Waktu terus bergulir, jam pun kini sudah menunjukkan pukul 20:00 malam, Husna yang sejak tadi terus menangis di balik pintu, mulai merasa lemas, seolah energi yang ada di tubuhnya telah terkuras habis. Ia pun perlahan mulai beranjak menuju kasur, ia mulai berfikir percuma ia terus menangis, hal itu tidak akan membuat hati kedua orang tuanya luluh.
"Aku harus mencari cara bagaimana agar bisa keluar dari sini, aku tidak sudi di kurung disini!" Gumam Husna dalam hati sembari terus berfikir.
Tak lama, kedua matanya tak sengaja melirik ke arah balkon, membuatnya tiba-tiba saja teringat dengan sebuah film yang dulu pernah tak sengaja ia tonton. Dimana seseorang dengan menggunakan kain yang panjang, sedang berusaha kabur dari atas balkon dan berhasil. Husna pun mulai berniat ingin mencoba hal yang sama seperti di film. Ia pun mulai bangkit dari atas ranjangnya, lalu melangkah menuju balkon, untuk mengukur kira-kira seberapa tinggi jarak balkon dari dasar.
Ia pun kembali masuk, untuk mencari kain yang panjang, namun tidak ada, hal itu pun kembali membuat Husna bingung bukan kepalang, hingga ia harus kembali berfikir sembari terus berjalan mondar mandir di kamarnya.
Seolah tak kehabisan akal, lagi-lagi kedua matanya tak sengaja melirik ke arah kain gorden yang saat itu menutupi jendela kamarnya yang berukuran cukup panjang. Tak pikir panjang, ia pun langsung melepas kedua kain gorden itu dari tiangnya, lalu mulai menyatukan dua gorden itu dengan cara mengikatnya agar menjadi semakin panjang.
Kini Husna mulai tersenyum sembari memandangi kain panjang yang saat itu berada di tangannya. Dengan cepat ia kembali menuju balkon, mulai mengikatkan kain itu pada pagar pembatas dan melemparkan kain sisanya ke bawah.
Sebelum kabur, Husna menyempatkan diri untuk mengemas bajunya ke dalam tas ransel, lalu juga menulis surat perpisahan untuk kedua orang tuanya yang kemudian ia letakkan di atas nakas yang berada di sisi tempat tidurnya.
"Selamat tinggal ayah, ibu, aku bukanlah anak kecil lagi yang harus selalu patuh dengan apa yang kalian mau, bukan anak kecil yang masih bisa kalian atur semuanya terutama hati dan perasaanku. Aku sangat mencintai Aryo, tidak ada yang bisa membuatku jatuh cinta selain dia, maka dari itu akan aku korbankan apapun demi cintaku. Selamat tinggal, kalian boleh mencoret namaku dari daftar keluarga dan warisan, aku tidak akan keberatan."
Husna pun kembali melangkah menuju balkon, melemparkan ransel miliknya terlebih dulu ke bawah, lalu dengan sekali tarikan nafas panjang, ia pun mulai menggenggam erat kain yang nantinya akan membantunya untuk turun ke bawah.
"Aryo tunggu aku, aku akan datang, untukmu," ucapnya dalam hati.
Kini hati Husna semakin mantap, nyalinya pun kian membesar hingga ia pun mulai menggantungkan dirinya dan hanya berpegangan pada kain gorden itu. Perlahan tapi pasti, ia mulai merosot ke bawah, meski sedikit sukar untuk melakukan hal itu, namun ia tetap tak putus asa meski kedua tangannya kini terasa begitu sakit.
Setengah jam bergelut dengan kain gorden yang menjulur ke bawah, akhirnya Husna berhasil menginjakkan kakinya ke rerumputan yang ada di bawah balkonnya.
Dengan cepat Husna langsung memakai tas ranselnya dan bergegas pergi menuju pagar yang berada tak jauh dari posisinya saat itu. Ia tidak mungkin lewat gerbang depan yang tentu di jaga oleh security, maka dari itu ia lebih memilih untuk memanjat pagar bagian samping rumahnya, yang dia tau jika pagar itu tidak terlalu tinggi.
Husna terus berlari, menjauh dari kawasan rumahnya, dengan nafas begitu terengah-engah, ia pun tiba di tepi jalan dan bersyukur tak lama dari itu ada taksi yang lewat. tanpa pikir panjang, Husna langsung menyetop taksi itu, meminta sang supir untuk mengantarkannya ke alamat rumah Ardito, tempat dimana Aryo tinggal.
Tak terlalu jauh, hanya menempuh waktu setengah jam, kini Husna telah tiba di depan gerbang rumah Ardito.
"Ini pak, terima kasih." Ucap Husna saat memberikan ongkos pada supir taksi.
Dengan cepat Husna langsung turun dari taksi, namun hal yang cukup membuatnya kaget pun terjadi. Begitu ia baru saja ingin memasuki gerbang, saat itu juga Aryo kebetulan keluar dari rumah gerbang.
"Astaga!!" Pekik Husna terkejut.
"Husna?!" Kedua mata Aryo pun seketika mendelik, saat mendapati Husna yang kini ada di hadapannya.
Tanpa berkata sepatah katapun lagi, Husna langsung saja memeluk erat tubuh Aryo dan kembali menangis tersedu-sedu.
"Aku kabur dari rumah." Ungkapnya kemudian di sela tangisannya.
Mendengar hal itu membuat kedua mata Aryo lebih terbelalak.
"Kabur dari rumah?!" Aryo pun sontak melepaskan tautan tubuh mereka.
Husna dengan cepat mengangguk sembari menyeka air matanya.
"Apa kamu sudah gila Husna? Kenapa kamu melakukannya? Lalu kamu mau tinggal dimana?" Aryo pun mulai mengomel.
"Ayah mengurungku, dia menyita ponselku dan melarangku untuk berhubungan lagi denganmu. Aku tidak bisa jauh darimu, membayangkannya saja aku sudah merasa sesak, apalagi jika itu benar-benar terjadi." Ungkap Husna.
Aryo pun terdiam, dan hanya bisa membuang nafas lesu. Lalu kedua mata Husna tak sengaja melirik ke arah tas besar yang kala itu tengah terletak tak jauh dari tubuh Aryo.
"Tas ini, apa ini milikmu?"
"Eemm." Aryo mengangguk lesu.
"Apa yang terjadi?" Tanya Husna yang mulai memasang raut wajah kecemasan.
"Mereka sudah tau semuanya, mereka tau hubungan kita, lalu akhirnya memecatku dan tentu saja mereka juga menyuruhku pergi dari rumah mereka." Jawab Aryo lirih.
Husna pun akhirnya kembali menangis, ia kembali memeluk erat tubuh Aryo yang kala itu juga terlihat sangat sedih.
"Aku pengangguran sekarang Husna, tidak ada lagi yang bisa kamu harapkan dariku. Pulanglah Husna! Kembali ke keluargamu, disana kamu sudah pasti akan hidup nyaman." Ucap Aryo kemudian.
Husna pun dengan cepat melepaskan pelukannya dan mulai menatap tajam ke arah Aryo.
"Tidak! Aku tidak mau!!" Tegas Husna.
"Lalu kamu mau kemana?"
"Kemana saja, asal denganmu!" Jawab Husna enteng.
Aryo pun seketika mendengus,
"Ikut bersamaku, tanpa adanya ikatan yang sah, tentu akan menciptakan masalah baru Husna. Lebih baik kamu pulang Husna, mungkin kita memang tidak di takdirkan untuk bersama, derajat kita sangat berbeda."
"Kamu berbicara begitu apa sedang menunjukkan padaku jika kamu tidak benar-benar mencintaiku?"
"Tidak! Bukan begitu, aku benar-benar mencintaimu Husna, tapi...."
"Kamu sungguh mencintaiku??!" Husna mulai menatap Aryo dengan tatapan yang tak biasa.
Aryo terdiam dan membalas tatapannya.
"Jawab aku! Apa kamu sungguh mencintaiku??!" Husna kembali bertanya sembari memegang kedua lengan Aryo.
"Iya aku mencintamu!" Tegas Aryo kemudian.
"Kalau begitu, nikahi aku dan bawa aku ikut bersamamu, bawa aku pergi dari sini!" Pinta Husna dengan sorot matanya yang begitu penuh keyakinan.
Aryo pun terdiam sejenak, lalu kembali menatap wajah Husna dengan tatapan yang tak biasa.
"Apa kamu yakin?!" Tanyanya kemudian.
Husna dengan cepat menganggukkan kepalanya tanpa ragu-ragu.
Setelah berfikir beberapa saat, akhirnya Aryo pun setuju untuk kawin lari dengan Husna. Ia pun langsung membawa Husna untuk ikut ke kampung halamannya, menemui ibunya yang tinggal sebatang kara di rumah mereka. Nasib baik, ibu Aryo sangat menyukai Husna yang ramah, ia pun menyetujui mereka menikah agar terhindar dari zinah. Dan disana lah mereka melangsungkan ijab kabul untuk meresmikan hubungan mereka.
Itu adalah hari yang paling membahagiakan bagi Husna, dimana ia telah resmi menjadi istri Aryo, tak ada lagi yang bisa menghalangi cinta mereka berdua, terutama kedua orang tua Husna. Meski acaranya begitu sederhana, sangat jauh dari kata mewah, apalagi dilaksanakan di desa, di rumah Aryo yang jauh dari kata megah, namun itu tak mampu menghalangi rasa bahagia yang Husna rasakan kala itu.
...Bersambung......
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 54 Episodes
Comments
Nila Sari
semangat terus thorrrr
2022-02-16
0