BAB 11#KAGET NIKAH

Rumah keluarga Besar Atmaja.

"Pa, kita mau kemana sih sebenarnya malam - malam begini,"

"Kita mau ke Villa - tempat dimana Afnan dan Irene tinggal karena mereka lagi terjebak masalah disana. Oh ya kamu sudah bawa buku nikah mereka yang ada di kamar Afnan,"

"Sudah, Pa. Tapi mereka terjebak masalah apa disana, Pa,"

"Mereka ditahan sama para warga karena dikira mereka adalah dua remaja yang sedang menghabiskan waktu berdua untuk berbuat zina dan mereka tidak bisa membuktikan bahwa mereka berdua telah menikah karena buku nikah mereka tertinggal di rumah ini,"

"Astaga, Afnan. Memang anak yang ceroboh. Sudah menikah juga masih saja ceroboh,"

"Sudah ayo cepat, kita harus segera kesana sebelum anak dan juga menantu kita itu dinikahkan paksa untuk kedua kalinya,"

****

Villa Keluarga Besar Atmaja.

Pukul 21:00.

Anwar dan Rania yang sudah khawatir dengan keadaan Irene dan juga Afnan langsung berlari masuk ke dalam Villa.

"Dimana anak - anak saya, Pak," Tanya Rania pada para warga desa yang sedang menunggu Afnan dan Irene keluar dari kamar mereka.

"Anak - anak? Oh, dua remaja itu anak - anak bapak dan ibu,"

"Dimana anak - anak saya, Pak. Bapak jangan coba - coba untuk berbuat macam - macam ya dengan mereka berdua. Ada luka sedikit saja pada anak dan menantu saya. Maka bapak - bapak semua akan berurusan dengan saya,"

"Ma, gak boleh emosi kayak gitu,"

"Iya, tapi mama ini khawatir Pa sama Afnan dan juga Irene,"

"Iya ya, Papa tau. Udah biar Papa aja yang bicara sama mereka semua. Mohon maaf bapak - bapak semuanya, kalau boleh saya tau dimana ya anak dan juga menantu saya,"

"Itulah yang kami gak tau. Sejak tadi kami disuruh menunggu disini tapi mereka berdua belum keluar juga dari kamar,"

"Dikamar?!,"

****

Tok..Tok..Tok...

"Afnan, siapa itu? Jangan - jangan itu para warga menyebalkan itu. Jangan bilang mereka mau menikahkan kita berdua secara paksa untuk kedua kalinya. Menikah secara paksa denganmu untuk pertama kalinya aja udah bikin aku kesal. Apalagi harus menikah paksa denganmu untuk kedua Kalinya. Aku lebih baik loncat dari balkon ini sekarang juga,"

"Yaudah loncat,"

"Hah?! Coba sekali Lu ulangin kata - kata Lu barusan,"

"Yaudah loncat,"

"Ih gila Lu ya jadi suami. Gak ada niatan kamu untuk mencegah aku supaya aku gak loncat,"

"Gue nyuruh Lu buat loncat karena gue tau kalau Lu gak bakalan ngelakuin hal sebodoh itu,"

"Kalau gue tetap loncat juga gimana,"

"Ya itu artinya Lu bego,"

Afnan pun melenggang pergi menuju ke pintu kamar untuk membukakan pintu itu.

"Afnan, lu mau kemana lagi sih?,"

"Mau buka pintu," Teriak Afnan.

"Lu gila ya, bagaimana kalau yang ada di depan itu para warga yang sedang mengamuk sama kita,"

"Udah Lu tenang aja kan ada gue. Terus apa gunanya gue disini kalau gak bisa jagain Lu,"

****

*Irene POV*

Nah, nah, ini nih kata - kata dia yang bikin gue lemah iman. So sweet banget gak sih dia, eitsss tapi tunggu dulu gue gak boleh baper sama pria mesum menyebalkan anak dakjal seperti dia.

Ya kali gue mau ngejatuhin harga diri gue demi mengejar pria seperti dia. Ya masih okean Kak Salman sih menurut gue. Tapi ya dia juga gak jelek - jelek amat juga sih.

*****

Afnan membuka pintu kamarnya secara perlahan. Dan, betapa senangnya mereka berdua saat mengetahui bahwa yang mengetuk pintu kamarnya itu adalah Rania - Mama dari Afnan.

"Mama," Afnan memeluk mamanya.

"Ya ampun sayang, kamu gak apa - apa kan,"

"Afnan gak apa - apa kok, Ma,"

"Bagaimana dengan kamu Irene, mereka semua gak ada melukai kalian berdua kan?,"

"Irene gak apa - apa kok, Ma. Mereka semua juga tidak ada melukai Irene dan juga Afnan,"

"Baguslah, kalau begitu ayo sekarang kita semua turun. Jangan takut, Mama dan Papa sudah bawakan buku nikah kalian berdua. Ayo turun,"

Afnan dan Irene bersama dengan Rania berjalan menuruni tangga menuju ke lantai bawah untuk menemui para warga yang sedang mengobrol dengan Anwar.

****

Ruang Tamu Villa.

Setelah Afnan, Irene, dan juga Rania sudah turun ke lantai bawah dan duduk diantara para warga, mereka semua pun mulai membahas tentang kesalahpahaman yang telah terjadi.

"Baik, bapak - bapak sekalian. Disini saya selaku orangtua dari Afnan ingin memberitahukan bahwa anak saya - Afnan dan juga menantu saya - Irene itu sudah menikah secara sah dimata hukum, negara, dan juga agama," - Rayyan.

"Tuh lu pada dengar kan, kalau kita berdua ini memang sudah sah menikah. Orang menikahnya baru tadi pagi kok. Ya emang sih nikahnya secara paksa tapi kan yang penting sah," - Irene.

"Ireneee, tenang dulu ya," - Rania.

"Iya maaf, Ma. Emosi soalnya," - Irene.

"Udah manggil mama aja lu sama nyokap gue," - Bisik Afnan.

"Apaan sih lu, masih aje bisa bercanda di waktu tegang seperti ini," - Bisik Irene.

"Hidup itu gak usah terlalu dibawah serius, santai aja kayak di pantai," - Bisik Afnan.

"Ih, memang benar nih kayaknya ada kabel di otaknya yang putus makanya jadi kagak bener pikirannya," - Gumam Irene.

"Baiklah, Bapak Anwar dan Ibu Rania biar sebagai bukti saja kepada para warga yang lain. Apakah bisa saya melihat buku nikahnya?,"

"Oh tentu saja, Pak. Ini buku nikah anak saya," ( Rania memberikan buku nikah Afnan dan juga Irene kepada salah satu warga yang umurnya terlihat lebih tua dibandingkan yang lain )

"Coba saya lihat sebentar ya, Bu, Pak,"

"Iya silahkan, Pak," - Anwar.

Setelah melihat keseluruhan isi dari buku nikah Afnan dan juga Irene, Pria berusia sekitar 50 tahun itu pun mengembalikan buku nikah itu pada Rania.

"Lah ternyata Lu - Lu pada udah nikah, terus ngapain berbuat zinanya di semak - semak kan bisa disini, bikin capek aja nangkap basah Lu pada," - Ucap seorang warga Pria yang kelihatannya umurnya masih 28 tahunan.

"Wah, sembarang aja nih mulutnya kalau ngomong. Sejak kapan saya dan juga suami fake saya ini sedang berbuat zina di semak - semak. Tadi itu saya jatuh dan kaki saya terkilir, dia sebagai suami yang bertanggung jawab menolong saya dan akan menggendong saya untuk kembali ke Villa. Tapi anda - anda semua malah mau seret - seret kami ke kepala desa dan mengancam akan menikahkan kami secara paksa untuk kedua kalinya. Tolong dong menikah secara paksa satu kali sama nih orang aja udah bikin darah tinggi apalagi kalau saya harus dua kali nikah secara paksa sama nih orang bisa mati saya,"

"Bener banget kata istri terpaksa saya ini, kami sudah cukup menderita karena pernikahan terpaksa ini. Lagipula, darimana ceritanya ketika dua orang yang tidak saling mencintai bisa melakukan hal tidak terpuji seperti itu. Saya ini adalah seorang CEO di Perusahaan ternama loh. Dan dengan gampangnya kalian semua menuduh saya seperti itu,"

"Afnan, Irene, sudah. Masalahnya sudah selesai," - Anwar.

"Karena berhubung masalahnya sudah selesai, kami semuanya mohon maaf dan permisi terlebih dahulu ya,"

"Iya silahkan, Pak. Mari biar saya antar," - Anwar.

****

*Irene POV*

Nah setelah masalah itu selesai, Om Anwar dan Tante Rania akhirnya memutuskan untuk pergi ke Villa lain yang tak jauh dari Villa tempat kami tinggal. Villa itu juga milik keluarga besar Atmaja. Aku agak sedikit kagum sih dengan keluarga Atmaja karena selain memiliki perusahaan yang berkembang sangat baik. Mereka semua juga memiliki hotel, rumah sakit, dan Villa sendiri.

Nah, setelah Om Anwar dan Tante Rania pergi. Disini nih keributan antara aku dan Afnan kembali terjadi...

****

"Pokoknya gue mau tidur dikamar malam ini karena perbuatan Lu tadi, pinggang gue jadi sakit,"

"Lu itu gak punya hati ya, Awh..Awh..Awh," Irene yang refleks berdiri saat memarahi Afnan membuat ia lupa bahwa kakinya sedang terkilir. Dan akhirnya membuat ia pun duduk kembali di sofa.

"Kenapa? Sakit lagi kakinya,"

"Udah tau masih nanya,"

Afnan tiba - tiba saja pergi begitu saja tanpa menjawab sepatah katapun ucapan dari Irene.

"Ih memang dasar laki - laki gak punya hati. Udah gue duga kalau setuju untuk nikah sama dia itu adalah keputusan terburuk yang pernah gue ambil seumur hidup gue,"

Tak lama setelah Irene mengomel pada dirinya sendiri, Afnan kembali datang menghampirinya sembari membawa sebotol minyak pijat yang ia bawa dari rumah.

"Kok lu balik lagi? Ngapain? Mau menertawakan gue karena gue gak bisa jalan gitu,"

"Memangnya muka gue nampak sejahat itu apa,"

"Menurut Lo?,"

Afnan pun tak menanggapi ucapan dari Irene. Ia malah berlutut dihadapan Irene dan mulai menyentuh secara perlahan salah satu kaki Irene yang terkilir akibat terjatuh. Hal itu, membuat Irene sedikit takut sekaligus baper karena ia tidak pernah diperhatikan seperti itu sebelumnya oleh seorang pria.

"Lu mau ngapain sih?,"

"Kaki yang terkilir itu bisa bahaya. Lu mau selamanya gak bisa jalan cuma karena terkilir doang. Udah sini gue pijitin dan jangan banyak bicara,"

"Tumben baik Lo sama gue,"

"Gue emang selalu baik sama semua orang. Jadi jangan kege'eran deh,"

"Ih siapa juga yang kege'eran sama Lo. Gue itu cewek mahal jadi mana mungkin baper sama cowok mesum menyebalkan terus anak dakjal seperti Lo,"

"Udah dipijitin tapi masih aja banyak bacotnya. Dasar istri gak tau diri,"

"Ih siapa juga yang mau jadi istri Lo ya. Ini semua itu fake. Pernikahan kita itu fake, Lo juga suami fake, pokoknya kehidupan setelah pernikahan kita ini semua fake,"

"Gue rasa muka Lo juga fake soalnya cantik cuma karena makeup dan filter doang, gak seperti Nathalia yang cantik alami luar dalam,"

"Kalau Lo masih suka sama siapalah itu namanya, kenapa gak Lo nikah aja sama dia terus Lo tinggalin gue disini,"

"Gue kan udah bilang, 3 bulan lagi gue akan keluar negeri buat menemui Nathalia. Dan, gue juga akan menyiapkan surat perceraian kita. Udah selesai, gue mau tidur dulu. Lo tidur disini soalnya Lo punya banyak hutang Budi sama gue,"

Afnan pun bangkit dan berjalan pergi meninggalkan Irene.

"Iiihhh, dasar suami gak punya otak. Seharusnya dia yang ngalah untuk tidur disini. Eh ini malah dia yang nyuruh gue notabene seorang wanita tidur di ruang tamu tanpa selimut dan bantal,"

"Tuh selimut sama bantalnya jadi gak usah teriak - teriak lagi, udah malam ini," Afnan melemparkan selimut dan bantal ke arah Irene. Setelah itu, ia pun kembali pergi meninggalkan Irene yang masih kesal dengan dirinya.

"Ini orang memang udah kelewatan ya nyebelinnya, gue seumur - umur belum pernah diperlakukan seperti ini. Harga diri gue jatuh cuma karena menikah dengan pria modelan kayak dia,"

Malam itu, Irene dengan perasaan kesal dan marah terpaksa harus tidur di ruang tamu. Ia tidur diatas sofa dengan bantal dan selimut yang Afnan berikan padanya. Sementara, Afnan hanya berdiri di Balkon dan terus memikirkan tentang Nathalia yang hingga saat ini belum bisa ia hubungi.

Download

Suka karya ini? Unduh App, riwayat baca tak akan hilang
Download

Bonus

Pengguna baru dapat mengunduh App untuk membuka 10 bab secara gratis

Ambil
NovelToon
Novel sejumlah besar sedang menunggu Anda baca! Juga ada komik, buku audio, dan konten lain untuk dipilih~
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!