Berjalan kembali menuju kelas dengan tangan kanan berbalut sapu tangan, begitu hening, hingga disetiap langkahku terdengar begitu jelas. Sejauh lorong yang kupandang tak terlihat satu orangpun.
Menghela nafas,
Haaahhhhh, jadi telat masuk, apalagi jamnya pak Haza si guru killer, mampus dh gua.....
Satu persatu kelas terlewati melihat setiap orang belajar begitu keras, mungkin para guru dan orang tua akan bangga dan senang akan pemandangan ini namun terlihat berbeda dimataku. Kita bekerja keras bukan karena kemauan kita, tapi karena hanya ini yang bisa kita lakukan, kita bukanlah keturunan keluarga bangsawan, Status, Masa depan, Peluang, Kesuksesan dan kebahagiaan semua itu telah telah direnggut habis oleh para keluarga
bangsawan, kita sebagai rakyat jelata hanya bisa berjuang sekuat tenaga untuk mengambil sisa-sisa dari mereka. Kesenjangan ini memaksa kami untuk bersaing dengan sesama rakyat jelata demi berebut peluang yang begitu kecil itu.
Kita bukanlah bangsawan, jika kita lengah posisi kita akan tergeser, Selagi kita tertidur diluar sana ada orang yang merelakan tidurnya untuk melewati kita, selagi ada waktu gunakan untuk menggapai ranking tertinggi, selagi ada kesempatan gunakan untuk mencapai penghargaan sebanyak mungkin, dengan mengorbankan dan menjadikan kerja keras orang lain sebagai batu loncatan menuju posisi lebih tinggi hal itu sudah biasa.
Tak peduli seberapa banyak perhargaan yang kau raih atau seberapa tinggi ranking yang kau raih jika kau melakukan satu kesalahan saja posisimu bisa langsung terbalik. Begitulah dunia yang sedang kutinggali ini.
Kita melakukan semua ini bukan karena kita menyukainya, tapi kita tak diberi kesempatan untuk mencari pilihan
lain.
Namun apa yang bisa kulakukan? Aku hanyalah anak biasa, Aku tak punya apapun, kekuatan? Kecerdasan? Kesempatan? Kehadiranku di kerajaan Celestia ini bagaikan sebuah kerikil kecil di pinggir jalan, ada atau tidaknya
diriku sama sekali tak membawa perubahan, sebuah kerikil kecil takkan bisa merubah arah laju jalanan yang begitu besar tak peduli seberapa besar ku membecinya dan menolaknya akan pada akhirnya aku hanya bisa melihatnya. Rakyat jelata pada akhirnya hanyalah rakyat jelata, sudah di takdirkan hidup dibawah bayang-bayang bangsawan.
Ku buka pintu kelas dan menghadap ke arah Pak Haza yang sudah menatapku dengan tajam akan keterlambatanku 15 menit.
Pak Haza memberikan tugas ke seisi kelas kecuali diriku yang berdiri menghadapnya,
Kalo dia ngomel tinggal gua dengerin, kalo dia mukul tinggal gua rasain, kalo dia ngasih hukuman tinggal di lakuin aja, membantah hanya nambah kesalahan doang, seburuk-buruknya kemungkinan g bakal juga bikin nyawa gua melayang.
Hanya dengan pemikiran simple itulah yang membuatku cukup tangguh menghadapi setiap guru disekolah. Mendengar omelan dan kata-kata pedas dari mereka tak membuatku takut atau menyesal sedikitpun.
Pak Haza :”Gimana masa depanmu kalo perilaku mu gini terus?! nilai terus turun, penghargaan ataupun pencapaian juga g ada, mau jadi apa kau?”
Dion : (Tak peduli seberapa keras dan cerdas juga pasti endingnya cma jadi anjing bangsawan doang, dari awal g ada masa depan indah buat orang kayak kita. )
Pak Haza :”Woy! Kau denger enggk!”
Dion :”Iya, iya, iya, gua denger kok, pak.” Jawabku sambil melirik keluar jendela
Pak Haza :”Dasar murid kurang ajar!” Pak Haza mengangkat kepalan tangannya dan mengayunkannya langsung ke arah wajahku
*Wushhh*
Pukulannya terhenti saat tiba-tiba muncul orang ketiga diantara kami berdua,
Artia :”.......”
Artia berdiri tepat didepanku menghadang pukulan Pak Haza, jika saja Pak Haza telat menghentikan tangannya sedetik saja, Artia mungkin saja sudah terpental kelantai, menerima pukulan dari Pak Haza, sudah bukanlah pengalaman yang baru bagiku dan semua orang juga tau betapa kerasnya Pak Haza dan tentu saja Artia pasti memahaminya juga, Tapi dia tetap berdiri dengan tegar melindungiku.
Pak Haza :”Apa yang kau lakukan, Artia?”
Artia :”Harusnya itu pertanyaanku, Apa yang pak Haza lakukan?”
Pak Haza :”Apa yang kulakukan? Sudah keliatan jelas aku sedang mendidik Dion agar dia tidak menjadi orang tidak berguna saat dia dewasa.”
Artia :”Dari yang kulihat bapak hanya memaksakan kehendak pada Dion dan melakukan kekerasan saat ia tak menjadi seperti yang bapak harapkan. Dion bukanlah boneka, tugas seorang guru adalah membimbing murid menuju jalan yang ingin mereka lalui bukan memaksanya pergi ke jalan yang bapak mau, masa depan baik tidaknya bukan bapak yang memutuskan, Sudah berapa kali bapak melakukan kekerasan terhadap Dion? Dan lihatlah apakah dia sekarang dia menjadi lebih baik? Jika bapak hanya bisa melakukan kekerasan disetiap hal yang tak bapak suka kenapa bapak menjadi guru? lebih baik bapak berhenti saja.”
*Brak!*
Artia membanting sebuah lembar tugas ke meja pak Haza,
Artia :”Aku sudah selesai, Tak perlu di check aku yakin semuanya benar. Sebagai Anggota kesehatan aku mau mengantar murid yang ‘terluka’ ke UKS. Aku izin permisi dulu.” Artia meninggalkan kelas dengan memegang pergelangan tanganku saat melewati bangkunya ia menggapai botol minumnya juga.
Di UKS,
Artia membuatku duduk melihatnya membuka lemari obat-obatan. Memandang seorang gadis berambut hitam panjang di terpa angin lembut membuat setiap gerakan dan langkahnya terlihat begitu indah nan anggun, Bulu mata
panjang, bola mata bersinar ungu cerah membuatnya semakin menarik.
Artia :”Ketemu!” Gumamnya lalu berjalan ke arahku dengan membawa sebuah perban, kasa dan povidon iodin setelah menutup lemari obat-obatan.
(Catatan : Povidon iodin adalah obat merah atau betadine, perlu diketahui betadine itu merk dan obat merah sebutan saja, nama aslinya adalah povidon iodin, harap diingat trima kasih.)
Setelah ia duduk di depanku ia menarik tangan kananku dan membuka balutan sapu tanganku yang sudah basah dan berubah warna karena darah. Tanpa ragu ia membersihkan luka ku dengan air dari botol minumannya setelah
sudah bersih ia menutupnya dengan kasa yang sudah di beri tetesan povidon iodin dan membalutnya dengan perban secara perlahan.
Dion :”Kenap- Ugh!” ku buang wajahku saat baru tersadar melihat bentuk dadanya yang memantul mantul menggoda tepat di depan tanganku,
Artia :”Hayo, lihat kemana tadi.” Artia terus menggulungkan perban ke tanganku dengan tenang sambil menggodaku,,
Dion :”E-Enggk kok!” Jawabku dengan wajah memerah
Artia :”Hmmm..... “ Ia melirikku dengan senyuman kecil
Beberapa saat kemudian Artia akhirnya selesai dan mengembalikkan kembali tangan kananku yang sudah diperban rapi. ku coba menggerakkan beberapa jari jemariku dan rasa sakitnya sudah berkurang dari sebelumnya.
Dion :”Kenapa?” tanya kecilku pada gadis yang menatapku dengan penuh akan rasa kepuasan dan lega itu.
Artia :”Karena kau terluka, sudah sewajarnya aku sebagai anggota kesehatan bertindak dong.”
Dion :”Bukan, maksudnya pas dikelas tadi.”
Artia :”Oh yang itu, g ush mikirin detailnya, pokoknya dengan ini kau berhutang padaku!”
Akupun sadar akan betapa bodohnya pertanyaanku, Sejak SMP Artia adalah sosok yang tak tergantikan bagiku ,kebaikannya saat melindungiku, Kepekaannya saat menolongku, Kejailannya demi menghiburku, sifatnya yang ke
kanak-kanakan membuatku tertawa setiap bersamanya, menghabiskan hari-hari bersamanya dari dulu hingga sekarang tak ada bosannya, hingga tanpa sadar perasaan ini mulai tumbuh.
Dion :*Tersenyum* “Benar juga\, jadi bagaimana aku harus membayar hutangku ini?”
Artia :”Tanggal 25, pas natal, Traktir aku permen kapas, kita ketemuan di tempat biasa jam 8 malam. Deal?”
Dion :*Haaahhh* “Udh gua duga ending-endingnya juga permen kapas.iya\, iya deal.” Jawabku dengan pasrah sambil memegang kotak cincin di dalam saku celanaku.
Dibawah cahaya mentari gadis itu bersenandu dengan bahagia sambil melompat-lompat kecil disetiap langkahnya, melihat tingkahnya membuat seluruh amarahku yang sebelumnya menghilang begitu saja.
Artia :”Janji loh ya!” ia menghilang bersatu dengan silaunya cahaya meninggalkan UKS
Kenapa aku tidak menembaknya waktu itu?
Kenapa aku tidak memberikan cincin ini waktu itu?
Itu adalah penyesalan terbesarku, jika saja aku tau hal ini akan terjadi pasti saat itu juga aku takkan membiarkannya pergi dan menggenggamnya erat, sangat erat sampai aku bisa merasakan kehangatannya dan meyakinkan diriku bahwa semua itu bukanlah mimpi dan dia bukanlah sebuah ilusi.
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 54 Episodes
Comments
Achi
🤗🤗 Hay ka author
2022-07-13
2
Putri Handayani
semangat 💪💪💪
2022-03-30
0
Manami Slyterin🌹Nami Chan🔱🎻
semangat favorit
2022-03-25
1