Satu tahun kemudian...
Tak terasa setahun sudah Husna dan Aryo bersatu dalam sebuah ikatan pernikahan, Aryo benar-benar menjalani perannya sebagai seorang istri dengan rasa syukur, meski kini Aryo hanyalah bekerja sebagai buruh bangunan dan memiliki gaji yang pas-pasan, nyatanya tidak melunturkan kebahagiaannya. Di tahun pertama pernikahan mereka, sangat jarang di terpa masalah, yang ada hanyalah kebahagiaan yang berlimpah ruah lah yang Husna rasakan. Memiliki suami yang begitu penyayang dan perhatian, di tambah ibu mertua yang juga luar biasa baik dan memperlakukannya layaknya anak kandung, maka tidak ada alasan untuk Husna tidak bahagia untuk itu semua.
Tidak hanya itu, Kebahagiaan Husna semakin lengkap rasanya karena kini ia tengah mengandung anak Aryo. Ya, kini usia kandungan Husna sudah memasuki bulan ke 6, hanya tersisa tiga bulan saja lagi untuk membuat kebahagiannya lebih terasa sempurna.
Namun roda kehidupan memang haruslah terus berputar, yang tengah berbahagia hari ini, rasanya tidak mungkin selamanya akan merasakan bahagia, pasti akan selalu ada masalah selama manusia itu hidup. Begitu pula dengan Husna, kebahagiaan Husna nampaknya tak bertahan lama, semua kebahagiaan itu seolah lenyap begitu saja saat ibu Aryo meninggal dunia.
"Tidak ibu, jangan pergi bu, cuma ibu orang tuaku, aku masih butuh ibu." Teriak Aryo saat ibunya dinyatakan telah meninggal dunia.
Husna pun ikut menangis, namun ia tetap berusaha untuk menenangkan suaminya yang kala itu terlihat begitu bersedih.
"Yang tabah ya mas, ikhlaskan ibu," Ucap Husna dengan lembut sembari mengusap-usap punggu Aryo.
"Semudah itu kau berucap! Tidak! Aku belum bisa ikhlas, aku tidak mau ibuku meninggal!" Teriak Aryo sembari menepis tangan Husna.
Husna pun seketika merasa syok bukan kepalang, bagaimana tidak, itu kali pertamanya Aryo bersikap kasar padanya. Tapi karena suasana saat itu sedang berduka, Husna pun mencoba tetap tenang dan berusaha untuk tidak ambil hati atas ucapan dan perlakuan Aryo.
"Tenang Husna, tolong jangan di masukkan ke hati, dia sedang berduka, tolong pahami saja." Gumam Husna dalam hati.
Husna pun menarik nafas dalam, menahan air matanya agar tidak jatuh di tengah keramaian orang yang mulai berdatangan untuk melayat.
Tujuh hari kemudian...
Hari-hari berlalu, Aryo benar-benar di terpa kesedihan yang maha dahsyat kala itu, bahkan meski sudah tujuh hari lamanya sejak kepergian sang ibu, ia seolah masih belum bisa menerima kepergian ibunya itu. Hal itu pun membuat sikap Aryo pada Husna mulai berubah, ia berubah menjadi sosok dingin, pemarah, serta tempramental, bahkan sekarang ia jadi sering hingga larut malam.
Hingga pada suatu malam, saat itu Husna belum tidur karena ia sedang menunggu kepulangan Aryo yang hingga pukul 22:00 malam belum juga pulang. Husna pun terus berjalan mondar mandir di kamarnya sembari terus mengusap-usap perutnya yang mulai membuncit, seolah saat itu ia sedang berbicara dengan bayi yang ada di dalam perutnya.
"Sabar ya sayang ibu, sebentar lagi, dalam hitungan beberapa bulan lagi, kita akan segera bertemu." Ucap Husna dengan begitu lembut.
"Sehat-sehat di dalam perut ibu ya sayang, ibu sangat mengasihimu nak. Ibu akan menunggu kamu sampai saatnya tiba nanti." Tambahnya lagi sembari mulai tersenyum memandangi perutnya dan terus mengusapnya dengan penuh kasih sayang.
*Ceklek*
Hingga tiba-tiba pintu kamar pun terbuka, seketika Husna langsung menoleh ke arah pintu dan mendapati Aryo yang memasuki kamar mereka dalam keadaannya yang terlihat sangat kacau.
"Mas, kenapa baru pulang?" Tanya Husna spontan.
"Hei Husna, apa yang sedang kau lakukan?!Kenapa masih belum tidur juga ha?!" Tanya Aryo sembari terus melangkah menuju kasurnya tanpa menjawab pertanyaan Husna lebih dulu.
"Aku menunggumu pulang mas."
"Oh." Jawab Aryo cuek.
"Mas, ayo kemari, sudah saatnya kamu pun juga harus sering mengajak ngobrol calon anak kita, barusan perutku seperti terasa ada gerakan" Ucap Husna sembari tersenyum tipis.
"Tidak, aku lelah dan ingin tidur! Lagi pula untuk apa mengajak ngobrol yang belum ada wujudnya? Memangnya aku orang gila?!" ketus Aryo acuh.
Husna pun seketika terdiam, hanya bisa menghela nafas sembari terus memandangi sang suami yang berjalan sedikit tergopoh-gopoh menuju kasurnya. Menyadari hal itu, membuat dahi Husna seketika mengkerut dan langsung menghampirinya.
"Mas kamu kenapa?" Tanya Husna yang mencoba memegang pundak sang suami.
Namun tangan itu langsung saja di tepis oleh Aryo yang seolah tak mengizinkan Husna untuk menyentuhnya.
"Sudah lah tak usah banyak tanya, mending tidur saja!" Jawabnya.
"Mas, badan kamu bau mas, seperti bau minuman, kamu mabuk lagi ya mas?" Tanya Husna lagi sembari ingin mencoba mengendus tubuh suaminya lebih dekat.
"Astaga mas, kenapa kamu jadi begini sih mas? Hidup kita sudah susah begini, kenapa kamu malah mabuk-mabukan yang tidak jelas? Kamu minum dimana mas? Sama siapa?" Omel Husna lagi.
Namun Aryo yang semakin di buat kesal dengan semua pertanyaan itu seketika langsung menolak kasar tubuh Husna agar segera menjauh darinya. Tubuh Husna pun terlempar ke lantai, membuatnya seketika mulai meringis sembari memegangi perutnya.
"Heh! Apa-apaan kau ini ha?! Kan sudah ku bilang jangan banyak tanya! Tidur sana!" Bentak Aryo yang langsung mengecakkan pinggangnya di depan Husna.
"Aduh, mas sakit mas." Ringis Husna yang mulai ingin menangis.
"Halah, sudah lah, ayo bangun! Tak usah jadi anak manja, memangnya kau pikir kau itu masih hidup bersama keluarga kayamu yang selalu memanjakanmu itu ha?!"
Husna yang saat itu masih terduduk di lantai pun mulai menangis, ia semakin meringis kesakitan dan terus memegangi perutnya.
"Mas tolong aku mas, perutku sakit sekali mas." Ringis Husna lirih.
Namun Aryo sama sekali tak bergeming, ia justru hanya mendengus kesal dan memalingkan wajahnya ke lain arah. Hingga beberapa saat kemudian, Husna pun semakin dibuat histeris saat ia mendapati cairan yang mulai mengucur deras dari area intinya.
"Mas, ada cairan di paha ku mas, aaagh sakit mas."
"Cairan apa? Apa karena aku marahi membuatmu jadi buang air di celana ha?!" Tanya Aryo dengan suara yang semakin meninggi.
"Tidak mas, sepertinya ini cairan ketuban mas, ketuban ku pecah mas." Jawab Husna yang semakin menangis.
Mendengar pengakuan Husna, membuat Aryo perlahan mulai meliriknya dan memandangi ke arah lantai tempat dimana Husna terduduk. Dan benar saja, saat itu lantai pun terlihat basah dan terdapat bercak-bercak merah seperti darah yang menyatu pada cairan bening itu. Hal itu pun sontak membuat kedua tangan Aryo yang awalnya mengecak mulai ia turunkan.
Wajahnya pun mulai terlihat panik, ia pun langsung berjongkok di hadapan Husna dan menyentuh sedikit bercak merah itu lalu menciumnya.
"Mas tolong aku mas, sakit sekali mas." Ucap Husna lagi yang langsung meremas baju Aryo.
"Husna, kau berdarah? Pertanda apa ini ha? Apa kau keguguran?!" Kedua mata Aryo mulai membulat.
Husna pun terlihat semakin histeris saat Aryo menanyakan hal itu padanya.
"Tidak mas! tidak mungkin, itu tidak mungkin terjadi mas, tidak!!" Teriak Husna yang langsung menggelengkan cepat kepalanya.
"Sudah! Diam dan jangan berteriak lagi! Ayo, kita ke puskesmas sekarang!"
Aryo yang semakin merasa panik pun akhirnya tanpa pikir panjang langsung saja menggendong Husna dan membawanya ke puskesmas yang berada tak jauh dari rumah gubuk mereka. Memiliki tempat tinggal yang berada di desa membuat tidak memungkinkannya untuk Aryo membawa Husna ke rumah sakit besar yang hanya ada di kota.
...Bersambung......
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 54 Episodes
Comments
Nila Sari
semangat up terus thorrr
2022-02-16
0