Diantara dinginnya malam kuterlarut dalam kehangatanmu, biarkan bulan menjadi saksi atas pertemuanku denganmu. Pada awalnya kumeragukan adanya keajaiban sampai akhirnya kamu membuktikannya,
kehangatan ini,
rambut lembut ini,
suara manis ini,
pikiranku hanya dipenuhi namanya,
hatinya terus menyuarakan namanya,
mataku tak bisa berpaling darinya,
Artia...
mataku tak kuat membendung air mata saat menyadari, dialah yang kucari.
Dalam dekapan pelukan berkali-kali kuyakinkan diri bahwa inilah dia, bukan ilusi ataupun imajinasi, kehadirannya membuatku gemetar dipenuhi rasa syukur. Tak ada luka ditubuhnya, ia masih sama seperti Artia yang ku kenal.
Menyadari tubuhku yang gemetaran Artia mengusap lembut kepalaku dan berbisik tepat di telingaku tanpa melonggarkan sedikitpun pelukannya.
Artia :”Jadi maksudmu kamu bakal mencium gadis secara acak seperti tadi tanpa mengenalinya dulu?” jawab jailnya,
Dion :”Eng-Enggk gitu! Maksudku-“
Artia :”Iya, Iya aku Cuma bercanda. Ngomong-ngomong kemana, Vista?”
Dion :”.........”
Artia :”Dion? Ada apa?”
Dion “Katanya dia bakal nyusul entar.”
Artia :”Gitu..ya.....tapi maaf banget loh ya ini, Dion, bisa enggk sekarang kmu lepasin aku dulu? Gerah bgt rasa ini.”
Dion :”HA?! MAAF-MAAF!” kulepaskan pelukanku dengan paniknya,
Tia langsung berdiri dan membalikkan tubuhnya seakan menyembunyikan wajahnya dariku sebelum ku melihatnya.
Tia :”Bisa berdiri?” tanyanya tanpa melihatku sambil terus membelakangiku,
Dion :”Sepertinya.” Saat aku hendak berdiri Tia mengulurkan tangan kirinya kebelakang ke arah padaku, karena tak bisa melihat wajahnya aku tak paham apakah ada makna khusus darinya melakukan hal ini, tanpa menanyakan hal yang tak perlu kugapai tangan itu dan berjalan disampingnya bergandengan tangan, sedangkan tangan kiriku menjangkau dan membawa kotak kado disampingku tanpa sepengetahuan Tia.
Kami berdua berjalan dengan pelan, wajah Tia menghadap ke arah sebaliknya dariku begitu juga denganku. Tia memasukkan tangan kanannya ke dalam saku, sedangkan tangan kiriku menggendong sebuah kotak kado berukuran sedang.
Tercipta suasana canggung sempurna diantara kami dan hanya
terisa keheningan yang seakan mencekikku dengan kuat.
Tentu saja cangguh seperti ini, gadis yang sudah menolakku malah ku cium dan kupeluk se agreasif gitu, bahkan pacarpun ragu melakukannya dan aku hanya orang yang sudah di tolaknya malah melakukan hal itu, pantas aja canggung bet.
Ku gunakan setiap sel otakku untuk mencari solusi sampai mengeluarkan keringat yang cukup banyak, keringat mengalir dan menetes melalui daguku tanpa bisa ku berbuat apapun karena kedua tanganku sibuk, disaat yang
sama Tia melirikku dan melihat kotak kado yang kubawa.
Disaat aku lengah ia langsung merebutnya dan membukanya tanpa izinku,
Tia :”Wah! Apa ini? Hadiah natal? Hmmm.... habis kutolak nampaknya diam-diam kamu mulai PDKT ke cewe lain ya? Untuk siapa ini? ATA? Namanya ATA ya?” Tia membaca label nama di bungkusan itu.
Tia :”Apa ya isinya?” Tia merobek dan membuka kotak itu tanpa ragu,
Tia :”Waw, sebuah syal putih, natal banget banget g sih hadiahnya...(Tia melilitkan syal itu di lehernya tanpa ragu) Gimana cocok?” Tanyanya sambil berdiri didepanku,
Dion :”I-Iya....Co-cocok kok.” Jawab gugupku bercampur bahagia dengan berkali-kali membuang mata setiap kali mata kita hendak bertemu.
Tia :”Syal ini ku ambil! G bakal kubiarkan orang yang baru aja ku tolak langsung cari mangsa lain!”
Dion :”Lah kok ngatur gitu? Tapi yah, sebenarnya ATA itu singkatan dari Artia sih....” jawabku sambil membalikkan badan menyembunyikan wajahku yang memerah.
Tak ada jawaban.........
Sunyi, tak ada suara apapun dan saat ku lirik ke belakang dia langsung menempelkan wajahnya ke punggungku mencoba menyembunyikan wajahnya. Ku putar sedikit kepalaku mencoba mengintip wajahnya,
Artia :”JANGAN NGINTIP!” Tia mendorong pipiku dengan telunjuknya menghentikanku untuk mengintipnya.
Lagi-lagi kami terjebak dalam kesunyian ini, ketika aku mau mencoba menghancurkan kesunyian ini dan membuka mulutku tiba-tiba Artia melepaskan diri dari punggungku dan menatap langit seakan menyadari sesuatu.
Gumam kecil Tia :”Kenapa kau begitu kejam padaku.”
Tia membalikkan badan dan berjalan ke arah Alun-alun sambil menunduk mengubur wajahnya didalam syal putih itu, dengan bergegas ku ikuti dia di sampingnya dan langkah kami terhenti di sebuah zebra cross pertigaan jalan,
menunggu lampu lalu lintas berubah menjadi merah.
Lagi-lagi kami terkubur dalam keheningan.
Walaupun tak ada satupun kendaraan yang terlihat namun ku hentikan langkahku karena melihat Tia menghentikan kakinya terlebih dahulu.
Tia :”Dion..”
Dion :”Hmm?”
Tia :”Maaf, sebenarnya aku ingin jujur padamu.”
Tia berdiri di depanku sambil menundukkan kepalanya.
Dion :”Ada apa Tia?” saat ku turunkan ketinggian kepalaku mencoba mengintip wajahnya yang terkubur dalam syal putih itu. Tia memegang syal itu dengan kedua tangannya dan menariknya ke atas mencoba menutupi sebagian dari wajahnya. Setengah dari wajahnya benar-benar tertutup namun terlihat jelas telinganya yang berubah kemerahan itu membuat jantungku berdetak dengan cepat.
Ya Tuhan, kenapa dia sangat imut sekali!!
Melihat tingkah lucunya membuatku aku melupakan semua rasa lelah dan kedinginan ini.
Ku ambil satu langkah mendekat dan menundukkan tubuhku dengan perlahan untuk mengintip wajahnya yang sedang memerah dari bawah namun tiba-tiba saat wajah kami sejajar wajahnya langsung keluar dari dalam syal dan langsung menciumku saat lengah. Ciuman langsung ke mulut darinya.
Aku yang terkejut dengan apa yang terjadi melihat wajah Tia yang begitu memerah sambil menutup kedua matanya membuat kepalaku kosong tak dapat berpikir kembali.
Setelah ia melepaskan ciumannya pun wajahnya masih memerah dan menghindari kontak mata denganya dan kembali mengubur wajahnya didalam syalnya,
Artia :”I-inilah perasaanku yang sebenarnya...” Tia menarik syalnya ke atas mencoba menutupi wajah merahnya sebisa mungkin,
Hah?!
Tubuhku serasa melayang dan tak bisa kurasakan, perkataan Tia langsung terekam sempurna dalam otakku dan terputas berulang kali seakan mencoba memastikan tak salah mendengarnya.
Dalam sesaat ku kira jiwaku keluar dari tubuh, namun ternyata tidak,
ini bukanlah mimpi kan? Ini bukan ilusi kan?
Ku tatap sekali lagi wajah malu-malunya yang terkubur syal putih dariku itu membuatku bahagia sampai terasa melayang-layang.
Tanpa membiarkan kesempatan besar ini lepas, sambil berharap ku raba kedua kantong celanaku.
ADA!!!!
Ku sentuhkan lutut kananku ke tanah dan mengeluarkan sebuah kotak cincin dari saku celanaku, membuka kotak itu di hadapannya dan berkata.
Dion :”Artia...”
Artia :”Iya, Dion....” jawabnya menahan tangis dengan mata yang berkaca-kaca,
Dion :”Maukah kau menjadi pacarku?”
Dengan wajah memerahnya Tia mengulurkan tangannya mengangguk kecil sambil menutup kedua matanya.
Dengan perasaan bahagia tiada tara ku masukkan cincin itu ke jari manisnya secara perlahan, dan teringat kembali semua kenangan dan perjuanganku mulai dari pertemuan, rasa cinta, pendekatanku, sampai akhirnya aku bisa mengisi jari manisnya dengan cincin dariku.
Setelah selesai Tia langsung memeluk cincin yang ada di jari manisnya dengan tetesan air matanya yang tak terbendung.
Tia :”Ini artinya aku sudah resmi jadi pacarmu kan? Hehe.” Tia tersenyum sambil meneteskan air matanya,
Ku pasangkan cincin yang sama ke jari manisku mengikutinya dan menunjukkan padanya.
Dion :”Begitulah....”
Tia :”Terima kasih banyak, Dion. Karna aku udah resmi, sebagai pacar kmu aku punya permintaan pertamaku untuk pacarku.”
Kebanggaan dan kebahagiaan menyelimuti diriku, membuatku merasa bisa melakukan apa saja dan tak ada yang bisa menghentikanku, dengan wajah penuh keyakinan ku jawab dengan tegas.
Dion :”Tentu saja! Akan ku kabulkan semua permintaanmu! Katakan saja apa yang kamu mau.”
Untuk pertama kalinya Tia mengangkat wajahnya keluar dari syal dan melihatnya tersenyum lebar walaupun air matanya terus mengalir. Rambut dan mata yang memantulkan cahaya rembulan dan bintang mengkilap indah bagaikan amethys, rambut panjang halusnya yang terurai oleh angin malam, sebuah perban yang sama sekali tak rapi melilit di kedua tangannya, pemandangan ini, adalah pemandangan yang tak ternilai, sebuah harta paling berharga di dunia, senyuman yang pantas untuk dilindungi dengan segala harga.
Dalam senyuman manis berbingkai air mata itu ia mendorongku menjauh dan berkata,
Tia :”Tolong, lupakan aku.”
*BRUAK!*
Sebuah truk besar menghantam Artia dengan kecepatan penuh dan membawanya sampai menabrak supermarket hingga bangunan itu hancur. Sebelum tubuhku bergerak gadis yang tersenyum padaku menghilang begitu saja dari hadapanku, butiran butiran air matanya yang masih tertinggal bercampur dengan darah menghujani ku dan disekitarnya, Di dalam bisunya malam di bawah lampu merah terdengar suara tawa. Tawa seorang pemuda yang telah kehilangan akal sehatnya.
**
Bersambung - Selanjutnya : [Arc 4, 3 Of Us : Theodor sang Penguasa Waktu]
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 54 Episodes
Comments
Junaedi
seru
2022-04-06
1
Aumy Re
mampir baca lagi ka
tetap semangat up 💪💪
2022-03-31
0
El_Tien
mencari seseorang kadang hanya lah obsesi
2022-03-22
1