Masa depanmu akan terbentuk sesuai dengan usahamu. Jika kau keras kepada dirimu maka dunia akan lunak padamu, jika kau lunak kepada dirimu maka dunia akan keras padamu, untuk mereka yang selalu bersungguh-sungguh demi meraih apa yang di inginkan maka ia akan mendapatkannya.
Sayangnya hukum itu tak berlaku di negeri kami,
Karena semua hal sudah di atur, hak, kewajiban, masa depan, batasan dan juga kebebasan sudah di tetapkan sejak lahir dalam sebuah kasta, mereka yang diatas akan terus diatas dan yang dibawah akan terus berada di
bawah.
Kasta itu dibagi menjadi 2, yakni Exceed (Bangsawan) dan Seed (Rakyat biasa). Mereka yang terlahir dalam golongan Exceed takkan pernah mengenal apa itu namanya kekurangan, usaha ataupun kegagalan. Pendidikan sempurna, pelatihan lengkap, mereka ditakdirkan hidup demi dilayani bukan untuk melayani.
Berbeda dengan kita yang terlahir sebagai golongan Seed, Saling menjatuhkan, saling berebut kursi, menipu atau ditipu, demi mendapatkan posisi yang sedikit lebih baik. Beberapa golongan Seed ada yang punya pekerjaan lumayan hingga bisa menikmati makanan dan hidup seadanya, namun sayangnya hal itu hanya terjadi pada beberapa orang saja.
Artia :”Apa kau masih membenci Exceed, Dion?” Tia menghentikan langkahnya dan menatapku dengan serius,
Seketika keheningan sempurna tercipta diantara kita, Artia yang mencoba menggali lubang yang telah lama kututup tiba-tiba menyadari akan tindakan bodohnya setelah melihat kedua mataku, dengan paniknya ia menarik kata-katanya dan melanjutkan langkah kakinya menuju kelas, sambil mencoba mengganti topik pembicaraan berharap bisa mencairkan kembali suasana yang begitu dingin ini.
Cuaca, Mapel, Guru, PR dan temn-teman, menjadi obrolan singkat yang lewat begitu saja dan keluar tanpa ada hasil, sungguh tak penting namun ketika aku melihat wajah paniknya yang berganti-ganti topik begitu cepat sebelum sempat ku jawab itu sangatlah imut.
Aku tau niatnya baik, dia mencoba yang terbaik untuk menghiburku kembali. Wajahnya yang seperti bayi yang menjatuhkan makanannya, menahan air mata dan berjuang sekuat tenaga untuk memperbaikinya.
Ku tepuk dua kali kepalanya dan menghentikannya berbicara lebih banyak sebelum air mata itu membasahi kedua pipinya.
Dion :”Maaf, sudah membuatmu khawatir. Aku tidak apa-apa kok.” Ku peluk lembut kepalanya dari belakang sambil menutupi kedua matanya yang berkaca-kaca.
Dengan kedua tangan kecil dan lembutnya ia menggapai tanganku yang menyelimuti kedua matanya sambil di iringi suara lembut setengah tersedak-sedak akan tangisannya.
Artia :”E-Enggk, ini adalah salahku, ma-maaf sudah membuatmu mengingat hal buruk.”
Bagi seorang perjaka tulen sepertiku suasana seperti ini adalah hal yang tak pernah ku perkirakan, apa yang harus ku katakan untuk menenangkannya? Bagaiman jika apa yang kukatakan justru melukainya? Bagaimana jika aku diam saja? Tapi jika aku diam saja sama saja menabur garam di atas lukanya, membuatnya semakin bersalah. Harus gimana? Duh.... Andai saja Vista disini dia pasti paham gimana caranya keluar dari situasi kayak gini.
Hanya berdiam dalam beberapa detik aku telah melalui kematian sebanyak 30 kali setelah mendengar berbagai kata-kata kejam dari Artia dalam imajinasiku. Sampai kusadari Artia justru melepaskan diri dari pelukanku dan berlari menjauh.
Menatapnya dengan terheran,
Kenapa dia tiba-tiba berlari sambil tersenyum melirikku?
Hingga akhirnya ku lihat ke arah tanganku terdapat petasan yang sudah memulai hitung mundur penghancuran diri.
Dion :”Anj-“
Dengan reflek cepat ku buka pintu ruang kelas yang bahkan tak kukenali dan melemparnya kedalamnya lalu lekas menutupnya kembali dengan cepat tanpa melihat atau mengintip bagian dalamnya.
*DUAR*
Pak Haza :“WOY!” Terdengar teriakan penuh amarah dari dalam kelas, saat ku lihat labelnya ternyata ruangan itu adalah kelas 1 – A yang tak lain adalah kelasku sendiri.
Dion :”Anjirr kena Pak Haza!”
Kutinggalkan lorong kelas itu secepat yang kubisa dan mengejar Artia yang sudah berada jauh di depanku, Terdengar suara tawa senangnya Artia membuatku menjadi tenang dan bahkan membuatku ikut tertawa gembira sambil terus menggerakkan kedua kaki sekuat dan secepat mengkin sebelum di tangkap Pak Haza yang mulai memperpendek jaraknya diantara kami berdua.
Ku lirik ke belakang terlihat Pak Haza berlari dengan wajahnya yang menyeramkan sambil membawa sebuah penggaris papan tulis, di lain arah ku perhatikan seragamnya yang terkena bekas ledakan hitam di kemeja warna putihnya itu. Ku tingkatkan kecepatanku hingga sejajar dengan Artia dan berlari bersamanya.
Dion & Artia :”HAHAHAHAHA...”
Kami berdua tertawa lepas dan bahagia walaupun pada akhirnya kita tertangkap dan di bawa ke ruang BK dan mendapatkan pidato revolusi hingga waktu istirahat makan siang tiba. Bukannya mendapat jera kami berdua keluar dari neraka itu dengan senyuman lebar yang terlukis jelas di wajah kami berdua.
Saat dalam perjalanan kembali ke kelas kita bertemu Vista, tanpa banyak pertanyaan yang tidak penting kita ikut bersamanya ke kantin untuk membeli makanan.
Setibanya di kantin aku langsung memesan sebuah nasi goreng dan di ikuti oleh Artia, sedangkan Vista memesan Bakso. Duduk berdiam melingkari meja dan saling berhadapan menantikan pesanan, waktu terus berputar menunjukkan pukul 12 siang dengan para murid di kantin yang sudah mulai menipis menandakan kalau istirahat makan siang segera berakhir.
Waktu istirahat tidaklah sedikit, tapi ini karena keterlambatan kita yang datang kemari, kalau aku dan Artia karena menerima pencerahan yang berlebihan di ruang BK jika untuk Vista entahlah apa yang membuatnya terlambat ke kantin.
Sebelum sempat kutanyakan pesanan kami sudah siap dan di antarkan ke meja kami. Tak peduli seberapa panas suhu yang ada takkan pernah ada hari libur atau halangan untuk menikmati salah satu bentuk ciptaan umat manusia yang paling luar biasa dan membanggakan yang disebut nasi goreng ini, di lain sisi sebelum ku raih sendokku ku lihat Vista memasukkan sambal yang begitu banyak ke baksonya.
Ini tengah hari loh! Panas-panas gini kok malah makan bakso panas bin pedas.
Ingin ku utarakan isi hatiku namun terhenti setelah melihat diriku sendiri yang menyantap nasi goreng di tengah hari terik ini.
Vista :”Dion, ambilin saos di meja sana, lu kan yang lebih deket.”
Dion :”g usah manja lu anj****, ambil sendiri, lu yang butuh.”
Vista :”Oalah gitu..” Vista menatap ke arah Artia
Vista :”Eh, Tia. Tau enggk sebenernya Dion-“
Dion :”SAOS YANG ITU KAN? OTW!” dengan terpaksa ku keluar dari zona nyaman kursi hangatku dan berjalan mengambil saos dimeja belakangku, saat hendak kembali dari kejauhan ku lihat Vista membisikkan sesuatu ke Artia, merasakan hidupku sedang terancap ku lemparkan botol saos itu dari kejauhan hingga mengenai kepala Vista.
Dion :”Noh! Saos lu! Nikmati!” ku kembali duduk dan bersiap menyantap surga dunia namun tiba-tiba pergerakan sendokku terhenti setelah melihat tingkah aneh kedua orang di depanku. Artia dan Vista mengambil jarak dariku secara bersamaan.
Ngapa nih 2 orang ini?
Berfikir hanya sebuah kebetulan mereka bergerak satu komando ku lanjutkan menyelamkan sendokku ke dalam Utopia itu dan membimbingnya masuk ke dalam mulutku lebar-lebar.
Dion :”A....”
*DUAR*
Seluruh nasi di atas piringku langsung terbang dan menghujaniku, hanya dalam sepersekian detik ku memandang langit-langit yang berhiaskan nasi goreng sedangkan aroma harumnya bercampur dengan uap ledakan petasan.
Petasan?
Hujan nasi goreng itu berlangsung tak lebih dari 2 detik, menumpuk di kepala, meja dan juga lantai bahkan tak sedikit yang menempel dan menutupi kacamataku. Dengan santai ku bersihkan nasi dari kacamataku dan mengusap-usap seragamku begitu pula dengan kepalaku.
Dengan persenjataan yang dipakai, orang pertama kucurigai adalah Artia, saat kutatap dia dengan wajah datar dia langsung menghindari kontak mata denganku dan diam-diam menunjuk ke Vista yang sedang menahan tawa dari balik tangannya.
Dion :”Vis, gua minta dong baksonya.” Kataku dengan wajah datar dan nada lembut
Vista :”Enggk! Enggk! nanti lu makan semuanya lagi.”
Dion :”Kagak, kagak, nih cuma sesendok doang sumpah.” Ku arahkan sendok yang rencananya ku jodohkan dengan nasi gorengku ke arah Vista
Vista :”Awas aj klo lo boong, tanggal tua nih apalagi tadi pagi gua blom sarapan juga.” Vista mendorong kecil mengkuk nya ke arahku dengan wajah terpaksa,
Dion :”Makaseh.” Ku tarik mangkuk itu dan mulai mengambil kuahnya sesendok seperti yang kujanjikan dan memperlihatkan ke Vista.
*Slurrpp......Uhuk! Uhuk!*
Ditengah-tengah sruputan manjaku tiba-tiba aku tersedak dan mengeluarkannya kembali ke mangkuk. Dengan muka tak bersalah ku kembalikan ke arah Vista yang wajahnya sudah memucat dan lemas.
Dion :”Noh, udh Vis, gpp lanjutin aj makannya g usah mikirin gua, gua bisa pesen lagi kok.”
Ku lambaikan tanganku di depan wajah Vista namun tak ada respon, bagai pasien operasi yang meninggal dengan sukses, tak ada respon, gerakan ataupun tanda-tanda kehidupan. Setelah menimbang kemungkinan ia sadar sangatlah kecil ku putuskan untuk kembali ke kelas bersama Artia. Dengan makan roti yang baru ku beli sebelum beranjak dari kantin sambil senam jantung dag-dig-dug karena berjalan santai disamping Artia tanpa topik pembicaraan apapun.
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 54 Episodes
Comments
linda sagita
artia itu nama sahabatku Thor
2022-03-28
2
Anita_Kim
Aku disini kak. Semangat ya.
2022-03-12
1
zhA_ yUy𝓪∆𝚛z
maen petasan mulu. bahaya loh...
sampe pak guru nya kena lagi.
itu rasanya pasti senang plus ngeri...
2022-03-11
1