Tukang PHP

"Kamu nanti mau masuk ke SMA nya Debi ya?" tanya mama Zifa agak sinis. Beliau adalah kakak angkat mama. Anak kandung nenek paling kecil. Beliau bekerja di perusahaan keluarga sebagai staff HRD.

"Belum tau, tante," jawab Aninda malas tapi berusaha menahan emosinya untuk tetap sopan.

"SMA Debi itu bayarnya mahal banget," sindir mama Zifa lagi.

"Kalo nilainya cukup, Ninda masuk di situ, kak," kata mama Aninda sabar.

"Ya, pake jalur beasiswa aja kalo bisa. Kalo enggak, nanti kamu minta minta sama mama," sarkas mama Zifa judes.

"Abang udah siapin dana buat sekolah Ninda," jelas mama Aninda lembut.

"Mana cukup cuma ngandalin uang kontrakan rumah," sindir mama Zifa kejam.

"Kata abang cukup," mama Aninda tetap ngeyel dengan nada lembut.

Aninda ingin marah saat ini, apalagi melihat mamanya yang berusaha sabar menjelaskan pada kakaknya yang selau over negatif thin**king.

Mereka berdua awalnya berada di dapur rumah mama Debi dan sedang membuat teh. Tapi kedatangan mama Zifa membuat Aninda ingin cepat cepat membawa mamanya pergi dari situ.

"Kita pergi dulu, tante," pamit Aninda berusaha tetap sopan walaupun sudah gondok setengah mati.

"Ya," ucap mama Zifa ngga peduli akan kepergian keduanya.

"Ninda, ninda," panggil Risma membuyarkan lamunannya.

"Eh," kaget Aninda ketika mendengar panggilan Risma yang entah ke berapa kalinya.

"Gue melamun ya," ucapnya malu.

"Iya," tegas Risma kemudian tersenyum.

"Gue kira Lo kesambet," lanjutnya meledek.

"Kesambet?" tanya Aninda bingung. Tadi dia tiba tiba teringat kejadian menyebalkan di rumah kak Debi minggu kemaren.

Selalu begitu. Padahal papanya sudah berjanji akan sanggup membayarnya sampai lulus kuliah tanpa mengutak atik harta mamanya yang selalu diributkan mereka. Aninda juga ngga perlu memikirkan beasiswa jika ingin bersekolah di sana. Tanpa beasiwa pun papa masih mampu, itu yang selalu dikatakan papa padanya.

Tapi mulut tantenya sangat menyakiti hatinya. Dia masih kepikiran. Yang anehnya mamanya selalu sabar mendapat sindiran 'keluarganya'.

Memang bukan hanya Mama Zifa, bahkan Mama Kamila juga sama. Jadi neneknya punya dua anak laki laki dan dua anak perempuan. Mama Kamila adalah anak kedua. Beliau juga bekerja di perusahaan keluarga sebagai staff akunting.

"Tuh, mulai lagi, kan. Ayo kita ke kolam renang. Teman teman udah duluan tuh," omel Risma sambil menggelengkan kepalanya melihat Aninda yang mulai bengong lagi.

Oiya, dia malah lupa, batin Aninda tersadar. Setelah jam terakhir selesai, dia malah keingat kejadian kemarin di rumah Kak Debi.

Aninda tertawa pelan sambil mengambil tas plastik berisi perlengkapan renangnya.

"Ayo," tukas Risma sambil berdiri.

"Oke," balas Aninda sambil mengikuti langkah Risma.

Pelajaran terakhir untuk anak perempuan digabung dengan kelas kelas yang lain, yaitu berenang. Juga anak anak cowo, mereka olah raga basket dan volley. Sekolah mereka memiliki dua kolam renang yang luas, serta lapangan basket, volly dan sepak bola. Karena itu sekolah mereka selalu menjadi favorit juara untuk cabang olah raga.

"Hai, Ninda, Risma," sapa Dita yabg sudah berkumpul dengan Dewi dan Ratih. Mereka pun sudah memakai baju renang.

Aninda dan Risma balas melambai dan berjalan mendekat. Mereka baru selesai mengganti seragan dengan baju renang.

"Aku masih belum bisa renang," keluh Dewi kesal.

"Ya udah, meluncur aja, ngga usah pake gaya macam macam. Yang penting lo ngambang," tawa Dita menyindir membuat yang lain pun ikut tertawa.

"Asal jangan gaya batu aja," tambah Risma terkikih.

Dewi memanyunkan bibirnya. Tapi dalam hati dia membenarkan kata kata temannya.

"Eh, baju renang Kalia bagus banget modelnya," komen Dewi mengalihkan topik yang membuat dia terlihat kalah dari teman temannya.

"Anye juga tuh," tambah Dita.

"Tapi pada norak warnanya," hina Dewi dengan wajah menyebalkannya.

"Harusnya Lo pake yang warna norak gitu, kalo tenggelam gampang dicarinya," sarkas Dita membuat Dewi mendelikkan matanya. Memang baju renangnya berwarna hitam dengan lis merah gelap. Sangat susah dicari kalo tenggelam.

Sedangkan baju renang Kalia dan Anye, cetar banget warnanya. Pasti ngga nyampe dua detik udah ketahuan kalo tenggelam.

Aninda, Risma dan Ratih kembali terkikik.

"Kapan kapan kita renang lah di luar. Ninda, ajarin aku lagi. Kamu paling sabar," pinta Dewi sangat berharap. Bisa jelek nih ntar nilainya.

"Aku bisanya cuma sabtu sama minggu. Hari lain ngga bisa."

"Kenapa sih, bimbang sama nenek? Udah dibawa aja," canda Dewi jadi terkekeh memgingat selalu itu alasan Aninda. Berat meninggalkan neneknya di rumah kalo hari hari biasa.

"Nenek juga butuh refreshing. Sesekali diajak aja," timpal Dita kuga terkekeh.

"Ngawur," bantah Aninda ikut terkekeh.

"Tapi aku kangen masakan nenek mu loh. Kapan kapan kita makan di rumahmu ya," ucap Ratih sambil menatap Aninda dengan mata pupies nya.

"Iya, aku juga kangen," tambah Dita hampir ngences karena membayangkan betapa enaknya masakan yang diolah nenek Aninda. Mereka sudah beberapa kali mampir dan numpang makan dengan nyaman di rumah Aninda.

"Janjian kapan, biar nenek masakin by request," sahut Aninda santai. Untung neneknya suka masak dalam porsi besar. Dan tugasnya lah mengantarkan ke rumah rumah sepupunya.

"Asyik, kapan nih," seru Dita senang.

"Secepatnya ya," timpal Ratih juga senang.

"Besok pulang sekolah?" tawar Aninda yang langsung disetujuin mereka.

"Kamu memang yang paling mengerti," puji Dewi dengan nada penuh rayuan membuat yang lain terkikik geli.

"Nenekmu kita bawain cake buah ya. Nanti aku yang beli," kata Risma yang sedari tadi hanya mendengarkan dan ikut tertawa.

"Aku padamu, Ris," ucap Dewi kesenangan.

"Dasar," kekeh Dita.

Kembali mereka tertawa senang memikirkan besok akan makan enak buatan nenek Aninda.

"Eh, itu kan Gibran. Ngapain di ke sini?" cetus Dita kaget melihat kedatangan Gibran dan Hexa yang menghampiri Bu Putri dan Bu Mega.

Cewe cewe pun pada heboh melihat Gibran dan Hexa.

"Apa dia akan membantu Bu Putri menguji kita?" tanya Dewi dengan senyum merekahnya.

Kembali Aninda merasakan tatapan Gibran padanya. Tapi Aninda ngga mempedulikannya. Dia sudah telanjur sakit hati merasa dibohongi. Aninda pun ngga tau mengapa perasaannya jadi begini.

"Maunya ya," ledek Risma sambil melirik arah pandang Gibran yang ternyata ke arah Aninda.

Apa sih maunya tukang php itu, masih juga liha lihat Ninda. Padahal udah punya pacar, batin Risma dongkol.

"Eh, Gibran lihat kita," seru Dita ge er. Dia pun memamerkan senyum manisnya ke Gibran.

Dewi hanya menatap sirik. Sedangkan Ratih, Risma dan Aninda hanya tersenyum.

"Paling dia lihat tembok di belakang kita," cetus Dewi mangkel karena melihat tingkah norak Dita yang terus saja tersenyum pada Gibran.

"Ck," decak Dita dengan lirikan sebalnya.

Ngga bisa ya lihat teman senang, umpat Dita dalam hati.

"Tukang php," umpat Risma pelan, dia juga kadung kesal membuat Aninda di sebelahnya tersenyum tipis.

Hanya sebentar, kemudian Gibran pergi bersama Hexa, setelah mengobrol sebentar dengan Kalia dan Anye. Matanya kembali melirik Aninda yang berusaha memyembunyikan tubuhnya di belakang teman temannya.

Terpopuler

Comments

Elisabeth Ratna Susanti

Elisabeth Ratna Susanti

suka 😍

2022-03-04

3

Yukity

Yukity

PHP...🙄.
sebel juga kalau di PHP in

2022-03-03

4

anggita

anggita

Php.,

2022-03-02

2

lihat semua

Download

Suka karya ini? Unduh App, riwayat baca tak akan hilang
Download

Bonus

Pengguna baru dapat mengunduh App untuk membuka 10 bab secara gratis

Ambil
NovelToon
Novel sejumlah besar sedang menunggu Anda baca! Juga ada komik, buku audio, dan konten lain untuk dipilih~
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!