awalnya neneknya sempat merajuk karena tidak diajak liburan ke Eropa. Aninda jadi nyengir sendiri jika mengingatnya.

Aninda berjalan perlahan menuju SMA yang jaraknya lebih dekat dari SMP nya. Tapi baru berjalan beberapa langkah, mobil yang dikenalnya berhenti di sampingnya.

"Yuk, masuk Ninda," ucap Debi dengan senyum sumringahnya, begitu juga Om Thomas.

Dengan canggung, Aninda pun memasuki mobil sepupunya.

"Selamat ya. Hebat loh bisa masuk pake jalur beasiswa," puji Debi tulus.

"Makasih, kak," balas Aninda pelan.

"Om bangga sama kamu," puji Om Thomas dari balik stirnya. a

Aninda tersenyum malu.

"Sebulan ya kita ngga ketemu. Happy ya jalan jalannya," ucap Debi sambil menoleh padanya dengan senyum tulus.

"Iya kak. Akhirnya bisa ke luar negeri sama mama papa," balas Aninda dengan wajah senangnya.

Om Thomas tersenyum saat melihat reaksi bahagia ponakannya melalui kaca spion depan. Baginya ngga ada istilah ponakan angkat. Apalagi orang tua Aninda begitu telaten merawat mamanya. Beliau sangat beruntung.

"Kamu, tante sama om ngga pernah mau ikut kalo diajak jalan jalan, sih," sesal Debi sambil memanyunkan bibirnya.

Aninda hanya tersenyum hambar. Mungkin sepupunya ngga merasa kalo mamanya suka menyindirnya dan keluarganya. Juga tante tantenya. Mana mungkinlah Aninda akan ikut bersama kedua orang tuanya.

Dulu waktu mereka masih SD, mereka sangat akrab. Aninda belum mengerti. Tapi sejak SMP, Aninda mulai menyadari perbedaannya dan keluarganya. Walaupun sepupunya tetap baik, tapi Aninda jadi menarik diri karena ngga tahan dengan sindiran sindiran mereka. Khususnya pada mamanya.

"Kak Debi, kok, sekolah? Kan seminggu ini untuk angkatan baru?" Aninda menatap heran pada penampilan sepupujya dengan pakaian kasualnya.

"Kita mau bantu panitia sekolah. Sekalian cuci mata," kekeh Debi membuat papanya ikut terkekeh. Aninda tersenyum geli melihat kecentilsn sepupunya.

"Gibran juga ada lho," tambah Debi senang.

JLEB.

Aninda langsung merasa grogi.

Jantung, biasa aja. Jangan tampakkan kegugupanmu, Ninda.

Aninda jadi resah, apalagi mengingat mimpinya yang berboncengan dengan Gibran.

Pertanda baik atau pertanda buruk? batinnya ngga bisa menentukan pilihan.

"Zifa juga ya. Semoga kalian sekelas," sela papa Debi berharap.

"Zifa masuknya sama kayak aku dan Safa," kekeh Debi sadar diri.

Aninda ngga berkomentar. Bukan sepupunya saja. Sebagian besar memang dengab jumlah uang yang sangat banyak. Yang jalur beasiswa berprestasi paling banyak sekitar sepuluh siswa termasuk dirinya.

Begitu mobil sampai di parkiran, Aninda pun keluar duluan setelah mengucapkan terimakasih.

Memang SMA elit. Para siswa membawa mobil dan motor sendiri, keluaran tahun terbaru. Memang banyak juga yang diantar seperti dirinya dan Kak Debi.

Aninda celingukan, mencari teman temannya yang dari golongan biasa. Belum.ketemu juga. Bahkan yang bareng dengannya melalui beasiswa belum juga terlihat.

"Ninda," panggil Anye akrab. Dia berdiri bersama Kalia.dan anak anak dari mantan SMP nya. Sebagian.cs mereka.

Agak ragu Aninda menghampiri kalangan elit itu.

"Kamu ke Belanda ya, liburan kemaren. Seru dong," sapa Anye antusias

"Iya," jawab Aninda pelan membuat pandangan mereka menatap Aninda antara kagum, ngga percaya dan iri.

Aninda bertemu Rere di bandara internasional Schiphol Amsterdam. Mungkin karena itu Anye tau dan mulai memperhitungkan keberadaannya.

"Selain ke Belanda, kamu kemana aja?" tanya Kalia tertarik, pingin tau. Terus terang Kalia kaget melihat foto foto Aninda yang diambil diam diam oleh teman mereka, Rere di Amsterdam. Tanpa bukti fisik itu, Kalia, ngga akan mempercayainya. Bisa aja Rere salah orang.

Ngga nyangka, penampilan sederhana Aninda cukup menipumya. Sebenarnya agak aneh karena brlum lama tau kalo Aninda adalah sepupu Kak Debi yang wow banget bersama gengnya.

"Ke Paris sama Italia," jawab Aninda agak perlahan. Dia merasa rikuh dengan tatapan 'teman temannya. Aninda ngga mau dicap sombong.

"Wooww," decak mereka spontan.

Aninda hanya tersenyum tipis. Dia mulai ngga nyaman, tapi di belum ketemu yang segolongan dengannya.

"Kapan kapan kita liburan bareng, ya," ajak Kalia ramah.

"Iya, kita juga suka ke luar negeri bareng bareng. Kemarin aku ke London," sambung Anye nggak kalah ramahnya.

"Iya. Boleh juga," sahut Risa setuju. Dia kemarin hanya liburan di dalam.negeri saja. Ngga bisa untuk diaombongkan.

Aninda hanya mengangguk pelan. Dia mulai ngga nyaman dengan percakapan ngga bermanfaat ini.

"Eh, itu Gibran," seru Anye penuh semangat melihat Gibran bersama teman temannya yang baru datang. Ada Anggara, Hexa, Dio, Revi, dan Mario.

Anye pun melambaikan tangan agar para cowo ganteng itu mendekat.

Dada Aninda bergemuruh hebat menyadari tatapan Gibran padanya. Apalagi ketika Gibran melangkah semakin dekat ke arah mereka. Beda, kali ini matanya menyorot tajam.

Anye benar benar sangat senang melihat Gibran yang menurut dan.melangkah mendekat bersama teman temannya. Dia dapat merasakan lirikan cewe cewe dari mantan SMP SMP yang lain pada Gibran cs. Ya, mereka bergerombol sesuai SMP mereka masing masing.

Terdengar suara pengumuman meminta mereka membuat barisan.

Dan setelahnya sambutan dari kepala sekolah. Beberapa guru yang hadir pun dikenalkan.

Setelah lewat sejam, kepala sekolah menyerahkan pada panitia pengenalan sekolah untuk melanjutkan

Setelah pidato singkat, diadakan pembagian kelas. Dan yang mengagetkan Aninda, Gibran satu kelas dengannya bersama Revi dan Mario. Anye dan Kalia hanya bisa menatap iri.

Aninda merasa asing. Ngga afa teman satu sekolahnya kecuali ketiga cowo itu.

Dia segera duduk di bagian tengah. Sedangkan Gibran dan kedua temannya memilih bagian belakang pojok kanan kelas yang masih kosong.

"Hai," sapa.cewe di sebelahnya. Cantik banget, batin Aninda memuji.

Aninda tersenyum kaku menanggapi.

"Aku Vina," katanya sambil mengulurkan tangan.

"Aninda."

"Aku anak pindahan. Ngga punya teman," kekehnya akrab.

"Pindahan dari mana?" tanya Aninda mulai ngga kaku lagi.

"Jakarta."

"Ooo."

Pantasan dia sangat pede, batin Aninda lagi.

"Srmoga kita bisa berteman baik ya. Gue eh aku benar benar ngga punya teman di sini," katanya bersemangat.

"Semoga," jawab Aninda tulus.

Dia menoleh ketika merasakan tatapan menusuk dari Gibran. Hanya sebentar dengan kedua mata mereka yang beradu pandang lagi.

Gibran semakin tampan. Sekaramg mereka sekelas. Apakah mimpinya pertanda baik. Lagian maksud mimpi ngga jelasnya itu apa? Aninda malu sendiri memikirkannya.

*

*

*

"Akhirnya sekelas juga sama pujaan hati," kekeh Revi di ikuti Mario.

Gibran hanya tersenyum. Keajaiban semesta. Empat minggu ngga ada kabar, sekalinya ketemu malah sekelas.

"Jangan banyak mikir lagi. Langsung aja di sapa. Kalo diam diam terus ntar disambar orang loh," kekeh Mario mengejek.

Gibran hanya tersenyum. Setelah putus dari Marsha, Gibran belum melakukan apa apa. Dia masih berusaha membaca perasaannya terhadap Aninda. Gadis manis yang sudah mencuri hatinya ketika hubungannya mulai merenggang dengan Marsha.

Setelah melihat Aninda naek angkot, gadis itu seperti hilang di telan bumi. Empat minggu. Tapi sekarang mereka malah didekatkan. Jujur, Gibran ngga bisa langsung menjadikan Aninda pacarnya. Cewe itu beda habitat dengannya.

Terpopuler

Comments

Buna Seta

Buna Seta

Segini dulu bacanya nyicil kak

2022-04-25

1

Lovallena (Lena Maria)

Lovallena (Lena Maria)

jaiyou 💪🤩

2022-03-15

1

Lenkzher Thea

Lenkzher Thea

Lanjut kaka, 👍❤

2022-03-07

3

lihat semua

Download

Suka karya ini? Unduh App, riwayat baca tak akan hilang
Download

Bonus

Pengguna baru dapat mengunduh App untuk membuka 10 bab secara gratis

Ambil
NovelToon
Novel sejumlah besar sedang menunggu Anda baca! Juga ada komik, buku audio, dan konten lain untuk dipilih~
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!