"Tidak ada apa-apa bu, hanya saja ku lihat ibu sudah terlihat semakin tua dan otomatis akan semakin lemah."
"Hehehe benarkah ibu semakin tua?" Tanya Husna yang mulai mengusap wajahnya dengan kedua tangannya.
Melati dengan polosnya pun hanya mengangguk.
"Tapi berjalan kaki itu juga bagus untuk kesehatan sayang, ibu akan terus sehat meski nanti usia ibu sudah sangat tua hehehe."
"Benarkah?"
Kali ini giliran Husna yang mengangguk.
Sementara Rio, saat itu ia hanya terus memilih untuk berdiam diri, karena percuma jika ikut berbicara, ia pasti akan kembali kena omel oleh ibunya.
"Nah Rio, sudah sampai di TK, pergilah masuk dan belajar dengan benar ya. Ingat, jangan membuat onar." Ucap Husna sembari menghentikan langkahnya saat mereka telah tiba di depan gerbang TK tempat dimana Rio belajar dan bermain.
TK yang berada di desa mereka bukanlah seperti TK pada umunya yang memiliki bangunan berwarna-warni dan ada banyak permainan di dalamnya. TK di desa mereka hanyalah sebuah bangunan yang terbuat dari papan yang sengaja di cat berwarna biru langit dan hanya ada satu jenis permainan di dalamnya, yaitu ayunan yang juga terbuat dari bekas tali tambang dan papan sebagai tempat duduknya.
Rio terus diam, dan langsung berjalan dengan lesu memasuki area TK. Sementara Husna yang tidak peka terhadap sikap murung Rio, saat itu langsung mengajak Melati untuk melanjutkan perjalanan mereka menuju ke sekolah Melati yang jaraknya lebih jauh dari TK Rio.
"Nahh aku juga sudah sampai bu." Ucap Melati saat mereka telah tiba di depan gerbang sekolah SD tempat dimana Melati menimba ilmu.
"Iya sayang, ayo." Ucap Husna yang kembali menarik tangan Melati untuk mengajaknya masuk.
"Bu." Ucap Melati yang langsung menahan tangan ibunya.
"Ada apa sayang? Ayo ibu antar masuk." Ucap Husna dengan semangat.
Melati pun mulai menatap wajah ibunya dengan tatapan sedikit ragu-ragu.
"Bu, apa boleh mulai hari ini ibu mengantarku sampai depan gerbang saja?" Tanya Melati pelan.
Mendengar hal itu, membuat dahi Husna seketika mulai mengkerut, Husna pun langsung merendahkan tubuhnya, ia berlutut di hadapan Melati untuk membuat kedua wajah mereka sejajar agar bisa menatap wajah anaknya lebih dalam.
"Ada apa? Kenapa tiba-tiba harus begitu, sayang?" Tanya Husna dengan lembut.
"Tidak ada bu, hanya saja sebagian teman-temanku jadi menertawakan aku karena aku masih di antar sampai kelas oleh ibu. Mereka bilang aku seperti anak TK. Lagi pula aku sudah kelas 4, memang sudah seharusnya ibu tidak lagi mengantar sampai ke dalam kelas." Jelas Melati dengan wajahnya yang begitu sendu.
Husna pun terdiam sejenak sembari terus memandangi nanar wajah putrinya.
"Aku malu bu, aku tidak mau terus di ejek oleh teman-temanku. Lagi pula yang harus ibu antar sampai ke dalam kelas itu Rio, bukan aku." Tambah Melati lagi.
Husna pun akhirnya mulai menghela nafasnya, meski dalam hatinya merasa begitu berat, namun ia tetap menampilkan senyuman manis di hadapan putrinya. Dan tak ada pilihan lain untuknya saat itu selain mengabulkan permintaan sang putri terkasihnya demi putrinya merasa senang dan nyaman,
"Hemm, baik lah kalau begitu, tidak apa. Berarti mulai hari ini ibu hanya akan mengantarmu sampai disini saja ya." Ucap Husna sembari merapikan kerah baju Melati namun dengan matanya yang mulai berkaca-kaca.
Entah kenapa, saat menyadari Melati yang mulai merasa malu pada teman-temannya dan tak ingin di antar hingga ke kelas lagi, membuat hati Husna terasa perih, ia seolah belum siap menghadapi kenyataan jika putri yang begitu dikasihinya itu, kini mulai beranjak besar, perlahan sudah mulai tidak lagi bergantung padanya, dan itu sungguh membuat Husna begitu sedih.
"Yeayy, terima kasih ibu." Jawab Melati girang.
Husna hanya bisa memberikan senyuman terbaiknya di hadapan Melati, masalah kesedihannya, itu biarlah dia saja yang tau dan merasakannya, begitu lah pikirnya.
"Baik lah bu, kalau begitu aku masuk dulu ya, ibu hati-hati ya di jalan."
"Ah iya nak, kamu juga belajar lah dengan baik ya, kalau ada seseorang atau siapa pun itu yang berani menyakitimu, termasuk gurumu, katakan langsung pada ibu, kamu mengerti sayang?" Husna menatap lekat wajah putrinya.
"Iya ibu, aku mengerti." Melati pun mengangguk.
"Ya sudah, pergi lah masuk, ibu akan melihatimu sampai kamu benar-benar masuk ke dalam kelas."
"Ta,,, tapi bu.."
"Sudah-sudah, masuk lah cepat, ibu akan langsung pergi begitu kamu masuk ke kelas."
"Eemm baik lah bu." Melati pun tak mampu menolak, dan akhirnya hanya bisa mengangguk patuh.
Melati pun mulai beranjak pergi, ia terus melangkah menuju kelas yang letaknya tepat berhadapan dengan gerbang sekolah. Begitu tiba di depan kelas, Melati berhenti sejenak lalu menoleh ke arah ibunya, dan benar saja, saat itu Husna masih terlihat begitu setia berdiri di depan gerbang sekolah, menyadari Melati yang menoleh ke arahnya, Husna yang awalnya menatap sendu ke arah Melati, sontak langsung tersenyum dan langsung melambaikan tangannya.
"Selamat belajar sayang, semangat ya." Teriak Husna.
Melati hanya mengangguk,
"Ibu pulang dulu ya, dadahhh." Teriak Husna lagi yang kembali melambaikan tangannya.
Melati tidak menjawabnya kali ini, ia memilih untuk langsung masuk ke kelas karena saat itu ada beberapa teman sekelasnya yang berada tak jauh darinya seolah sedang menertawakannya,
Husna akhirnya beranjak pergi meninggalkan area sekolah, ia terus berjalan kaki seorang diri untuk kembali pulang ke rumahnya. Setibanya di rumah, ia langsung menuju halaman belakang rumahnya yang tidak terlalu besar, namun cukup untuk ia tanami ubi/singkong kuning dan ungu. Dengan sigap ia memanen ubi-ubi itu untuk ia jual di pasar yang letaknya tak terlalu jauh dari rumahnya.
Dengan membawa dua kantong ubi yang cukup berat, Husna terus berjalan seorang diri menyusuri jalanan setapak yang di bagian kiri dan kanan jalanan itu masih banyak di tumbuhi dengan ilalang. Saat itu waktu sudah menunjukkan pukul 08:10 pagi, suasana di pasar pada jam itu tentu lah sangat ramai. Husna pun bergegas menggelar tikar di lapak tempat biasa ia berjualan, lalu mulai menumpahkan ubi-ubi yang ada di dalam kantong plastik ke tikar, tujuannya agar calon pembeli bisa melihat lebih jelas apa yang ia jual dan bisa lebih leluasa memilih.
"Mari bu, di beli ubinya, ada ubi kuning dan ubi ungu, dua-duanya pasti enak dan baru di petik dari kebun sendiri." Celoteh Husna guna memanggil para pengunjung pasar.
Tidak melulu bernasib buruk seperti kehidupan rumah tangganya, dalam hal berdagang, entah kenapa Husna selalu bernasib mujur. Bagaimana tidak, dagangan yang ia bawa, seberapa banyak pun itu, pasti selalu kandas terjual.
...Bersambung......
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 54 Episodes
Comments
Nila Sari
lanjut up thorrrrr
2022-02-16
0