Ketika pulang sekolah, Aninda pun berjalan pelan bareng teman temannya yang searah jalan pulang. Rumah mereka ngga jauh dari SMP favorit ini. Sudah tiga tahun mereka menjalaninya bersama. Walaupun berbeda kelas, tapi karena rumah mereka searah, mereka selalu bersama.
"Gibran ganteng ya," cetus Dita ketika melihat Gibran bersama teman teman se gengnya yang tentu saja yang sama sama satu level.
"Dio juga tampan. Anggara juga," tambah Ratih memuji.
"Mereka tampan tampan semua. Revi, Hexa, Mario. Seandainya kita bisa dekat dengan mereka," kata Dewi penuh harap.
"Lho, kamu kan sekelas dengan mereka bertiga itu," tukas Dita sambil melirik sebal dengan sikap norak Dewi.
"Iya, tapi mereka sombong," kilah Dewi bete.
"Tapi kalo sama Kalia cs, mereka baik banget," tambahnya dongkol.
"Wajarlah. Kan, jelas beda sama kita. Kalo dengan Kalia, mereka satu level," tukas Dita menyindir membuat Aninda dan Ratih menyembunyikan senyumnya.
Dewi hanya mendengus kesal.
Memang terasa gap antar yang kaya dan yang miskin di sekolah mereka. Mereka pun mencari aman dengan berteman yang selevel saja.
Kebetulan juga Aninda dan teman temannya dari kalangan biasa biasa aja. Jadi mereka bisa cocok walaupun kadang ada pertengkaran pertengkaran kecil antara Dita dan Dewi. Mereka berdua sama keras dan judesnya, ngga ada yang mau mengalah. Aninda dan Ratih yang selalu mengalah dan menjadi penengah jika keduanya cekcok mulut.
Hanya saja Aninda sedikit berbeda. Dia memiliki keluarga besar yang kaya raya dan terpandang.Tapi Aninda selalu merasa tersisihkan. Mereka cukup.baik, hanya kadang suka menyindir. Aninda yang tau diri memilih menghindar atau hanya diam saja jika terpaksa.harus berkumpul. Terutana jika mendapat sindiran pedas.
Aninda ngga pernah merasa pe de jika harus bergaul dengan kalangan high class.di sekolahnya. Dia paling hanya melemparkan senyum dan menjawab seadanya jika mereka bertanya padanya.
Makanya dia cukup bingung untuk menanggapi sikap aneh yang ditunjukkan Gibran. Apakah serius atau hanya penasaran saja.
Lagi pula Gibran sejauh ini hanya memandangnya saja, ngga ada sikap menyolok lainnya. Misalnya menyapanya. Sama sekali ngga pernah dilakukannya
"Kita pisah di sini, ketemu besok," kata Dita sambil melambaikan tangan. Itu adalah perempatan dimana mereka akan melanjutkan perjalanan sendiri sendiri pulang ke- rumah. Sidah ngga jauh lagi.
Aninda berjalan pelan. Di kepalanya masih teringat, Gibran tadi juga sedang menatapnya dalam banget ketika Aninda dan teman temannya melewatinya. Untungnya teman temannya ngga sadar.
Kalo Dita, dia garis keras. Dia membenci cowo cowo kaya yang sombong. Dewi yang judes pasti akan memberikan penyangkalan saking ngga percayanya. Sedangkan Ratih ngga akan mengatakan apa apa, karena merasa bukan urusannya.
Mereka dekat dengan berbagai kepribadian mereka yang kompleks. Tapi walau begitu, mereka akan saling membantu jika ada yang kesusahan.
Begitu sampai di rumah, Aninda tersenyum pada neneknya yang sudah menunggu bersama tetangga sebelah rumahnya
"Udah pulang? Bibi pulang dulu ya," ucap Bibi Anne yang berunur lima puluhan.
"Iya Bi, makasih," jawab Aninda ramah.
"Besok ngobrol lagi ya, Nenek Ninda,"
"Iya, Mama Anne."
Aninda dan Neneknya pun tersenyum sampai Bibi Anne masuk ke dalam rumah.
"Masuk, ganti baju, makan," titah Nenek sambil meraih tangan Aninda, berjalan memasuki rumah kecil mereka.
Setelah menuruti semua perintah neneknya, Aninda pun menemani neneknya nonton TV sambil mendengarkan nenekmya bercerita.
Mama dan papanya bekerja sebagai guru di sebuah yayasan swasta. Aninda hanya anak tunggal. Tapi papanya memiliki beberapa dua buah rumah kos kosan. Sehingga bisa membantu perekonomian keluarga mereka.
Sebelum jam tiga sore, Aninda sudah membantu mengangkat jemuran. Dia bersama neneknya akan melipat baju baju sambil nonton tv dan mengobrol penuh tawa.
"Nanti les?" tanya nenek sambil tangannya terus melipat baju.
"Iya, nek. Seperti biasa," jawab Aninda santai. Seminggu dua kali dia berangkat les. Tapi yang jadi pikirannya, udah tiga kali ini, Gibran seperti memperhatikanya ketika melewati rumah mewahnya.
Aninda hanya berjalan kaki saja untuk berangkat les, yang jaraknya hampir sama seperti kalo berangkat ke sekolahnya.
"Nenek sendiri lagi. Semoga ada sepupu kamu yang datang," kata neneknya kemudian tersenyum.
Aninda pun tersenyum.
Semoga, batin Aninda berharap juga. Berat hatinya meninggalkan neneknya sendiri di rumah. Tapi dia pergi les, bukan hang out.
Tapi itulah aktivitasnya setiap hari. Aninda jarang pergi bersama teman temannya di hari sekolah.
Hanya hari minggu dan hari libur saja yang dia bisa. Karena dia ngga akan tega meninggalkan neneknya sendirian di rumah. Walaupun kadang Bibi Anne datamg menemani.
Untungnya Dita, Dewi dan Ratih juga anak rumahan seperti dirinya. Hanya sesekali mereka pergi makan dan nonton film.
Setelah merapikan baju baju yang dilipat, Aninda pun bersiap untuk berangkat les bahasa Inggris.
Dan Aninda hanya bisa menunduk ketika melihat Gibran seperti sengaja menunggunya lewat. Tapi Aninda berusaha meyakinkan hatinya kalo Gibran mungkin sedang menunggu temannya. Cowo tampan itu hanya menatapnya tanpa kata saat Aninda meliriknya sebentar dengan dada berdesir aneh.
Ketika pulang les, Aninda bersama teman temannya melewati rumah Gibran yang mewah. Gibran ada di sana bersana teman temannya.
"Kak Gibran udah putus belum ya, dengan Marsha?" tanya Mili sambil melirik ke lantai dua, tempat Gibran dan teman temannya berada.
"Kan kamu teman satu kelasnya," sahut Vina sambil menatap Mili heran.
"Denger denger sih, udah putus," cuit Rika yang satu angkatan dengan Marsha.
Aninda hanya mendengar, ngga menanggapi. Tapi infornasi ini menurutnya belum pasti benar.
Bisa aja, kan mereka LDR, batin Aninda mengingatkan agar dia ngga ge er. Jaman gini, komunikasi sangat mudah.
"Kalau kamu suka, dekatin aja," kata Rika memberi semangat.
"Nggak ah, Kak Gibran orangnya dingin. Takut dicuekin," tolak Mili ngga berani. Dia suka sama Kak Gibran, mungkin akan pelan pelan pendekatannya, tekat Mili dalam hati.
Aninda berusaha ngga peduli. Lagi pula menurutnya mereka serasi dan berada dalam satu level yang sama.
Aninda ngga berani berharap terlalu tinggi. Kalo jatuh, kan, sakit sekali.
Cowo kaya dan tampan seperti Gibran, pasti pasangannya cewe kaya dan cantik juga. Kalo dengan dirinya akan jadi timpang.
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 48 Episodes
Comments
arthiagucia
seru nih ...
makasih thor selalu mampir cinta tak terselamatkan 🙏
2023-04-06
1
Lady Meilina (Ig:lady_meilina)
,apaan Yg timpang wkwk
2022-04-25
1
Lee
lanjut thor! semangatt yaa
2022-02-22
2