Chapter 19

"Mel, sepertinya kau salah." Bisik Nana.

"Salah? Salah apa?" Tanya Melati bingung.

"Lihat lah." Nana pun menunjuk ke arah luar jendela.

Membuat pun Melati seketika langsung menoleh ke arah jendela.

"Bukankah itu ibumu?" Tambah Nana lagi.

Melati, seketika kedua matanya sontak mendelik saat mendapati ibunya yang saat itu terlihat sedang melangkah dengan sangat tergesa-gesa memasuki area sekolah.

Ya, kala itu Husna memang menyadari jika dirinya datang terlambat hingga membuatnya jadi begitu tergesa-gesa. Seperti biasa, meski telah mempersiapkan semuanya, namun dandanan Husna saat itu tetap saja terlihat lusuh. Bagaimana tidak, berpuluh tahun lamanya ia menjalani hidup susah bersama Aryo, tak sekalipun Aryo mampu membelikannya pakaian yang baik apalagi mewah.

"Astaga ibu!! Ternyata dia nekat datang ke sekolah dengan dandanan memalukan seperti itu." Geram Melati dalam hati,

Melati panik, ia sama sekali tidak ingin ibunya masuk ke kelas dan bertemu dengan para wali murid yang lainnya, apalagi jika teman-temannya yang lain melihat penampilan ibunya, maka sudah pasti ia akan di tertawakan, begitu lah pikirnya.

"Permisi pak!" Melati pun langsung bangkit dari duduknya.

"Ya Melati, ada apa?"

"Apa boleh saya ke toilet sekarang pak? Saya ingin buang air." Ucap Melati berbohong.

"Haaish, rapat baru saja di mulai Melati, eeemm ya sudah, cepat ya!"

Melati pun mengangguk dan langsung beranjak keluar dari kelas. Ia berjalan cepat bahkan setengah berlari untuk menghampiri ibunya yang hampir tiba di gedung sekolah.

"Ibu!" Bentak Melati.

Husna yang melihat kadatangan Melati, langsung tersenyum sumringah dan langsung melajukan langkahnya,

"Melati sayang, kamu kenapa keluar? Apa kamu menunggu ibu?" Tanya Husna dengan begitu percaya diri.

"Ibu! Kenapa ibu datang kesini?!" Melati mendekati ibunya, lalu menarik lengan ibu untuk membawanya menjauh dari gedung sekolah.

"Ya tentu saja ingin bertemu dengan wali kelasmu, untung saja ibu Nana memberitahukan hal ini pada ibu sebelumnya." Jawab Husna santai dan masih tersenyum lebar.

"Ibu seharusnya tidak perlu datang."

"Kenapa? Apa kamu marah karena ibu terlambat? Iya, iya ibu minta maaf, ibu terlambat karena harus menyiapkan semuanya."

"Apa ibu masih belum sadar juga, aku tidak mau ibu datang ke sekolah dengan penampilan ibu yang seperti ini. Aku malu bu, semua orang tua teman-temanku memiliki penampilan yang bagus, sementara ibu, ibu selalu terlihat lusuh." Ungkap Melati tanpa ragu.

Husna yang mendengar perkataan yang cukup menyakitkan itu keluar dari mulut putri terkasihnya, sontak terdiam seribu bahasa. Ia benar-benar tercengang, memandangi wajah putrinya yang kala itu terlihat begitu berapi-api saat berbicara padanya.

"Jadi,,, kamu malu?" Tanya Husna dengan bibirnya yang terlihat bergetar diiringi dengan matanya yang nampak mulai berkaca.

"Ya! Aku malu karena ibu selalu berpakaian lusuh! Aku malu! Aku tidak mau terus-terusan jadi bahan tertawaan teman-teman satu kelasku!"

"Hooo, begitu rupanya." Husna mulai menunduk dan tersenyum lirih.

"Ya, ya, ya, memang sudah sepantasnya kamu malu memiliki ibu seperti ini, eemm jangankan kamu nak, ibu sendiri mungkin akan malu jika memiliki ibu yang seperti ini, yang selalu berpenampilan lusuh." Tambahnya lagi yang kini mulai menitikkan air matanya.

Melati sejenak ikut terdiam, memandangi wajah sendu ibunya dan mulai merasa bersalah, namun lagi-lagi jiwa keegoisan remaja masih saja menguasainya, hingga membuatnya tidak berubah pikiran untuk membiarkan ibunya masuk bergabung ke dalam kelas.

"Pulang lah bu." Ucap Melati dengan nada yang mulai melunak.

"Ya, ya, tidak apa-apa, memang sebaiknya ibu pulang saja." Husna dengan cepat mengusap kembali air matanya dan kembali tersenyum di hadapan Melati.

"Iya, pulang lah, aku mohon."

"Tidak nak, tidak! Kamu tidak perlu memohon pada ibu, ibu akan pulang. Seharusnya ibu sadar diri, ibu memang tidak pantas bergabung dengan para orang tua yang lainnya." Husna merasakan sakit pada hatinya, namun di depan Melati, ia berusaha tersenyum seolah tak terjadi apapun.

Melati pun hanya diam dan bergegas ingin kembali ke kelasnya, namun Husna kembali memanggilnya sehingga membuat langkah kaki Melati sontak kembali terhenti.

"Kenapa lagi bu?"

"Eemm ini, ibu ada bawakan ubi dan mentimun hasil dari kebun kita untuk wali kelasmu. Ini ambil lah, berikan padanya dan tolong sampaikan salam ibu."

Melati dengan ragu pun akhirnya meraih bungkusan yang di berikan ibunya, lalu tanpa berkata apapun lagi, ia langsung beranjak pergi, meninggalkan Husna yang masih berdiri pada tempatnya, yang kala itu masih terdiam memandangi kepergian putrinya.

Dengan langkah lesu, Husna pun akhirnya mulai melangkah pergi, meninggalkan area sekolah yang tidak jadi ia masuki. Husna terus melangkah pelan, membawa rasa pedih dan kekecewaan atas perkataan putrinya yang ternyata malu memperkenalkan dirinya pada teman-temannya. Sepanjang jalan Husna terus menangis dalam diamnya, sesekali ia mengusap air matanya yang ternyata masih terus menetes tak tertahan.

Husna yang selalu bangga pada Melati, yang selalu memprioritaskan Melati di atas segalanya, namun ternyata hal itu tak cukup untuk membuat Melati juga bersikap demikian, Melati yang semakin dewasa, kini malu mengakuinya.

Melati kembali masuk ke dalam kelas dengan membawa bungkusan itu,

"Melati, kenapa lama sekali?"

"Iya pak maaf,"

"Lalu itu, apa yang kamu bawa?"

Melati memandangi bungkusan itu, awalnya ia tidak berniat untuk memberikan titipan ibunya pada wali kelas, karena ia malu jika hanya memberikan ubi dan mentimun. Namun saat itu karena sudah di tanya, maka tak ada pilihan lain, selain memberikannya.

"Eeem ini pak, saya baru ingat tadi saya membawa ini, titipan dari ibu saya yang berhalangan hadir." Melati dengan sedikit ragu pun menyerahkan bungkusan yang ia pegang ke wali kelasnya.

"Oh ya, apa ini Melati?"

"Bukan apa-apa pak, hanya ubi dan mentimun, hasil panen dari kebun kami." Jawab Melati pelan.

Sontak seluruh temannya terkecuali Nana, langsung terkekeh geli, saat mengetahui ibu Melati hanya membawakan ubi dan mentimun.

"Hahaha, aku pikir ibumu membawakan pakaian hangat atau pun tas Mel." Celetuk salah satu temannya.

"Oh atau minimal syal untuk musim dingin, kenapa malah mentimun hahaha." Tambah salah seorang lagi.

Beberapa orang tua murid juga nampak ada yang tertawa dan tersenyum, Hal itu pun sontak membuat Melati semakin menundukkan kepalanya dan merasa bertambah malu, ia semakin kesal, juga mulai menyesal menyerahkan bingkisan itu pada wali kelasnya.

"Kalau tau begini, harusnya ku buang saja." Ketus Melati dalam hati.

"Hei, hei, tidak boleh seperti itu ya! apapun pemberian dari seseorang, kita harus menghargainya, tidak boleh memandang nilainya." Ucap wali kelas.

Teman-teman Melati yang awalnya tertawa, kini mulai diam dan berusaha untuk menahan tawa mereka.

"Terima kasih banyak ya Melati, sampaikan juga ke ibumu."

Melati pun mengangguk dan langsung beranjak menuju kursinya dengan kepala yang terus menunduk.

"Sudah lah Melati, tidak usah di ambil hati ucapan mereka." Bisik Nana yang mencoba menyabarkan Melati.

"Aku malu Na, mereka selalu menertawakan aku." Keluh Melati.

"Ya mau bagaimana lagi, begini lah resikonya jika orang yang hidupnya pas-pasan seperti kita, bersekolah di sekolah yang paling terkemuka di desa, yang isinya sudah pasti rata-rata orang-orang kaya di desa ini."

Melati pun hanya terdiam lesu.

...Bersambung......

Terpopuler

Comments

M.azril maulana

M.azril maulana

pasti klo ada apa apa, nanti rio yang akan membela husna,,,dan husna akan menyadari kesalahannya karena pilih kasih pada anaknya

2022-02-25

1

Nila Sari

Nila Sari

tu anak kesayangan wkwk

2022-02-23

0

putu dodi

putu dodi

cerita ini bagus. gak cuma soal cinta aja

2022-02-20

2

lihat semua

Download

Suka karya ini? Unduh App, riwayat baca tak akan hilang
Download

Bonus

Pengguna baru dapat mengunduh App untuk membuka 10 bab secara gratis

Ambil
NovelToon
Novel sejumlah besar sedang menunggu Anda baca! Juga ada komik, buku audio, dan konten lain untuk dipilih~
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!