PACARKU, TUAN VAMPIRE
Malam itu hujan turun dengan sangat deras. Suara gemuruh dan kilatan petir menyambar ke segala arah. Membuat sunyinya malam tetap berirama dengan gemuruh mereka.
ZAAZZTTT DUUAARR. Satu keluarga baru saja pulang dari tamasya mereka di pantai. Sang ibu menyalahkan pemutar lagu dan mereka pun mulai bernyanyi bersama ....
Rain rain go away
Come again another day
We want to play
Rain rain go away ....
Mereka bertepuk tangan dan bersorak sangat bahagia. Sang ayah terus tersenyum saat melihat ketiga putrinya terlihat bergembira dari kaca spion. Hari ini, hari ulang tahun putri bungsu mereka yang masih berusia lima tahun. Demi mengabulkan permintaannya, sang ayah pun membawa mereka bertamasya ke pantai.
Penerangan jalan sangat terbatas dengan jalan berkelok dan licin. Kecepatan mobil tidak terlampau kencang karena licinnya jalan dan derasnya hujan akan sangat membahayakan mereka.
"Ayah, Ibu, tahun depan kita kesini lagi ya. Aku sangat senang. Kita bisa mencari kerang bersama-sama," ucap gadis manis nan imut itu yang berusia lima tahun. Dengan rambut di kepang dua dan memeluk boneka kelinci.
Sang ayah dan ibu tersenyum saling melirik saat mendengar celotehan manja dari putri kecil kesayangannya, "Baik, Tuan Putri ... Ayah berjanji tahun depan kita akan kembali lagi!" ucapan sang ayah membuat sang putri berbinar penuh bahagia, hingga.
Krekk Krekk Krekk
"Zath, hati-hati, sepertinya pohon di depan akan tumbang!" sang istri melihat dari kaca depan yang penuh dengan rintikan air hujan sebuah pohon besar akan tumbang. Mengingatkan suaminya untuk lebih berhati-hati.
"Tenang Melissa, aku pasti bisa melewatinya!" segurat senyum muncul disudut bibir suaminya. Senyuman kecemasan dalam dirinya. Dia, berusaha menenangkan hati istri dan ketiga anaknya.
"Ayah, awasss!!" teriakan mungil dari buah hati bungsu sedikit mengganggu konsentrasi menyetir ayahnya.
DAN BRAAKKK. Sebuah pohon besar jatuh tepat menghantam bagian belakang mobil mereka. Pecahan kaca mobil berterbangan sehingga membuat mobil oleng, dan saat mobil mereka akan berbelok ke penghujung jalan raya sang ayah berusaha menghindar. Namun, naas mobil malah terbentur pinggiran tepi jurang.
ARRGGGHHH! Suasana keceriaan beberapa detik lalu berubah menjadi menegangkan. Zath—sang ayah menyadari ada suatu hal lain yang akan menimpa mereka. Dia, menyadari malam yang tak biasa ini.
"Kalian tidak apa-apa?" ucap sang ayah menoleh kebelakang. Seketika mata sang ayah kembali membulat dengan lebar. Dia, dikejutkan dengan kehadiran dua orang yang memakai jubah merah dan kepalanya ditutupi.
"Rupanya kau sungguh pintar bersembunyi, Zath." Suara yang sangat dihafal sang ayah kini berada dihadapannya. Menyeringai dan menatapnya dengan tajam.
Dua buah hatinya sudah terluka parah sambil menangis dan merintih kesakitan ditangan salah seorang. Darah mereka mengalir diseluruh pelipis dan pecahan kaca dari mobil belakang banyak menempel pada wajah mereka.
"Ayahhh ... to-long aku. Aku ta-kutt!" tangis kecil dan teriakan dari kedua buah hati. Mereka tengah meronta ingin menjauh dari tangan yang mencengkram leher mereka dengan erat. Sementara putri bungsu kesayangan mereka dalam dekapan sang pemilik suara.
"Keluar kau!!" teriak sang pemilik suara memegang sang putri bungsu. Dia, membawa keluar putrinya dengan mencengkram leher belakang seperti mejinjing anak kucing.
BRAKK BRAKK. Mobil mereka terbelah menjadi dua. Grep. Blash. Sang istri dicekik didepan mata suaminya. Meronta tak bersuara. Menahan sakit disekejur tubuhnya.
"To-long ampuni mereka, Tuan!" sang ayah memohon, berlutut dan memegangi kaki pemilik suara yang masih terus mencengkram leher putri bungsunya dengan erat. Dia memohon pengampunan dan keselamatan untuk istri dan anaknya.
"Kau bilang ampuni, hah? Kau lupa kau itu adalah budak. Dulu, aku menolong-mu, tapi inikah balasan-mu?" Mata pemilik suara tadi memicing dengan tajam. Suara gemuruh dan petir bersautan saat sang pemilik suara menginjak remuk tangan sang ayah.
Arrrggghhh!! Teriakan memilukan dan kesakitan keluar dari mulut sang ayah. Sang putri bungsu hanya bisa menyaksikan dengan tangis yang sudah tertumpah.
"A-ayah! A-ayah!" pekiknya pelan.
"Habiskan, jangan sampai tersisa!" Perintahnya adalah ultimatum. Tak bisa dirubah oleh siapapun.
"Ja-jangan, Tuan, saya mohon ... lepaskan mereka, Tuan!" ronta sang ayah dengan tenaga yang masih tersisa. Bagaimanapun dia harus menyelamatkan istri dan putri-putrinya.
KREK KREK.Dua buah hatinya sudah dilepaskan. Dihadapannya. Mata sang ayah membulat keluar.
"Clara, Gisaa ... anakku bangunlah!" teriak pilu sang ayah menghampiri nanar kedua buah hatinya yang sudah tewas secara mengenaskan. Menggoyangkan tubuh mereka berkali-kali. Namun, mereka sudah tak bernyawa. Dan telinganya kembali mendengar.
KREK ZHATTTT BRUUKK.Kini giliran istrinya yang dibuang di hadapannya. Tubuh istrinya terbelah menjadi dua. Tergolek dan tak bernyawa dengan darah segar yang mengalir di kedua tubuhnya yang terbelah.
"Ib-uu, Ibuu, ka-kak!" teriakan histeris sang bungsu. Dia, baru saja melihat kedua kakaknya tewas. Kini disusul dengan sang ibu yang kematiannya lebih mengenaskan.
"Ayahhh ... tolong akuuu, aku tidak mau mati ... ayah tolong akuuu!" teriak sang bungsu bergetar dengan tubuhnya yang sudah kuyup di guyur air hujan. Sang ayah sudah sangat putus harapan. Namun, dia menyadari semua kemarahan tuannya adalah kesalahan dirinya. Dia tahu, memang pantas dia menerima hukuman.
"Aku mohon, Tuan, ampuni putri-ku. Dia masih sangat kecil dan belum mengerti apa-apa. Aku mohon, Tuan. Kau boleh mengambil nyawaku, tapi jangan putri-ku. Biarkan, dia tetap hidup, Tuan!" renggek sang ayah mengiba melihat sang putri bungsu kesayangan sedang berada di ujung kematian.
"Habisii!!!" perintahnya tanpa ampun.
Dan, ZRAT ZRAT ZRAT. Sedetik kemudian tubuh sang ayah roboh dihadapan sang putri bungsu.
"Ayahh. Ayahh. Tidakkk ... Ayahhhh!!" sang putri bungsu menjerit. Meraung keras. Menangis sejadinya melihat ayah, ibu dan kakaknya mati di depan matanya.
"Bakar mereka!" Perintah pemilik suara. Sedetik kemudian kobaran api menyala dengan dahsyat bahkan sisa rintik hujan pun tak mampu memadamkan kobaran api tersebut.
"Ayah, ibu, kakak ... jangan tinggalkan aku sendiri. Ayah, ibu, kakak ... aku takut!!" deraian air mata membasahi pipi. Nafasnya tersengal tak beraturan. Seperti ada seseorang yang sedang mencekik lehernya.
***
Chyara terbangun dengan wajahnya yang sudah sembab. Dia memegangi dadanya yang terasa ngilu. Masih terasa menyakitkan dan butiran air mata kering masih melekat dipipinya.
"Hurff. Aku masih saja terus bermimpi hal yang sama padahal sudah lima belas tahun berlalu!"
Dddrrzztt dddrrzztt.Chyara membuka selimutnya. Duduk di tepi ranjang, meraih ponselnya yang sedari tadi tak berhenti bergetar.
“Chyaraaaa!!” teriakan Mozza dari seberang telpon memekakkan telinga.
“Uhm.”
“Kau sudah bangun kan? Aku mau beli sarapan, kau mau aku belikan apa?”
Dia berpikir sejanak, “Sepertinya beef sandwich dan susu coklat hangat cocok untukku santap pagi ini.”
“Oke. Aku tunggu, jangan datang terlambat!”
Chyara turun dari ranjangnya. Berjalan malas memasuki kamar mandi. Satu jam kemudian, dia sudah berada di Pine Restauran.
Chyara Clathria baru saja turun dari bus ketika Mozza membekap matanya dari belakang, "Astaga! Gadis pengganggu. Enyahkan-lah tanganmu dari mataku!" hardik Chyara kesal setengah mati karena tubuhnya hampir jatuh terhuyung akibat kecerobohan Mozza.
"Halah, tidak seru!" dia menunjukkan wajah cemberutnya yang dilipat seperti origami kapal-kapalan.
"Cih, benar-benar gadis pengganggu. Bisa-bisanya kau yang marah. Harusnya, aku yang memarahimu!" Chyara Clathria berkacak pinggang pura-pura marah terhadap temannya.
"Iya, iya, Chya ... maafkan aku deh!" Mozza tetap memasang wajah cemberutnya walaupun sudah meminta maaf.
Chyara menorehkan wajahnya, menyenggol sikut Mozza, "Katakan, ada apa lagi? Apa kau ribut lagi dengan Ben?" Chyara menebak hati Mozza biasanya kalau sudah seperti itu tidak lain tidak bukan dikarenakan berurusan dengan Benjamin pacarnya.
"Huh!! Sudahlah, aku malah membahasnya!" Mozza kesal berbalik badan berjalan meninggalkan Chyara masuk lebih dahulu ke restoran.
"Hei tunggu!" Chyara berlari kecil menyusul Mozza dan segera menggandeng lengannya saat memasuki pintu karyawan.
"Ini pesananmu. Beef sandwich dan susu coklat hangat." Mozza menaruh di meja kecil khusus untuk karyawan yang akan sarapan.
"Terima kasih, Zza. Mmm ... Kau bertengkar lagi dengan Ben?" pertanyaan berulang kali Chyara lemparkan ketika Mozza dan Ben bertengkar.
"Iya, tapi kali ini aku serius akan putus dengannya. Pokoknya putus!" Mozza sepertinya sudah membulatkan tekad.
"Benarkah? Minggu lalu kau juga bilang begitu!"
GRAUK! Chyara menggigit dan mengunyah sandwichnya.
"Sungguh, kali ini walaupun dia meminta maaf, aku tidak akan memaafkan!"
Dddrrzz dddrrzz. Ponsel Mozza bergetar, Chyara memutarkan bola matanya dan tersenyum.
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 40 Episodes
Comments
𝕽𝖈⃞Butirn𝕵⃟dBUᶜʙᵏⁱᵗᵃ
alowwww... alooowww... mimpirrrrr 👋👋👋😊
2022-02-28
1
Elisabeth Ratna Susanti
hadir 😍
2022-02-25
1