Malam itu hujan turun dengan sangat deras. Suara gemuruh dan kilatan petir menyambar ke segala arah. Membuat sunyinya malam tetap berirama dengan gemuruh mereka.
ZAAZZTTT DUUAARR. Satu keluarga baru saja pulang dari tamasya mereka di pantai. Sang ibu menyalahkan pemutar lagu dan mereka pun mulai bernyanyi bersama ....
Rain rain go away
Come again another day
We want to play
Rain rain go away ....
Mereka bertepuk tangan dan bersorak sangat bahagia. Sang ayah terus tersenyum saat melihat ketiga putrinya terlihat bergembira dari kaca spion. Hari ini, hari ulang tahun putri bungsu mereka yang masih berusia lima tahun. Demi mengabulkan permintaannya, sang ayah pun membawa mereka bertamasya ke pantai.
Penerangan jalan sangat terbatas dengan jalan berkelok dan licin. Kecepatan mobil tidak terlampau kencang karena licinnya jalan dan derasnya hujan akan sangat membahayakan mereka.
"Ayah, Ibu, tahun depan kita kesini lagi ya. Aku sangat senang. Kita bisa mencari kerang bersama-sama," ucap gadis manis nan imut itu yang berusia lima tahun. Dengan rambut di kepang dua dan memeluk boneka kelinci.
Sang ayah dan ibu tersenyum saling melirik saat mendengar celotehan manja dari putri kecil kesayangannya, "Baik, Tuan Putri ... Ayah berjanji tahun depan kita akan kembali lagi!" ucapan sang ayah membuat sang putri berbinar penuh bahagia, hingga.
Krekk Krekk Krekk
"Zath, hati-hati, sepertinya pohon di depan akan tumbang!" sang istri melihat dari kaca depan yang penuh dengan rintikan air hujan sebuah pohon besar akan tumbang. Mengingatkan suaminya untuk lebih berhati-hati.
"Tenang Melissa, aku pasti bisa melewatinya!" segurat senyum muncul disudut bibir suaminya. Senyuman kecemasan dalam dirinya. Dia, berusaha menenangkan hati istri dan ketiga anaknya.
"Ayah, awasss!!" teriakan mungil dari buah hati bungsu sedikit mengganggu konsentrasi menyetir ayahnya.
DAN BRAAKKK. Sebuah pohon besar jatuh tepat menghantam bagian belakang mobil mereka. Pecahan kaca mobil berterbangan sehingga membuat mobil oleng, dan saat mobil mereka akan berbelok ke penghujung jalan raya sang ayah berusaha menghindar. Namun, naas mobil malah terbentur pinggiran tepi jurang.
ARRGGGHHH! Suasana keceriaan beberapa detik lalu berubah menjadi menegangkan. Zath—sang ayah menyadari ada suatu hal lain yang akan menimpa mereka. Dia, menyadari malam yang tak biasa ini.
"Kalian tidak apa-apa?" ucap sang ayah menoleh kebelakang. Seketika mata sang ayah kembali membulat dengan lebar. Dia, dikejutkan dengan kehadiran dua orang yang memakai jubah merah dan kepalanya ditutupi.
"Rupanya kau sungguh pintar bersembunyi, Zath." Suara yang sangat dihafal sang ayah kini berada dihadapannya. Menyeringai dan menatapnya dengan tajam.
Dua buah hatinya sudah terluka parah sambil menangis dan merintih kesakitan ditangan salah seorang. Darah mereka mengalir diseluruh pelipis dan pecahan kaca dari mobil belakang banyak menempel pada wajah mereka.
"Ayahhh ... to-long aku. Aku ta-kutt!" tangis kecil dan teriakan dari kedua buah hati. Mereka tengah meronta ingin menjauh dari tangan yang mencengkram leher mereka dengan erat. Sementara putri bungsu kesayangan mereka dalam dekapan sang pemilik suara.
"Keluar kau!!" teriak sang pemilik suara memegang sang putri bungsu. Dia, membawa keluar putrinya dengan mencengkram leher belakang seperti mejinjing anak kucing.
BRAKK BRAKK. Mobil mereka terbelah menjadi dua. Grep. Blash. Sang istri dicekik didepan mata suaminya. Meronta tak bersuara. Menahan sakit disekejur tubuhnya.
"To-long ampuni mereka, Tuan!" sang ayah memohon, berlutut dan memegangi kaki pemilik suara yang masih terus mencengkram leher putri bungsunya dengan erat. Dia memohon pengampunan dan keselamatan untuk istri dan anaknya.
"Kau bilang ampuni, hah? Kau lupa kau itu adalah budak. Dulu, aku menolong-mu, tapi inikah balasan-mu?" Mata pemilik suara tadi memicing dengan tajam. Suara gemuruh dan petir bersautan saat sang pemilik suara menginjak remuk tangan sang ayah.
Arrrggghhh!! Teriakan memilukan dan kesakitan keluar dari mulut sang ayah. Sang putri bungsu hanya bisa menyaksikan dengan tangis yang sudah tertumpah.
"A-ayah! A-ayah!" pekiknya pelan.
"Habiskan, jangan sampai tersisa!" Perintahnya adalah ultimatum. Tak bisa dirubah oleh siapapun.
"Ja-jangan, Tuan, saya mohon ... lepaskan mereka, Tuan!" ronta sang ayah dengan tenaga yang masih tersisa. Bagaimanapun dia harus menyelamatkan istri dan putri-putrinya.
KREK KREK.Dua buah hatinya sudah dilepaskan. Dihadapannya. Mata sang ayah membulat keluar.
"Clara, Gisaa ... anakku bangunlah!" teriak pilu sang ayah menghampiri nanar kedua buah hatinya yang sudah tewas secara mengenaskan. Menggoyangkan tubuh mereka berkali-kali. Namun, mereka sudah tak bernyawa. Dan telinganya kembali mendengar.
KREK ZHATTTT BRUUKK.Kini giliran istrinya yang dibuang di hadapannya. Tubuh istrinya terbelah menjadi dua. Tergolek dan tak bernyawa dengan darah segar yang mengalir di kedua tubuhnya yang terbelah.
"Ib-uu, Ibuu, ka-kak!" teriakan histeris sang bungsu. Dia, baru saja melihat kedua kakaknya tewas. Kini disusul dengan sang ibu yang kematiannya lebih mengenaskan.
"Ayahhh ... tolong akuuu, aku tidak mau mati ... ayah tolong akuuu!" teriak sang bungsu bergetar dengan tubuhnya yang sudah kuyup di guyur air hujan. Sang ayah sudah sangat putus harapan. Namun, dia menyadari semua kemarahan tuannya adalah kesalahan dirinya. Dia tahu, memang pantas dia menerima hukuman.
"Aku mohon, Tuan, ampuni putri-ku. Dia masih sangat kecil dan belum mengerti apa-apa. Aku mohon, Tuan. Kau boleh mengambil nyawaku, tapi jangan putri-ku. Biarkan, dia tetap hidup, Tuan!" renggek sang ayah mengiba melihat sang putri bungsu kesayangan sedang berada di ujung kematian.
"Habisii!!!" perintahnya tanpa ampun.
Dan, ZRAT ZRAT ZRAT. Sedetik kemudian tubuh sang ayah roboh dihadapan sang putri bungsu.
"Ayahh. Ayahh. Tidakkk ... Ayahhhh!!" sang putri bungsu menjerit. Meraung keras. Menangis sejadinya melihat ayah, ibu dan kakaknya mati di depan matanya.
"Bakar mereka!" Perintah pemilik suara. Sedetik kemudian kobaran api menyala dengan dahsyat bahkan sisa rintik hujan pun tak mampu memadamkan kobaran api tersebut.
"Ayah, ibu, kakak ... jangan tinggalkan aku sendiri. Ayah, ibu, kakak ... aku takut!!" deraian air mata membasahi pipi. Nafasnya tersengal tak beraturan. Seperti ada seseorang yang sedang mencekik lehernya.
***
Chyara terbangun dengan wajahnya yang sudah sembab. Dia memegangi dadanya yang terasa ngilu. Masih terasa menyakitkan dan butiran air mata kering masih melekat dipipinya.
"Hurff. Aku masih saja terus bermimpi hal yang sama padahal sudah lima belas tahun berlalu!"
Dddrrzztt dddrrzztt.Chyara membuka selimutnya. Duduk di tepi ranjang, meraih ponselnya yang sedari tadi tak berhenti bergetar.
“Chyaraaaa!!” teriakan Mozza dari seberang telpon memekakkan telinga.
“Uhm.”
“Kau sudah bangun kan? Aku mau beli sarapan, kau mau aku belikan apa?”
Dia berpikir sejanak, “Sepertinya beef sandwich dan susu coklat hangat cocok untukku santap pagi ini.”
“Oke. Aku tunggu, jangan datang terlambat!”
Chyara turun dari ranjangnya. Berjalan malas memasuki kamar mandi. Satu jam kemudian, dia sudah berada di Pine Restauran.
Chyara Clathria baru saja turun dari bus ketika Mozza membekap matanya dari belakang, "Astaga! Gadis pengganggu. Enyahkan-lah tanganmu dari mataku!" hardik Chyara kesal setengah mati karena tubuhnya hampir jatuh terhuyung akibat kecerobohan Mozza.
"Halah, tidak seru!" dia menunjukkan wajah cemberutnya yang dilipat seperti origami kapal-kapalan.
"Cih, benar-benar gadis pengganggu. Bisa-bisanya kau yang marah. Harusnya, aku yang memarahimu!" Chyara Clathria berkacak pinggang pura-pura marah terhadap temannya.
"Iya, iya, Chya ... maafkan aku deh!" Mozza tetap memasang wajah cemberutnya walaupun sudah meminta maaf.
Chyara menorehkan wajahnya, menyenggol sikut Mozza, "Katakan, ada apa lagi? Apa kau ribut lagi dengan Ben?" Chyara menebak hati Mozza biasanya kalau sudah seperti itu tidak lain tidak bukan dikarenakan berurusan dengan Benjamin pacarnya.
"Huh!! Sudahlah, aku malah membahasnya!" Mozza kesal berbalik badan berjalan meninggalkan Chyara masuk lebih dahulu ke restoran.
"Hei tunggu!" Chyara berlari kecil menyusul Mozza dan segera menggandeng lengannya saat memasuki pintu karyawan.
"Ini pesananmu. Beef sandwich dan susu coklat hangat." Mozza menaruh di meja kecil khusus untuk karyawan yang akan sarapan.
"Terima kasih, Zza. Mmm ... Kau bertengkar lagi dengan Ben?" pertanyaan berulang kali Chyara lemparkan ketika Mozza dan Ben bertengkar.
"Iya, tapi kali ini aku serius akan putus dengannya. Pokoknya putus!" Mozza sepertinya sudah membulatkan tekad.
"Benarkah? Minggu lalu kau juga bilang begitu!"
GRAUK! Chyara menggigit dan mengunyah sandwichnya.
"Sungguh, kali ini walaupun dia meminta maaf, aku tidak akan memaafkan!"
Dddrrzz dddrrzz. Ponsel Mozza bergetar, Chyara memutarkan bola matanya dan tersenyum.
"Angkatlah. Jangan terlalu lama bertengkar. Ben pria yang baik," ucapnya, kemudian dia bangkit dari duduknya. Membuang bungkus sandwich yang sudah habis dia makan ke tempat sampah.
"Cih, tak usah menggurui. Bagaimana denganmu? Kau juga kan belum memberi jawaban pada Nath," dengus Mozza kesal tak mau kalah dengan cibiran yang dilontarkan temannya. Chyara hanya tersenyum kecut dan menggelengkan kepala melihat tingkah temannya.
"Berapa banyak aku harus mengantar hari ini, Nick?" Chyara berbicara saat seseorang pria berambut pirang dan bermata biru melewatinya.
"Belum ada jadwal pengantaran untuk hari ini. Kau bisa membantu Mozza di depan sementara," sahut Nick sambil mengecek persediaan dapur mereka.
"Ok. Katakan saja jika kau butuh hal lain, aku bisa membantu!" Chyara membuka pintu menuju area depan restoran. Dia mulai membersihkan dan mengecek kelengkapan meja.
Nick adalah kepala toko, koki sekaligus pemilik restoran. Dia bekerja merangkap semuanya. Dia sebenarnya senior di kampus Chyara yang sudah lulus.
Namun, dia diminta keluarganya untuk menjalankan restoran keluarga. Mereka, Chyara dan Mozza membantu Nick ketimbang mereka berdua menjadi pengangguran. Jika bukan weekend Chyara hanya bekerja part time bergantian dengan Mozza yang sudah tetap bekerja disana. Dia hanya bertugas mengantarkan pesanan makanan. Namun, jika kondisi mendesak sesekali dia membantu tugas Mozza.
"Chya, bolehkah aku minta tolong!" Nick menghampirinya dengan membawa selembar kertas dengan daftar belanjaan.
"Oke." Chyara mengambil selembar kertas tadi dan mengedipkan satu mata.
"Ingat, jangan membuat ulah. Aku tidak mau rugi lagi kalau bahan belanjaanku yang menjadi korban. Kalau kau sampai mengulangi, aku tidak akan segan memotong dari gaji-mu!" ancam Nick padanya yang minggu lalu dia sudah menumpahkan beberapa kantong susu karena dia terpeleset kulit pisang saat keluar dari swalayan.
"Haiizz, itukan kecelakaan. Kau sungguh perhitungan. Kalau kau potong lagi bagaimana nasib sewa kamarku?" keluh Chyara menunjukkan wajah mode on memelas setelah mendengar ancaman Nick.
"Aku tidak perduli. Kali ini tidak ada negosiasi!" tukas Nick.
"Ck, ck, pelit sekali! Baiklah, baiklah. Aku akan berhati-hati!" Chyara melepaskan appron yang melingkar di pinggang, berjalan mengambil helm dan keluar melalui pintu belakang.
Motor skuter adalah salah satu inventaris yang disediakan untuk keperluan berbelanja dan mengantar pesanan makanan. Chyara mengendarainya karena swalayan tempat membeli persediaan dapur harus melewati tiga blok dari tempatnya bekerja.
Dia bersiap menaiki skuter tak lupa memakai jaket untuk menutupi seragam yang dia pakai. Chyara memasang earphone ditelinganya, melalui ponsel dia memutar lagu kesayangan yang sudah ada di dalam playlist. Skuter melaju perlahan dengan kepala Chyara yang terus bergerak ke kanan dan ke kiri. Hingga dia larut dalam lagu kesayangannya.
Sebuah mobil hitam berjalan berdampingan dengan skuter Chyara. Sang Tuan duduk di belakang dengan menoleh kearah jendela. Namun, sedetik kemudian lampu hijau menyala, skuter Chyara pun melaju lebih dahulu.
Chyara memarkirkan skuternya di depan swalayan. Berjalan pelan memasuki swalayan. Dia ingin hari ini berlalu dengan cepat agar dia bisa memenuhi janji temunya dengan Nathan.
Tangannya mendorong kereta belanja. Memilih dengan cepat barang yang dibutuhkan oleh Nick. Dia segera membayar ketika semua barang yang dicari telah terpenuhi.
Chyara mendorong kereta belanjanya keluar swalayan saat seorang ibu berteriak, "To-long. Pencuri!" suara Ibu tadi berlari tersengal saat mengejar pencuri.
Mobil hitam tepat berhenti didepannya. Seorang tuan dengan setelan jas mahal dan sepatu mengkilap baru saja turun dari mobil tersebut. Pencuri yang berlari kearah Chyara, dia yang berniat membantu akhirnya mengambil satu keranjang telur yang sudah di belinya.
Dengan panik Chyara menaruh keranjang telur itu di hadapannya mengambilnya satu dan bersiap mengambil aba-aba untuk melempar.
"Rasakan inii ... dasar pencuri kurang ajar!!" Chyara berteriak lantang dan melemparkan telur-telur tadi secara sembarangan.
*Pluk pluk pluk pluk**.* Beberapa telur mengenai pencuri dan berhasil dilumpuhkan oleh bantuan petugas yang sedang berjaga.
"Hahaha, rasakan. Dasar pencuri kurang ajar!!" dia masih memaki dengan gemas dan berkacak pinggang saat beberapa orang bersetelan hitam menghampirinya.
"Arrrggghhh!" teriak Chyara saat dua orang menyergapnya dengan penuh kemarahan.
"Sa-sakit. Sakit. Lepaskan tanganku!" ronta Chyara berusaha membalas dengan tendangan di kakinya.
Brukk. Seperti karung beras dia di lempar hingga tersungkur hampir mencium sepatu seseorang.
"Maaf, Tuan Elderick ini orang nya!" ucap salah seorang yang melemparkan tubuh Chyara, orang tadi menyuruh menangkap Chyara.
"Hei, kalian se-enaknya sa-ja...," Chyara berdiri dan langsung berkacak pinggang di hadapan orang tadi. Namun, sedetik kemudian.
SWISHH.Seketika hidung orang yang berhadapan dengan Chyara beraksi. Seperti mencium aroma yang enak. Menggugah selera makannya.
Bau apa ini?
UWIKK, "Ahahahahahh..," Chyara tertawa terbahak dengan polosnya seperti tak memiliki dosa melihat wajah orang d hadapannya penuh dengan telur.
"Lucunya, kau lucu sekali! Wajahmu lucu!" dia bahkan tak sadar orang tadi menatap geram dan para pria yang mengelilinginya, menatap dia bagai panah yang akan menusuk jantungnya.
Chyara memutar kedua bola matanya. Dia segera menyadari kesalahannya. Ah, telurnya. Dia melemparkan telur yang sangat dibutuhkan Nick. Dia teringat dengan ancaman gaji yang akan dipotong oleh Nick kalau dia membuat masalah.
"Astaga ... Nick!!" Chyara membekap mulutnya. Panik, berbalik dan akan meninggalkan orang tadi.
BLASH
"Arghh," pekiknya. Orang tadi mencengkram tepat jaketnya di bagian leher belakang.
"Kau mau pergi? Kau, sungguh monyet liar! Bahkan kau belum meminta maaf padaku!" suara dengan nada keras penuh penekanan terdengar seperti ancaman yang sangat nyata di telinganya. Apa? Dia, bilang apa barusan? Mo-nyet? Mata Chyara langsung mendelik.
Namun, saat dia melihat mata yang sudah memicing dengan tajam. Seolah akan memakannya hidup-hidup. Dia, langsung memasang senyum terindah yang terlihat oleh orang dihadapannya seperti orang yang sedang meringgis menahan sesuatu.
"Ma-maafkan, aku, Tuan. Aku mohon!" Chyara melipat kedua tangan memohon permintaan maaf.
BRAKK.Chyara dilemparkan lagi. Ah. Sakit. Apa sih main lempar. Memangnya aku barang. dengus Chyara kesal dihati.
"Kau fikir cukup dengan kata maaf, hah!" deliknya.
"Haduhhh..., Tuan, ayolah jangan pelit. Kau kan sangat kaya, masa hanya sebuah jas saja kau permasalahankan!" cibir Chyara bersuara dengan lantang.
KREK!
"Awww, sakit!" ringgisnya. Menahan kesakitan saat seseorang dengan jas hitam memelintir lengannya.
"Maaf, Tuan Elderick. Biarkan kami yang membereskan!" suara salah seorang maju lebih dahulu disamping orang yang di panggil Elderick. Menatap Chyara seolah akan melenyapkannya hidup-hidup.
Elderick menatap tajam Chyara dan hidungnya tak bisa berkompromi dengan aroma yang dikeluarkan dari tubuh Chyara. Dasar pria gila. umpat Chyara balas menatap Elderick dengan tajam.
Astaga. Dia sangat berani bahkan tak takut saat menatap mataku.
"Ambilkan handuk dan air untuk membasuh wajahku, Mark!" perintahnya. Mark langsung menolehkan wajahnya, dia merasa salah mendengar.
"Apa Tuan?" Mark mencoba mengulangi perintah.
"Apa telinga-mu rusak, hah!" Elderick memicingkan mata dengan tajam karena merasa perintahnya ditolak.
Dddrrttzz dddrrttzz dddrrttzz. Chyara merasakan getaran disaku celananya. Mengangkatnya karena satu earphone masih terpasang di telinganya.
“Kau dimana? Kenapa lama sekali. Aku membutuhkan barang-barang itu. Cepat kembali!” Nick terdengar tak sabaran di ujung telpon.
“Tunggu sebentar ya, Nick, aku sedang dalam masalah.” Chyara berbicara berbisik melirik wajah Elderick yang terus menatapnya.
“Kau gila. Cepat kembali. Toko sudah mau buka!” Nick terdengar emosi berteriak dengan keras langsung memutus telponnya.
Chyara melirikkan matanya melihat sosok Elderick yang terlihat tak suka dengannya, "Tu-tuan, ayolah!" dia berusaha membujuk. Elderick hanya memutarkan bola matanya tanpa menggubris ucapan Chyara. Masih membersihkan wajahnya yang terkena lemparan telur darinya.
"Isshh!!" Chyara mendesis dan melangkah maju kearah pria tadi. Melirik saku jas pria yang di panggil Mark lalu menarik penanya.
"Tuan, saya ada urusan mendesak. Jika anda sudah menghitung biaya laundry, Anda bisa menghubungi saya di nomor ini!"
Berani sekali dia! Elderick mendelik dan bergumam dalam hati. Chyara tanpa ragu menarik paksa lengan pria tadi. Menuliskan nomor telponnya di lengan pria tadi sambil tersenyum semanis mungkin lalu meletakkan pena tadi di telapak tangannya.
"Hah, apa?!" bukan hanya Elderick yang melonggo melihat tingkat Chyara. Namun, para pengawal dan tentu saja Mark yang tak habis pikir Chyara mendapatkan keberanian yang besar darimana.
"Astagaaa. Hei, kau. Monyett liar!!" Elderick berteriak. Namun, gadis itu sudah tak berjejak dihadapannya.
"Saya akan menyuruh pengawal mengejar, Tuan!" Mark bersiap akan memberi perintah kepada pengawal.
Pletak. Elderick melemparkan pena yang dipegangnya hingga mengenai dahi Mark. Mark sedikit meringgis sambil menyentuh dahinya.
"Tidak perlu. Kau jangan ikut campur. Monyett liar itu biar aku sendiri yang tangani." Elderick memicingkan mata kepada Mark seolah berkata jika kau mengganggu, kau mati.
GLUK! Mark bergidik dan segera mengalihkan perhatiannya, "Saya akan mengantarkan anda untuk mengganti baju terlebih dahulu, Tuan."
"Hemm." Elderick masuk ke dalam mobil. Sesaat dia melirik lengannya yang masih tergulung dengan angka yang Chyara tinggalkan. Seberkas senyum melingkar di kedua ujung bibir Elderick, dia menyentuh nomor-nomor tadi mengcopynya kedalam memori.
***
Salam hangat dariku selalu untuk para readerku yang baik hati. Mohon dukungannya untuk karya terbaruku, berikan vote, rate 5, like dan tinggalkan komentarmu. Sungguh sangat berharga dukungan darimu, terima kasih. Jangan lupa mampir juga, Mr. Arrogant's Baby!
Chyara langsung memarkirkan motor skuternya. Nick sudah berkacak pinggang di depan pintu masuk karyawan menyambut kedatangannya.
"Kau lama sekali, Chyaaa!" dengus Nick menghampirinya. Membantu menurunkan dan membawa masuk belanjaan Chyara.
"Maaf, Nick. Sungguh aku tidak sengaja!!" Chyara membuntuti Nick sambil membawa sisa belanjaan.
"Sudah, aku sibuk. Kau bantulah Mozza. Kau tahu kan ini weekend!" Nick langsung sibuk menata barang yang di beli oleh Chyara.
"Iyaa!" Chyara berbalik dan melangkah, "Eh, dimana telurnya?" gumamnya.
"CHYARAAA!!” suara Nick kembali menggelegar, Chyara menoleh, meringgis.
"Iya, iya Nick, kau bisa potong dari gajiku!" dia menunjukkan wajah sedih saat memohon.
"Hurff" Nick menghela nafas kesalnya.
"Terima kasih, Nick. Kau memang yang terbaik!" seraya memenangkan piala Chyara tersenyum lebar dan meninggalkan Nick.
Huh, kalau tidak karena pencuri dan pria gila tadi, gajiku tidak akan kena potong. Bagaimana aku mencari tambahan uang sewa yang akan jatuh dalam waktu dua hari ini. Batin Chyara bergemuruh sambil membantu Mozza membereskan meja.
"Nih, kau kenapa lagi?” Mozza memberikan segelas ice lemon tea untuk Chyara. Dia terlihat kesal.
"Huh, harusnya aku tidak ikut campur tadi!" desisnya. Mozza memicingkan mata dan menaikkan kedua alisnya.
"Hehh ... karena aku berusaha menolong seorang ibu yang dicuri tasnya. Aku malah melemparkan sekeranjang telur milik Nick, lalu aku juga masih harus menggantikan baju laundry pria gila tadi!" cibirnya dengan emosi yang berkobar-kobar.
"Bagaimana bisa?"
"Telur yang kulempar tak sengaja mengenai wajah juga bajunya dan aku harus mengganti biaya laundry. Aku baru menyadari, sepertinya baju yang dipakainya merk terkenal, huhuhuhh, Zza ... bagaimana ini." Dia meratapi kesedihan juga kesialannya hari ini.
"Kalau soal biaya sewa bulan ini jangan kau pikirkan, kau bisa pakai uangku dulu.” Mozza yang sangat tahu kondisi dan kesulitan yang sedang Chyara hadapi.
"Terima kasih, Zza. Aku malu, selalu saja merepotkanmu!"
"Kau masih saja sungkan? Aku ini temanmu, aku pasti membantu."
"Biarkan aku cari jalan keluarnya dulu ya, Zza, jika memang sangat mendesak aku pasti meminta bantuan-mu."
"Janji ya!"
"Iya.” Chyara tahu jika dia meminta bantuan Mozza atau Nick, keduanya pasti dengan tangan terbuka membantu.
"Chya, ini pesanan makan siang. Tolong kamu antar." Nick keluar dengan sepuluh box kotak makan siang dan secarik bon untuk tagihan pembayaran membuyarkan obrolan keduanya.
"Baik, Nick. Aku putar motor dulu kedepan!" dia bergegas keluar lewat pintu samping, Mozza membantu Nick membawa beberapa box makannya.
"Hati-hati ya Chya. Kali ini box makanan loh!" Nick mengingatkan.
"Ya ampun, Nick. Bisakah kau berdo'a yang baik-baik. Kalau seperti itu, kau seperti sedang menyumpahiku," dengus Chyara kesal.
"Hahaha, bercanda Chya. Sepertinya sangat ajaib kalau kau pulang tanpa cerita yang seru!" ledek Nick.
"Sudah, Nick, jangan menggodanya. Nanti kita kena complain karena terlambat mengantar!"
"Oke, oke. Pergilah Chya!" tanpa aba-aba dia yang masih kesal segera menancapkan gas di motornya.
***
Chyara tiba di salah satu gedung yang menjulang tinggi. Dia segera memarkirkan motor dan menurunkan satu persatu box makanan yang sudah di susun dalam paper bag oleh Nick dan Mozza. Dia meletakkan dua paper bag yang dibawanya di depan meja resepsionis.
"Kalau lantai lima puluh, aku harus pakai lift yang mana?" ucapnya. Resepsionis tampak kebingungan.
"Lantai lima puluh? Maksud-mu lantai lima puluh memesan makanan ini?" Resepsionis terlihat tak percaya.
"Ini benar alamatnya disini, kan?" Chyara mengeluarkan bon tagihan pembayaran. Mata resepsionis membulat tak percaya, apalagi saat dia melihat nama pemesan dalam tagihan bon tersebut atas nama Elderick Balian.
"Ka-kau bisa menggunakan lift yang itu!" tunjuk resepsionis kearah lift khusus dan memanggil salah satu pengawal yang bertugas.
"Tolong antarkan, Nona ini ke lantai lima puluh," ucap resepsionis dan pengawal tadi pun sempat tak percaya dengan ucapannya.
"Kau serius menyuruh-ku mengantar ke lantai lima puluh?" tegas pengawal tadi.
"Iya, cepatlah!" sambil mengusir pengawal tadi agar bergegas mengantarkannya. Kenapa mereka bingung. Apa ada yang salah? Batinnya.
(Dua jam sebelumnya)
Elderick tak dapat fokus pada pekerjaannya. Dalam benaknya terus terbayang aroma yang sangat dia inginkan. Namun, dia menyadari hal itu tidak boleh dilakukannya.
"Mark, pesankan aku sepuluh kotak makan siang!"
"Ma-maaf? Makan siang, Tuan?" Mark kembali mengulangi ucapan tuannya sambil berpantomim. Dia merasa ada yang aneh. Biasanya disaat tuannya sedang tidak fokus ataupun marah. Dia memintanya membawakannya seorang wanita untuk pelampiasan.
"Telinga-mu sepertinya perlu aku robek!" Elderick geram melihat tingkah Mark.
"Ba-baik akan saya pesankan, Tuan!" Mark mengeluarkan ponsel dan akan memilih beberapa restoran sebagai rekomendasi.
"Kau pesan di Pine restoran atas namaku dan bayar di tempat!" perintahnya. Memutar kursi yang sedang dia duduki. Seberkas senyuman tersirat dari wajah Elderick.
Sebentar lagi kita akan segera bertemu, monyet liar-ku.
TRING. Pintu lift terbuka, pengawal tadi menahan pintu sejenak untuk Chyara.
"Silahkan, Nona!"
"Terima kasih, Pak, tapi maaf saya harus mengantarkan ke ruangan yang mana?" Mata Chyara menoleh ke kanan dan kiri. Dihadapannya adalah sebuah lorong dengan beberapa ruangan dan paling pojok terlihat sangat berbeda karena yang paling besar.
"Nona lurus saja, disana ruangan direktur kami!" jelas pengawal tadi sambil menunjuk kearah ruangan yang paling besar.
"Ah, baiklah. Sekali lagi terima kasih!" dia hanya menjawab dengan anggukan lalu pintu lift tertutup.
Chyara berjalan pelan dengan membawa dua paper bag yang masing-masing berisi lima kotak makan siang. Sepi sekali. Batinnya kembali berdiskusi. Matanya terus berkeliling membuat buluk kuduknya tiba-tiba berdiri saat melewati beberapa ruangan yang terlihat tak ada seorang pun penghuni. Kosong dan sunyi.
Kenapa tak ada seorang pun, apa Nick salah mencatat alamat pemesan. Dia kembali bertanya dalam hatinya. Langkah kakinya terhenti saat dia sudah berdiri di depan pintu ruangan yang di tunjuk pengawal tadi. Chyara meletakkan paper bag yang dibawanya di lantai.
Chyara mencoba mengetuk pintu. Namun, sedikit pun dia tak memperoleh jawaban.
“Maaf, apa ada orang? Hallo, makan siang anda sudah sampai!” ucapnya sambil mendekatkan telinganya di daun pintu.
Tetap tak ada jawaban. Chyara kembali lagi menolehkan kepalanya melirik lagi kanan dan kiri. Benar-benar membuatnya berdebar. Jantungnya berdebar dengan cepat, buluk kuduknya lagi-lagi berdiri.
“Hallo, apa ada orang? Makan siang anda sudah sampai!” sekarang dia sedikit mengeraskan suara sambil menempelkan kedua telapak tangannya di pipi. Tetap tak ada jawaban. Sepi dan kosong. Dan.
BLASH! Chyara merasakan semilir angin menyapu wajahnya dan dia mengkrejapkan kedua mata. Buluk kuduknya kembali meremang.
“Aarrgghh!” pekiknya mulai merasa takut. Chyara berbalik badan. Membuka pintu dan membawa masuk kedua paper bag-nya.
“Hallo, pesanan makan siang anda sudah sampai!” dia yang sudah berada dalam ruangan yang ternyata ruangan itu pun kosong. Benar-benar tak ada orang. Astaga, bagaimana ini? Sepuluh kotak makan siang. Jika Nick tahu ini orderan palsu, dia pasti tidak akan percaya. Arrgghh. Chyara mulai frustasi bagaimana nanti dia akan menjelaskannya kepada Nick.
“Kau sudah datang!” suara seseorang saat Chyara berbalik badan membuat semua paper bag yang dia pegang berhamburan ke segala arah dan dia sendiri terperanjat kaget hingga pantatnya tersungkur di lantai.
“Arrggh! Hantuuu!” teriak Chyara menutup kedua matanya.
Sejenak tak terdengar lagi suara. Perlahan dia membuka kedua tangannya yang menutupi wajahnya. Dari bawah Chyara melihat sepatu mengkilap menyentuh lantai, meyakinkan dirinya bahwa yang dia teriaki bukanlah hantu, lalu celana formal yang rapih juga licin. Lebih jauh lagi keatas dia melihat jas yang sangat rapih dan tentu saja sosok sang pemilik dihadapannya lebih menyejukan mata.
Pria tampan bertubuh tinggi dan atletis dengan rambut yang ditata sangat rapih, benar-benar terlihat seperti pria metroseksual. Membuatnya sesaat terhipnotis oleh ketampanan sang pemilik, tapi senyuman smirk dari sosok pria tersebut mengubah semuanya.
“Sudah puas menatap-ku!” cibir-nya.
“Kau!” dengus Chyara mencoba berdiri sambil memegangi kaki pria tadi.
“Apa masih kurang?” pria tadi memajukan wajahnya membuat Chyara mundur satu langkah menghindar.
“Kau yang pesan makan siang?” ucap Chyara tanpa basa-basi dia sudah malas berlama-lama.
“Hemm”
“Oh, baiklah kalau begitu, ini tagihan makanan-nya cepat bayar!” sambil menyerahkan secarik kertas yang dia ambil dari saku celana-nya.
“Makanan? Maksud-mu aku harus makan itu ...,” bola matanya berputar sambil menunjuk ke lantai.
“Yaa, ampuunn, Nick!” Chyara menepuk jidatnya sendiri setelah melihat semua makanan yang dibawanya tadi tercecer berserakan di lantai. Dia menghela nafas-nya lalu kembali menatap tajam pria di hadapannya. Aku benar-benar sial hari ini.
“Semua ini salah-mu, jika kau tadi tidak membuatku kaget, semua ini tidak akan terjadi!” Chyara menunjukkan bibir kerucutnya karena kesal.
“Kau menyalahkan-ku? Apa tidak salah. Kau saja yang bodoh!” umpatnya.
“Hei, kau, nama-mu ...,” Chyara melihat lagi kertas tagihannya, sekilas pria tadi tersenyum saat melihat Chyara begitu panik.
“Ah, iya, Tuan Elderick Balian!”
“Uhm.”
“Dengarkan aku bicara dulu!”
“Uhm.”
“Hei, aku bilang dengarkan aku bicara dulu, jangan kau potong!” hardik Chyara tambah kesal. Elderick terdiam sambil melipat kedua tangannya di dada.
“Dengarkan aku, Tuan Elderick Balian. Arrghh. Begini saja aku akan gantikan uang makananmu, tapi saat ini keuanganku sedang tidak baik jadi aku akan cicil saat aku terima gaji nanti!” Chyara menjelaskan dengan nada panik berharap Elderick mengerti. Dia mencoba bernegosiasi dengannya.
Lucu dan imutnya monyett liar-ku ini kalau sedang panik.
“Lalu?”
“Yaa, untuk saat ini aku mohon kau bayarkan dulu tagihannya!” pintanya.
“Baiklah!”
“Sungguh. Kau sedang tidak mempermainkanku kan?” Chyara spontan mencengkram kedua lengan Elderick. Dia mendelikkan mata-nya.
“Ma-af, Tuan, ta-pi aku sungguh berterima kasih.” Chyara kembali menyodorkan bon tagihannya.
“Memangnya, aku bilang sudah setuju!” ucap Elderick berbalik badan dan duduk santai di sofa sambil melipat kembali kedua tangannya.
Astaga. Benar-benar pria gila, aku pikir tadi dia sudah setuju mau membantuku. Habislah kali ini uang gaji-ku di potong semua oleh Nick.
Hurf. Ayo-lah memohon padaku.
Dddrrttzz ddrrttzz ddrrttzz. Chyara merogoh sakunya, Elderick langsung memasang telinganya dengan tajam.
“Iya, Nath,” sahutnya. Suara Chyara berubah lembut menjawab panggilan dengan wajahnya yang bersemu.
Bisa-bisanya dia menunjukkan wajah seperti itu. Elderick geram sendiri di hati sambil mengepal kedua tangannya.
“Kau dimana? Masih mengantar makanan?” Nathan bertanya dengan sangat lembut.
“Uhm.”
“Aku mau mengajakmu makan siang, bisa-kah?” Chyara tersenyum.
“Baiklah, aku akan segera kesana.”
“Aku tunggu di tempat biasa.”
“Uhm.” Telpon terputus, Chyara memasukkan kembali kedalam sakunya.
“Aku pamit dulu, Tuan!” Chyara berbalik badan dan akan pergi.
GREP! Elderick mencengkram tangan Chyara dengan erat, “Apa aku sudah menyuruhmu pergi? Lancang sekali kau!” hardiknya dengan tatapan penuh amarah.
“Akh, sakit!” pekik Chyara.
“Bereskan dulu kekacauan yang kau buat!”
***
Salam hangat dariku selalu untuk para readerku yang baik hati. Mohon dukungannya untuk karya terbaruku, berikan vote, rate 5, like dan tinggalkan komentarmu. Sungguh sangat berharga dukungan darimu, terima kasih.
Jangan lupa mampir juga, Mr. Arrogant's Baby!
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!