Perasaan Gibran

Ternyata para kating sedang menunggu mereka di kelas.

Gibran melepaslan genggamannya begitu akan memasuki kelas. Aninda membalas senyum Gibran sambil melangkah duluan.

Aninda memalimgkan wajah tersipumya dari Gibran.

"Siap nih gantiin Marsha dengan Aninda?" bisik Revi pelan saat berjalan di samping Gibran.

"Cantik sih, Aninda. Cuma beda dengan kita," tambah Mario ikut berbisik setelah Revi berjalan mendahului mereka.

Gibran hanya tersenyum miring. Dia sudah memperhatikan Aninda sejak akhir kelas dua SMP di saat hubungannya sedang di ujung tanduk dengan Marsha.

Marsha memilih melanjutkan karir modelnya di Jakarta sebelum nantinya cewe itu akan ke Paris.

Gibran sudah memutuskan hubungan dengan Marsha sebelum dia naek ke kelas tiga, karena cewe itu telah lebih dulu memutuskan memilih melanjutkan karirnya dari pada dirinya.

Teman temannya begitu gembira mendengaranya. Gibran tau, Marsha terlalu mengikat dirinya. dan Gibran pun patuh padanya. Itu yang membuat teman temannya kurang suka.

Karena itu keputusan Gibran mengakhiri hubungan mereka, di sambut bahagia oleh teman temannya. Menurut mereka Gibran selama ini diperbudak Marsha, cinta monyetnya.

Nemenin shopping, nemenin lagi show atau menungguinya saatnya mengikuti kontes modelling.

Belum lagi antar jemputnya, ke salon, ke tempat hang out teman temannya, ke pesta, dan banyak lagi yang cewe manja itu minta. Gibram anehnya selalu menurut. Membuat teman temannya gedeg.

Setelah sudah diputuskan Gibran, anehnya Marsha tiap beberapa bulan selalu mengunjunginya. Malah akhir akhir ini hampir tiap bulan datang ke rumahnya.

Mami dan papi yang sudah mengenal Marsha dan keluarganya tetap menerima Marsha dengan baik. Karena bagi kedua orang tuanya, masih terlalu jauh untuk keduanya menikah. Kalo mereka berpisah sekarang pun, nantinya mereka akan bersama, karena mereka sudah terlalu terbiasa bersama sejak mereka SD. Bahkan orang tua Marsha juga sangat memanjakannya.

Dulu Gibran sangat menyayangi Marsha. Mereka teman dari kecil karena persahabatan orang tua mereka. Gibran sangat memyayamginya. Tapi keputusan Marsha membuatnya resah. Marsha sama sekali ngga mau mendengarnya agar tetap bertahan, jangan pindah dulu. Bahkan Gibran sampai memohon. Dan berjanji akan menemaninya setelah lulus SMP ke Paris. Sekarang dia ngga bisa. Selama setahun Gibran harus mengikuti lomba membawa nama baik SMPnya. Gibran meminta Marsha bersabar. Tapi kekasihnya tetap keras kepala.

Berhari hari Gibran murung dan menjadi sosok yang pendiam. Tapi kali ini Gibran goyah. Melihat Aninda yang melewatinya ketika itu dengan senyum terkembang manis di bibirnya bersama teman temannya membuat hatinya yang beku mulai mencair.

Seperti ada magnet membuat fokus Gibran ngga bisa beralih dari wajah Aninda. Tanpa disadarinya, Gibran selalu memperhatikan Aninda. Mengamati cewe yamg selalu menguncur rambut panjangnya.

Hatinya yang awalnya sakit akan kepindahan Marsha, mulai beralih fokus. Malahan Gibran ngga mengantar mantan kekasih kecilnya itu, dan sering mengabaikan telpon dan pesannya.

Dulu Gibranlah yang selalu mengirim pesan dan menelpon kekasihnya. Dia adalah bulol, bucin tololnya Marsha.

Kekasihnya selalu mengabaikannya, tapi Gibran ngga pernah marah. Tetap setia menunggu balasan membuat teman temannya menggeram dongkol. Tapi kini, saat dia sering mengabaikan Marsha, cewe itu malah intens mengiriminya pesan, menelpon, bahkan sampai mengunjunginya tiap bulan.

Hanya sekarang Gibran sudah ngga begitu mempedulikannya. Pikiran Gibran kini cuma satu arah, Aninda. Bahkan Gibran setia menunggunya berangkat dan pulang les. Hanya untuk melihatnya saja.

Gibran jadi tersenyum mengingatnya. Sekarang, dia malah ngga perlu susah susah merencanakan gimana caranya agar dekat dengan Aninda.

Apa sudah takdir? Mereka satu kelas, bahkan kini mereka juga sangat dekat karena lomba lomba yang dilakukan sekolah mereka. Kedekatan mereka mengalir bagai air sungai. Perlahan tapi pasti menuju ke muara.

"Selamat ya Gibran, kamu menang di lomba renang," ucap kating Reva menyadarkannya. Ternyata katingnya itu sudah berada di samping tempat duduknya.

"Ya," jawabnya sambil melirik Revi dan Mario yang saling melemparkan senyum meledeknya.

"Besok kamu ikut basket?" tanya Reva lagi dengan suara lembutnya.

"Ya."

Gibran tetap singkat menjawab sambil mendengar pengarahan kating Guntur.

Gibran masih bingung dengan tambahan pemain yang ngga dia kenal. Mana mereka juga belum latihan. Kalo untuk bersama Revi dan Mario, Gibran ngga ada masalah. Mereka sudah sering bermain bersama. Apalagi kemungkinan mereka akan melawan kelas Hexa, Dio dan Anggara yang menjadi satu tim.

Reva pun ngga bertanya lagi. Semula dia merasa senang karena berada di kelas Gibran. Tapi Gibran yang dingin dan kaku menyulitkannya membuka obrolan. Padahal inilah kesempatanya untuk bisa dekat dengan Gibran. Karena kalo di luaran, Gibran dan teman temannya seperti ngga peduli dengan sekelilingnya. Terlihat sombong.

"Jaga kesehatan kalian baik.baik. Masih dua hari lagi kita akan menguras energi. Ingat. Kelas kita harus banyak memenangkan lomba," seru kating Guntur berapi api saking semangatnya.

"YEEAAAHHH!" bagai koor kelas mereka pun menyahutinya dengan penuh semangat dan heboh. Terutama yang cowo. Selain itu suara tepuk tangan terdengar membahana.

Aninda tersenyum melihatnya. Tanpa sadar matanya bersitatap dengan Gibran yang sedang tersenyum padanya. Aninda pun membalas tipis dengan rona merah di wajahnya.

"Besok, kamu masih ikut lomba ya," tanya Vina membuat perhatiannya dari Gibran teralihkan.

"Iya, final," sahut Aninda ganti menatap Vina.

"Semoga tim kita menang, ya," ujar Vina tulus.

"Do'ain ya."

"Tentu, dong."

Keduanya pun tersenyum cukup lebar.

Akhirnya kelas pun berakhir. Aninda melihat tim basket termasuk Gibran masih berkumpul di pojok kelas.

"Mungkin mereka mau latihan," kata Kirana sambil melangkah bersama Aninda dan Vina.

Iya ya, batin Aninda dengan hati senang.

"Kita nonton, yuk," ajak Vina antusias.

"Ayuh," sambut Kirana setuju.

"Ayo Ninda," ucap Vina sambil menarik tangan Adinda.

"Aku ngga bisa," tolaknya membuat kening mereka berkerut.

"Kenapa?" tanya Vina dan Kirana heran.

Bukannya ini kesempatan buat kalian semakin dekat? batin Kirana heran.

"Nenekku sendirian di rumah," jelasnya dengan bibir tersenyum tipis.

"Oough, okelah," kata Vona mengerti.

"Aku duluan ya," pamitnya oada kedua teman barunya.

"Oke, hati hati," balas leduamya dengan senyum lebar.

Sebelum membalikkan badannya, Adinda menatap Gibran sebentar. Sebenarnya dia ingin berpamitan dengan Gibran. Tapi Gibran terlihat sibuk rapat dengan teman temannya.

Tapi sepertinya alam bawah sadar mereka seolah terkoneksi.

Gibran hanya tersenyum ketika melihat Aninda melambaikan tamgannya sebelum keluar dari ruang kelas mereka.

Gibran agak kecewa, kenapa Aninda malah pegi. Padahal Gibran ingin Aninda menonton latihannya.

Mungkin dia ada keperluan lain, batinnya berusaha positif.

"Ayo, kita ke lapangan basket. Kita latihan sebentar," seru Revi bersemangat.

"Siap!"

"Ya bro!"

Gibran pun mengikuti langkah panjang mereka tanpa kata menuju lapangan basket.

"Untung kelas lain ngga ke sini ya," tukas Rafi sambil tersenyum lebar. Kalo ada kelas lain yang ikut, maka mereka akan mundur, menunggu giliran.

Terpopuler

Comments

Buna Seta

Buna Seta

Hadir

2023-05-24

1

MommyAtha

MommyAtha

malu aq malu

2022-03-25

1

Yukity

Yukity

uhuuy😍

2022-03-25

1

lihat semua

Download

Suka karya ini? Unduh App, riwayat baca tak akan hilang
Download

Bonus

Pengguna baru dapat mengunduh App untuk membuka 10 bab secara gratis

Ambil
NovelToon
Novel sejumlah besar sedang menunggu Anda baca! Juga ada komik, buku audio, dan konten lain untuk dipilih~
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!