Apa itu cinta?
Sebuah perasaan, tindakan dan juga keinginan tanpa adanya logika didalamnya, perlahan-lahan akan terus menggerogoti tubuh sampai akhirnya kau akan kehilangan segala yang kau punya.
Dan sebutan yang paling tepat adalah virus.... itulah cinta.
Tak ada obat, dirimu akan terus terpaku pada seseorang tak peduli apapun pengorbanannya, satu persatu hal dari dirimu akan mati, itulah harganya. Jati diri, menjadi hal pertama yang sudah kau bunuh dengan keputusanmu sendiri tanpa sadar.
“Jadi, Cinta itu adalah hal yang buruk?”
*Tersenyum*
“Tidak.... justru itu adalah hal yang paling indah,jauh lebih indah dari apapun di dunia ini... “
Harta,
Ambisi,
Dendam,
Dan juga Tahta,
“Walaupun terlambat, namun diriku yang sekarang sudah menyadari, bahwa semua itu hanyalah bongkahan kosong, Tak ada hal yang lebih indah dari sebuah Cinta, Cintalah perwujudan kesempurnaan di dunia ini.”
“Andaikan saja kau mengerti betapa indahnya kesempurnaan itu- Tidak, Kau pasti akan segera mengerti...”
Kutarik pelatuk yang sudah ku arahkan ke pria yang tergeletak di atas lantai,
*Dorr*
Kubalikkan badan melangkah maju, meninggalkan 2 bayangan sahabatku dibelakang.
“Kini sudah tak ada lagi jalan untuk mundur, Jika mereka menginginkan perang, itulah yang akan mereka dapat.”
.
.
.
.
.
.
.
Duduk menikmati sebuah waktu yang tak ternilai harganya ini, dengan tersenyum lebar dan jantung yang berdetak begitu kencang, perasaan tenang nan bahagia membuatku melupakan semua rasa sakit sebelumnya, Semua hanya karena gadis dengan wajah yang belepotan oleh coklat dan sedang terlihat begitu serius mengaduk adonan sembari sesekali menatap langit-langit seakan membayangkan sesuatu hingga membuatnya senyum-senyum sendiri.
Suara lalu lalang dan obrolan pada murid yang melewati lorong di depan ruangan kami, sama sekali tak menjangkau kami, Di Dunia bisu tanpa suara ini, langit dan mentari perlahan bergeser dan membentuk sebuah bayangan 2 orang.
Hari sudah mulai sore dan sekolah mulai di kuasai oleh keheningan seketika. Aku pun terkejut sekaligus menahan tawa, Keseriusan dan ketelitiannya membuatku takjub diwaktu yang sama juga cukup lucu, mulai dari mengatur takaran bumbu ia begitu berhati-hati hingga membaca buku panduan sebanyak 5x pada setiap langkahnya, ia bahkan menimbang setiap gram bahan-bahan yang hendak ia campurkan ke dalam adonannya, kalau Vista melihat ini kujamin dia akan menjadi orang pertama dan yang paling keras tertawanya.
Bahkan saat memasukkannya ke dalam oven, ia duduk memeluk lutut menatap adonannya yang perlahan mulai mengembang itu tanpa menoleh kekanan atau kekirinya sedikitpun, matanya tertuju pada adonan dan juga jam tangan di tangannya, Ia bahkan mulai menghitung tiap detiknya dalam gumaman kecilnya.
...25
26..
27..
28...
29...
30...
Melihatnya seserius itu membuat hati ku tenang,
Tak peduli seberapa ngeselin dan juga kekanak-kanakannya dia, pada akhirnya dia tetaplah seorang wanita. Terlihat begitu jelas dengan kecantikannya, andai saja dia pendiam seperti ini pasti kecantikannya g akan sia-sia.
Duduk berdampingan dengannya menyatu dengan lantai, ku nikmati setiap kesempatan dan mengabadikannya ke dalam HPku, Wajah saat ia serius, Wajah saat ia ceroboh, Wajah saat ia ber imajinasi, Wajah kebingunan saat membaca buku panduan, Tak ada satupun momen yang terlewatkan, Akan kujaga dan kusimpan harta berharga ini
di HP ku.
Saat aku mengarahkan kameraku sekali lagi ke wajahnya tiba-tiba ia berhenti menghitung dan langsung bangkit dari duduknya, membuka oven dan langsung mengambil loyang panas itu dengan tangan kosong.
Dion :”TIA!” Ku bergegas meraih tangannya namun terlambat,
Ia sudah memegang loyang itu dengan santainya namun tak sengaja menumpahkan loyangnya saat terkejut melihatku disampingnya memegangi kedua tangannya.
***Gubrak!* ** Suara loyang jatuh dan menumpahkan isinya ke lantai.
Dion :”Kau baik-baik saja?!” ku buka kedua tangannya dan memeriksa luka bakar yang ada di jari-jemarinya,
Dari pada merasakan sakit, wajahnya justru memerah dan dengan paniknya menyembunyikan wajahnya dengan memasukkan kepalanya ke dalam kantong plastik bekas bahan-bahan yang ia beli.
Artia :”Se-Se-Se-Sejak k-kapan Kamu disini?!”
Melihat luka bakarnya yang cukup parah itu ku tarik tangannya ke sebuah wastafel dan mengalirkan air ke sepasang tangan kecil itu tanpa henti. Menarik tangan kecil gadis yang kepalanya tertutup oleh kantong plastik, sungguh pemandangan yang aneh namun aku tak terpikirkan hal itu, hal pertama dan terfokus dalam pikiranku adalah mengobati luka bakar Artia secepatnya.
Dion :”Ingat! Diam disini! Jangan coba-coba menarik tanganmu dari air ini ya! Beri aku waktu 10 detik, aku akan kembali!”
Sebelum mendengar jawabannya aku langsung berlari ke arah UKS dan mengambil beberapa perban dan juga berbagai macam obat yang terlihat, tidak seperti Artia Aku tak pernah punya pengalaman melakukan pertolongan
pertama oleh karena itu ku bawa semua yang bisa kubawa padanya.
Sesuai janji aku kembali 10 detik kemudian dan memberikan pertolongan pertama sesuai petunjuk dan arahan Artia. Balutan perban yang sama sekali tidak rapi dan acak-acakan hanya sekedar cukup kuat hingga tak mudah
lepas, saat membedakan pada perban ditanganku yang terbungkus rapi membuat terlihat begitu jelas betapa jauhnya pengalaman kita berdua.
Sesaat aku melihat perban milikku sendiri aku panik dan langsung terkejut, aku sangat yakin kalau tadi perbanku sudah berubah menjadi merah merona oleh darah bangsawan itu, namun sekarang terlihat bersih seakan tak pernah terjadi.
Dion :”Maaf ya, gara-gara aku kamu jadi menjatuhkan masakanmu.” ku tundukkan kepala menyesali perbuatanku,
Andai saja aku lebih cepat...
Ku tatap sebuah roti coklat yang bertaburan dilantai,
Artia :”A....Em.....Eng-“ Dengan panik Artia langsung membuatku berdiri tegap lagi,
Dion :”Maaf banget, enggk usah khawatir pasti aku ganti kok, mau aku beliin saja atau kubantu membuatnya lagi? Ah! Jangan-jangan ini untuk orang lain kan?! Maaf banget aku bakalan minta maaf ke orang itu dan jelasin semuanya!”
Pada akhirnya kami berdua dilanda kepanikan dengan alasan yang berbeda, Di balik kantong plastiknya ia memutar-mutar kepalanya mencoba membuang mukanya walaupun sudah tak terlihat itu, sedangkan aku sendiri
berusaha keras meminta maaf dengan mengeluarkan sejumlah uang dari dompet kurusku.
Artia :”Sebenarnya Kue itu aku buat untuk Papaku, besok hari ulang tahunnya.” Jawab Artia dengan memalingkan wajahnya ke kanan.
*JLEB*
Bagai sebuah tombak, menusuk dengan dalam dan menyakitkan menuju hatiku, tak dibutuhkan waktu kurang dari satu detik membuatku terkubur oleh rasa bersalah yang begitu besar ini. Dengan gemetaran ku keluarkan semua
uang yang ada di dompetku sampai tak tersisa.
Dion :”Ka-Ka-Kalau g-gitu biar ku ganti d-dengan.... Kue terenak dan te-termahal disini! Tu-Tunggu ya aku akan segera kembali, dan jangan khawatir aku takkan kabur kok!” ku berlari bergegas membeli roti coklat terenak dan termahal di kota ini, harganya setara dengan uang jajanku selama 2 minggu, apalagi habis borong novel keuangan tabunganku bertahun-tahun habis begitu saja, Tapi jika hal ini bisa membuatnya tersenyum aku rela melakukannya
dengan senang hati.
Terdengar suara tawa dan menghentikan langkahku sebelum membuka pintu.
Artia :”Hahahahaha, Maaf-Maaf, aku bohong kok, ini bukan untuk papa.”
Saat ku berbalik, Artia sudah melepaskan kantong plastik diwajahnya dan mengusap air matanya yang habis tertawa terbahak-bahak.
Dion :”Jadi itu untuk kamu sendiri? Tetap saja aku akan menggantinya, Tunggu ya!”
Artia :”Enggk kok...” Jawab jail Tia sambil melangkah perlahan ke arahku, saat aku sedang bergulat dengan kemungkinan di pikiranku, ku tebak satu persatu kemungkinan yang ada,
Dion :”Vista?”
Artia :”Salah..” Ia menambah langkah kakinya,
Dion :”Pak Haza?”
Artia :”Salah..” lagi-lagi menambah langkah kakinya,
Dion :”Senti?”
Arita :”Salah....Lagian siapa Senti?”
Dion :”Nama yang baru ku buat.”
Tak ada satupun yang benar dan semua jawabanku semuanya salah, hingga tak kusadari Tia sudah berdiri tepat didepanku.
Artia :”Dion?”
Dion :”I-iya?” kutatap mata Artia dengan sedikit gugup
Artia :”Selamat ulang tahun yang ke – 18! Maaf ya harusnya besok tapi karena sudah ketahuan kayak gini jadi percuma ditutupi, besok aku bawain kue yang sebenarnya deh,tapi untuk sekarang sabar dulu ya.”
Jari telunjuknya menyentuh ke dadaku sambil sedikit jail.
Terdiam bagai patung, pikiran kosong, diantara bahagia, kaget dan juga lega menjadi satu.
Dion :”J-Jadi itu untukku?”
Artia membalikkan badan sambil menyembunyikan rasa malunya,
Artia :”He’em, Rencananya si-“
*Wuushh*
Sebelum ia menyelesaikan kalimatnya dengan cepat ku berlari dan mengambil roti yang sudah mulai dingin di lantai itu.
Artia :”Di-Dion! Apa yang kamu lakukan?! Jangan dimakan! Itu sudah kotor! Jangan masukin makanan kotor ke mulutmu! Nanti sakit perut!”
Artia mencoba menghentikan tanganku yang menggapai roti dilantai-lantai itu.
Dion :”Maaf, Tia... Setidaknya tolong biarkan aku memakannya, ini permintaanku.”
Kulepaskan pegangan Artia yang membatu itu dan memakan semua roti yang sudah dingin itu dengan lahapnya tanpa henti, hanya membutuhkan waktu beberapa detik saja untuk menghabiskan semuanya.
Dion :”Enaknya banget! Suatu saat bakal ku balas, bersiap aja nanti pas Ultahmu, Tia!” ku usap-usap kepalanya hingga membuat berantakan rambut ungunya itu.
Menatap Tia yang duduk dilantai bersamaku, ia menundukkan wajahnya dan terdiam tak mengatakan apapun dan merespon komentarku. Ketika aku kebingungan tiba-tiba tangannya diangkat ke arah wajahku secara perlahan,
kucoba mendekatinya..
Dion :”Ad-du-duh....” Tia mencubit dan menarik pipiku tanpa
mengatakan apapun.
Dion :”T-Tia?”
Saat tanganku hendak menggapai wajahnya tiba-tiba Tia terkejut dan mundur beberapa senti menjauh dari jangkauan tanganku.
Artia :”Ma-Mau apa kamu?!” tanya Tia dengan terbata-bata sambil membuang wajahnya dariku,
Dion :”Enggk, aku Cuma heran aja kamu kenapa, lalu..... Enggk deh lupain, ngomong-ngomong kenapa kamu lebih milih buatin aku kue? Kalau kado ultah mah lebih mudah beli saja kan? Itu lebih murah dan mudah dari pada bikin kue kan?”
*Plok* Tia menepuk kedua pipinya dan memberanikan diri menatapku secara langsung,
Artia :”Tentu saja, karena kamu adalah teman terbaikku, tentu saja aku tidak mau ngasih yang setengah-setengah padamu.”
Dion :”Teman ya...” gumam kecilku menunduk lemas,
Artia :”Dion? Ada apa?”
Tak peduli seberapa keras aku berjuang, seberapa banyak ku berkorban namun jika aku tak keluar dari zona pertemanan ini maka semuanya akan percuma.
Dion : “Mari kita akhiri hubungan pertemanan ini…… *Ku keluarkan dan kubuka kotak cincin dari Kak Noel kearah Tia*Dan mau kah kau menjadi pacarku\, Tia?”
Seketika aku terkejut dengan reaksi Artia.Dari pada terkejut ia lebih terlihat takut untuk sesaat dan di ikuti air mata yang berlinang di kedua pipinya.
Artia :”Eh...Maaf, aduh... kenapa tiba-tiba keluar air mata? Apa habis ngupas bawang ya? Aneh banget.” Tia mengusap air matanya namun semakin ia mengusapnya semakin deras air mata yang berlinang. Dengan tersenyum ia mencoba menyembunyikan reaksinya tadi.
Dion :”Jadi bagaimana? Apakah kamu setuju?”
*Klap* Tia menutup kembali kotak cincin itu,
Artia :”Maaf, Dion aku tak bisa.” Dengan senyum yang dipaksakan bersama air mata yang tak terbendung itu Tia menolakku dengan selembut mungkin.
Dion :”Ta-Tapi kenapa?! Apa karena-“ Tia menutup mulutku dengan jari telunjuknya,
Artia :”Kumohon, Dion. Bisakah kamu tinggalkan aku sendirian untuk saat ini?”
Tanpa menanyakan hal lain ku turuti permintaannya, semakin ku memaksakannya akan malah berakibat sebaliknya, terlihat begitu jelas di wajahnya. Tak ada pilihan lain selain pulang dengan tangan dan juga hati kosong.
Dion :”Baiklah, Maaf sudah membuatmu terkejut, Tia.” Kutinggalkan ruang masak dengan kegagalan yang sangat mengecewakan.
Berjalan ke ruang kelas mengambil tas dan berjalan langsung keluar wilayah sekolah tanpa melihat kembali kebelakang. hari sudah mulai gelap, satu persatu lampu jalanan menyinari jalan gelap yang kutapaki, tak peduli seberapa banyak lampu yang menyala, tak peduli seberapa banyak bintang yang bersinar, tak peduli seberapa keras bulan berjuang menerangi dunia ini, takkan ada yang bisa lagi menyinari dan mewarnai jiwaku.
Pikiran kosong,
Tatapan kosong,
Apa itu kematian?
Saat nyawa terlepas dari wadahnya? Bukan..... Kematian adalah ketika kita kehilangan makna dari kehidupan itu sendiri. Menjadi sebuah wadah kosong, bergerak tanpa tujuan, hidup dalam perintah dan bayang-bayang. Bagaikan
sebuah batu kerikil di pinggir jalan, itulah kematian yang sebenarnya.
Kutatap langit malam,
10 tahun,
Aku sudah cukup berjuang kan, Tuhan?
Hidup menjadi orang lain lalu hidup tanpa menjadi siapa-siapa,
Saat kecil aku sudah merasakan sisi gelap manusia,
Saat besar aku sudah menentang ketidak adilan takdir,
Sudah cukup kan?
Apakah aku sekarang sudah boleh beristirahat?
Sementara itu di ruang masak sekolah,
Artia melihat ada sisa potongan kecil roti di loyangnya, dalam diam ia mencicipinya saat membersihkannya.
Artia :”Dasar pembohong, mana ada roti asin seperti ini terasa enak?”
.
.
.
Artia :”Jadi, apa mau mu? Kebetulan suasana hatiku sedang kurang bagus sekarang.”
Kata Tia terhadap 2 bayangan hitam dibelakangnya.
Pria bangsawan :”Selamat malam,Putri Artia....atau mungkin kau lebih suka di panggil tuan putri seperti dulu, Tuan putri Celestia Artia, Putri kedua kerajaan Celestia.”
Artia :”Seperti biasa kau suka sekali memancing emosiku, Theodor.”
Theodor :”Tidak, Tidak, Tidak, aku sekarang sudah besar mana mungkin aku berani melawan Anda, aku tak ingin kehilangan leher berhargaku ini, mohon maaf atas kelancangan saya, Tuan putri.”
*Haaahhhhh*
Artia menghela nafas panjang dan membalikkan badan diikuti kedua orang itu langsung berlutut dihadapannya,
Theodor :"Perintah sudah diturunkan, Executor telah bergerak." Tiba-tiba suara theodor menjadi serius,
Artia menatap langit-langit "Nampaknya hanya sampai disini."
Theodor :"Tenang saja, kami berdua akan terus melindungi anda!"
Artia :"Terima kasih, tapi Theodor, Astrea, aku punya permintaan untuk kalian beruda, ini adalah permintaan terakhirku." Artia mengeluarkan sebuah lencana bangsawan khusus dari dalam sakunya dan menghancurkannya tanpa ragu dihadapan Theodor dan juga Astrea.
Kepingan-kepingan lencana bersimba darah itu jatuh kelantai membuat genangan yang memantulkan kedua wajah pria yang terkejut melihat Artia yang sudah membulatkan keputusannya.
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 54 Episodes
Comments
Achi
💪💪💪
2022-07-15
0
Neyna 🎭🖌️
semangat 💪💕💕
2022-06-30
0
meli meilia
mampir lg thor..😁
2022-03-24
1