Manusia itu, semuanya diperbudak oleh sesuatu.
Harta,
Ambisi,
Dendam,
Tahta,
Dan juga,
Cinta....
Kita adalah makhluk yang lemah, kita hidup hanya menjadi budak dari idealisme kita sendiri. Dengan adanya Idealisme itu manusia tak ragu untuk berbohong, mengorbankan hingga membunuh hanya untuk kepuasan individu.
Namun ironinya dengan adanya idealisme itu manusia merasa hidup, mengenal apa itu bahagia, kepuasan serta hasrat. Tak ada seorangpun didunia ini yang bisa lepas dari ikatan rantai idealisme mereka sendiri.
Lantas dengan apa aku terikat? Harta? Ambisi? Dendam? Tahta? Atau Cinta? Pada awalnya aku sangat yakin kalau hidupku tertuju pada satu orang, dia yang membuatku memiliki tujuan, dia yang membuatku tersenyum, dia
yang membuat jantungku berdetak dengan kencang setiap melihat ataupun memikirkannya.
Iya benar.....
ini adalah Cinta, aku takkan menyangkalnya.
Dion :”AKU MENCINTAINYA! AKU, ASTERIT DIONA MENCINTAI ARTIA! JIKA MENYANGKUT ORANG YANG KU CINTA MAKA SUDAH JELAS AKU AKAN MELINDUNGINYA!” Teriak kerasku di hadapannya dan juga seisi kelas, sambil menghadang pintu keluar,
Kupikir aku di perbudak oleh cinta, namun apa-apaan ini?
Tanpa kusadari aku sudah mengepalkan kedua tanganku, mata tak berkedip sedikitpun menatap pria sebaya didepanku dengan tatapan tajam. Bukan tatapan yang seharusnya seperti orang yang pertama kali bertemu.
Ingin,
Ingin sekali,
Ingin sekali ku hantam wajah mulus itu dengan tanganku, terus, terus, terus sampai hancur,
Jauh di dalam diriku berisik,
‘Bunuh!.’
Saat aku tersadar pria itu sudah tersungkur di bawahku, menggeliat kesakitan memegangi wajahnya sambil menjerit kesakitan, aku hanya kebingungan dengan apa yang terjadi sampai ku lihat tangan kananku yang sudah berlumuran darah pria itu, perban bersih yang sudah ditata dengan rapi dan bersih oleh Artia kini telah berubah menjadi merah dan kotor.
Ku terdiam dalam teriakan pria yang menahan rasa sakit itu dan mulai mengerti
Oh, jadi ini yang namanya Dendam......
Tubuhku terasa ringan, perasaanku begitu bahagia, tak bisa kututupi senyuman lebar yang terlukis di wajahku.
Dion :”RASAKAN ITU! DASAR BANGSAWAN!”
Ku injak-injak tubuhnya yang terbaring di lantai dengan raut wajah menyeramkan hingga tak ada seorangpun yang berani menghentikanku, aku bahkan lupa kalau seisi kelas sedang melihatku. Namun semua orang langsung tercengang, saat kakiku di hentikan oleh pria itu.
Kupikir semua itu hanya dongeng......
Kupikir semua itu hanya kebohongan belaka agar kita tak menentang para bangsawan....
Mereka menjadi bangsawan bukan karena mereka dibedakan dari rakyat biasa namun karena memang mereka
benar-benar berbeda, bukan dengan rakyat biasa bahkan setelah melihat hal ini
aku masih bertanya-tanya......
Apakah dia benar-benar manusia?
Apakah kita benar-benar dari spesies yang sama?
Mereka menjadi bangsawan karena mereka memang berbeda dari kita,yang hanya manusia biasa.
Sekujur tubuhnya bersinar menyala seperti layaknya sinar mentari,
Pria bangsawan :”Seekor budak takkan pernah bisa mengalahkan kami para bangsawan. Seharusnya kau sudah tau itu, atau otak kecilmu tak mengetahui posisimu saat ini?” Ia kembali berdiri tegak dan menatapku dengan tajam, semua luka di tubuhnya menghilang tak ada bekasnya sedikitpun,gigi-giginya pun utuh kembali bahkan pakaiannya yang ternodai oleh bekas darahnya semuanya hilang bersama cahaya itu.
Tubuhku terhenti tak bisa kugerakkan tak peduli seberapa keras kumencoba aku tak bisa menggerakkannya bahkan satu jaripun tak bisa, kulirik kebawah, kaki pria itu bersinar dan menginjak kakiku menggunakan kakinya yang bersinar itu.
Wajah pria itu perlahan mulai mendekat, semakin dekat wajahnya semakin besar hasratku ingin menghajarnya lagi tanpa mempedulikan kekuatannya.
*GRAP!*
Ia menggenggam wajahku dengan tangannya kanannya, perlahan demi perlahan tangannya mulai bersinar semakin terang dan terang, tak ada rasa panas ataupun dingin, aku tak merasakan apapun, terlalu fokus mewaspadainya tanpa kusadari aku sudah tak bisa lagi berfikir ataupun bernafas.
???? :”Tuan Theodor, sudah waktunya.”
Tiba-tiba muncul seorang pelayan pria paruh baya di samping bangsawan itu yang seharusnya tak ada siapa-siapa sejak tadi, padahal aku sudah menghadang pintu tempat satu-satunya keluar masuk ke dalam kelas ini.
Theodor :”Tck...”
Bangsawan itu melepaskan tangannya dan ketika ia menarik kembali kakinya tubuhku sudah bisa kembali kugerakkan. Tanpa melakukan apapun seluruh energiku serasa terkuras habis dan membuatku berlutut di lantai dengan nafas terengah-engah dan berkeringat cukup banyak hingga menetes ke lantai.
Theodor :”Nampaknya kau cukup beruntung, dasar budak rendahan.”
Dion :”J-JANGAN LARI KAU, DASAR BANGSAWAN BUSUK!”
Saat ku angkat wajahku kedua orang itu sudah menghilang dari hadapanku dan seisi kelas.
Datang masuk ke kelas dengan tiba-tiba tanpa sepatah katapun dan tak menganggap kehadiran kita sama sekali, Membalikkan meja dan kursi kami dengan kakinya tanpa alasan apapun yang keluar dari mulutnya, dilihat dari
manapun dia adalah orang sebaya dengan kita semua yang membedakan hanyalah lencana bangsawan di dadanya saja. Dari yang ku dengar dari gumamam kecilnya ia sedang mencari Artia, tanpa aku tau apa tujuannya mencari Artia tapi aku bisa merasakan,
Kalau Artia bertemu orang ini, pasti akan terjadi hal yang ttidak bagus.
Namun kenapa dia mencari Artia?
Apa hubungan dia dengan Artia?
Kenapa dia terlihat begitu buru-buru?
Dan yang paling penting, walaupun dia bangsawan kenapa ia segitunya ketika mencari rakyat biasa seperti Artia?
Semakin banyak pertanyaan yang muncul di kepalaku membuatku semakin menyadarinya.
Aku sama sekali tak mengetahui apapun tentang Artia, walaupun kita sudah bersama sejak SMP,
Dimana rumahnya?
Siapa orang tuanya?
Dan kalau di pikir-pikir aku juga tidak tau marga keluarganya atau nama lengkapnya apa....
Namun yang jelas Artia bukanlah bangsawan, karena ia tidak memiliki lencana itu....
Kesampingkan semua itu, dia pasti takkan datang dengan alasan baik, aku tidak boleh membiarkan mereka bertemu.
Dengan alibi kecil melindungi Artia itu lagi-lagi ku bohongi diriku sendiri sekali lagi, dan membuatku terlindungi dari rasa bersalah ataupun keraguan akan kebencianku terhadap bangsawan yang amat mendalam.
Dan semua itu berakhir dengan aku yang berlutut di lantai kehabisan nafas.
Sial!.......
Berkubang dalam kekecewaan serta emosi yang meluap-luap ku pukul lantai berkali-kali melepaskan stres, sampai ada satu orang yang menghentikan ayunan tanganku yang berlumur darah dan membekas dilantai.
Dion :”Lepaskan, Vista..” ancamku dengan emosi,
Vista :”Gua tau apa yang udah para bangsawan lakuin ke lu, gua juga g punya hak ngehakimi lu, tapi.....”
*BRUAK!*
Aku terhempas dan menghantam pintu karena tendangan keras Vista yang mengarah ke pipiku secara langsung.
Vista :”NGAPAIN LU MASIH DIEM DISINI?!”
Untuk Sesaat kutatap wajah Vista yang terlihat begitu marah itu dan membuatku ingat kembali...
TIA?!
Dengan bergegas ku bangkit dengan energi yang begitu tipis hingga kedua kakiku gemetaran menopang tubuhku dan berlari keluar kelas,
Dion :”TIA!!”
Suara teriakanku bergema di sepanjang lorong, sekolah telah usai oleh karena itu banyak murid yang berada di lorong tak menyisahkan tempat untuk suaraku, suara kerumunan menghadang panggilanku, namun walau begitu aku tak berhenti memanggilnya hingga semua mata tertuju padaku, seorang pria yang berlari dengan sempoyongan meneriakkan nama seorang gadis tiada henti membuat mereka berhenti bicara.
Dion :”TIA! TIA! TIAAA!!!”
Pandanganku mulai kabur, perlahan kumulai tak merasakan lagi beban tubuhku, rasanya seperti aku bisa kehilangan kesadaranku kapan saja dan setiap hal itu hampir terjadi kugigit dengan kuat bibirku hingga berdarah, hanya rasa sakit yang bisa membuatku tetap sadar dan jika ini bisa membuatku menemukan Artia maka ini adalah harga yang cukup murah.
Ku terjan gerombolan murid yang memenuhi lorong itu, melawan arus dan memotongnya begitu saja dengan kesadaran yang sudah diambang batas. Lari, lari, lari, ku terus berlari dan meneriakkan namanya sambil terus
menggigit bibir ketika hampir pingsan karena terlalu sering ku gigit hingga aku bisa merasakan darah masuk ke dalam mulutku dan meminumnya.
Tanpa memikirkan apapun selain Artia kuterus maju dan tiba-tiba sebuah bayang-bayang terlihat kabur menghentikan langkahku,
Menatap kedalam ruangan yang biasa dipakai untuk praktek memasak dari jendela dan melihat seorang gadis dengan wajah yang belepotan oleh coklat, tiba-tiba terlukis sebuah senyuman diwajahku. Ia terlihat begitu serius
mengaduk adonan di depannya. Melihat wajahnya membuatku kembali lega, ku buka perlahan pintu itu dan mendekatinya, cukup pelan dan berhati-hati sampai ia tak menyadari kehadiranku yang sudah duduk manis menatapnya sambil senyum-senyum sendiri.
Wajah itu, senyuman itu, sangat layak untuk dilindungi....
Momen damai seperti inilah yang ku harapkan.....
Semoga kita bisa terus bersama seperti ini dan selamanya, Tia....
Jauh dari lubuk hatiku yang terdalam.........
.......Aku mencintaimu.
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 54 Episodes
Comments
Tulusdewi Asola
Aku sudah mampir membaca, ceritanya bagus walau pakai sedikit mikir. maaf ya aku gak boomlike balik karena aku benar-benar baca satu-satu episode. Dalam kepalaku ini ide cerita datang dari mana ???
Semangat, bakalan aku baca sampai episode akhir 🤗
2022-07-05
0
Bennu
salam dari 🔥dendamku terbalas cinta❤️
udah mampir dan membooommlike karya mu tor. 😉👍 semangat 💪😉👍
2022-03-29
1
Zahmaa
harta, tahta, wanita🙃
2022-03-13
1