~Kebimbangan seringkali dialami oleh siapa pun yang merasa tak memiliki pegangan.
Karena jika seseorang telah memiliki pegangan dalam hidupnya, maka sebanyak apapun jalan/pilihan yang tersaji di hadapan, dia akan tetap santai menyikapinya seraya terus berpegang pd sesuatu yang ia percayai/yakini.~
***
Jason gusar.
"You are kidding me!" (Kamu mencandai ku) tuduh Jason pada Daffa. Tatkala Daffa mengatakan kalau ia akan menikahi Anna besok.
"I'm not!" (Aku gak/becanda) seru Daffa.
"Maksud you, you benar akan menikah dengan Anna besok? Besok hari?" Tanya Jason lagi.
"Yeah. Tomorrow will be the day." (Ya. Besok adalah harinya) seru Daffa lagi dengan nada pasti.
"Gimana bisa ya aku gak tahu kalau kita akan menikah besok?" Tiba-tiba suara Anna menyusup ke dalam percakapan Daffa dan Jason.
Seketika itu pula perhatian Daffa dan Jason langsung terarah ke sosok Anna. Dan.. Daffa terpana.
Kini Anna sudah dalam balutan gaun pernikahan yang dipilih Daffa. Dan gaun itu terlihat sangat pas di tubuh Anna.
Perhatian Jason pun langsung teralih. Jiwa desainernya pun langsung tampil ke permukaan dan menilai penampilan Anna secara keseluruhan. Ia memutari Anna seraya menilai keseluruhan penampilan Anna.
"Perfecto! Unni terlihat cantik sangat dalam gaun ini. Padahal gaun ini termasuk gaun yang paling susah menemukan jodohnya. Seingat i, hanya ada satu orang yang pas mengenakan gaun ini tanpa perlu penyesuaian ukuran. Dan dia adalah.."
"Jason, please. Bisa tolong tinggalin aku sebentar dengan Daffa? Kami mau 'mengobrol' sebentar" pinta Anna pada Jason.
Jason melihat permohonan di mata Anna. Ia pun menghela napas. Ia mengajak serta kedua asistennya pergi keluar ruangan.
Kini pandangan Anna dan Daffa kembali bertemu. Anna masih berdiri dalam balutan gaun pengantin. Ia terlihat geram sekaligus menggemaskan di mata Daffa saat ia menyilangkan kedua tangannya di depan dada. Jika boleh memilih, Daffa ingin menikah saat itu juga.
Mata Anna perlahan membesar. Dan ia menuding Daffa dengan jari telunjuknya.
"Gila kamu, Daff! Tadi kamu bilang mau nikah besok. Dan barusan kamu bilang mau nikah sekarang juga? Nikah aja sendiri!" Cecar Anna berapi-api.
Daffa mengerjapkan mata. Perlahan ia menyadari kalau ia ternyata menggumamkan keinginannya menikah saat ini juga dengan suara yang cukup keras untuk didengar Anna. Perlahan ia pun bangkit dari sofa dan menghampiri Anna.
"Maaf, Anna. Kamu terlihat sangat cantik sampai-sampai saya tak sadar menggumamkan soal menikah saat ini juga.." aku Daffa menyesal.
Daffa berusaha meraih bahu Anna tapi langsung ditepis oleh tangan gadis itu. Ia mengalah. Dan memilih untuk memasukkan kedua tangannya masing-masing ke dalam saku celananya.
"Coba tolong jelasin, kenapa kita harus menikah besok? Kamu bahkan belum melamar atau bicara dengan keluargaku." Cecar Anna lagi.
"Saya baru mau menyapa ibu sambung kamu sore ini. Saat saya mengantarkan mu pulang."
"Tanpa terlebih dahulu meminta ijinku?" Cecar Anna masih dengan emosi.
"Of course, with your permission, Anna. Saya baru akan menjelaskannya sekarang ini."
"Kamu terlalu percaya diri, Daff. Bagaimana kamu bisa begitu yakin kalau saya mau nikah sama kamu besok? Bisa aja saya back out dari pernikahan kontrak ini." Seru Anna lagi.
Seketika ekspresi wajah Daffa mengeras mendengar kalimat terakhir Anna itu. Tapi Anna hanya bisa melihat amarah di mata pemuda tampan itu. Ia tak bisa melihat torehan luka yang sekelebat membayang di mata Daffa oleh sebab ucapannya.
"You will not!" (Kamu tidak akan!/mundur) Daffa mengancam.
"How sure are you!" (Seberapa yakinnya kamu!) Tantang Anna.
Daffa mengepalkan tangannya. Ia ingin memukul sesuatu atau membanting sesuatu. Tapi melihat Anna dalam gaun pernikahannya membuat Daffa teringat kalau ia harus lebih bisa menjaga emosinya.
Daffa pun menghela napas sekali. Lalu berusaha meraih kembali bahu Anna. Tapi Anna kembali menepis sentuhannya. Daffa sebenarnya ingin pembicaraan mereka berakhir baik. Ia ingin memulai kehidupan baru dengan Anna dengan awal yang baik. Pertengkaran ini membuatnya lelah.
Dengan suara pelan, Daffa coba menjelaskan.
"Besok, ibu sambung kamu bermaksud mengadakan pesta tunangan untuk kamu dan Frans. Diam-diam dia sudah menyiapkan katering dan dekorator untuk menghiasi rumah kalian untuk pesta pertunangan itu.
"Dia juga sudah menjadwalkan waktu untuk mempercantik diri di salon. Besar kemungkinan kamu akan di ajak ke spa atau apa sebagai alasan agar kamu keluar dari rumah sementara rumah kalian dihias," Daffa menjelaskan tanpa henti.
Penjelasan Daffa ini bak guntur di siang bolong bagi dunia Anna. 'bagaimana mungkin Mama Ira akan seberani itu!' Anna membatin tak percaya dengan omongan Daffa.
"Kalau kamu gak percaya sama omongan saya, kamu bisa tanya ke Dodi, adik sambung mu. Dia pun sepertinya tahu dengan rencana ibu sambung mu. Silahkan menelponnya.." Jelas Daffa lagi.
Anna menatap Daffa. Ia berusaha mencari kepalsuan di mata pemuda itu. Tapi Anna tak dapat menemukannya. Atau mungkin karena ia terlalu gusar usai mendengar penjelasan Daffa barusan.
"Silahkan kamu menelpon Dodi." Daffa kembali memberikan kesempatan pada Anna untuk membuktikan kebenaran ucapannya.
Dengan agak ragu, Anna meraih smartphone miliknya yang ada di dalam ransel di sofa. Tak lama ia menemukan nama Dodi di layar kontak, lalu menelponnya.
Sekitar dua dering kemudian, Dodi mengangkat panggilan teleponnya.
"Halo.. kak Anna... Ada apa?" Anna menangkap kegugupan di suara Dodi.
"..Dodi, tolong jujur sama kakak.." Anna mengambil napas dalam-dalam sebelum melanjutkan omongannya.
"Apa Mama mempersiapkan pesta pertunangan untuk kakak dan.. Frans sekarang ini?"
Dodi: "...i..itu.."
"Tolong jujur Dod. Kakak janji kakak gak akan bilang ke Mama kalo kamu yang kasih tahu kakak. Semisal Mama memang merencanakan pesta itu" Pinta Anna lagi.
"..."
"..."
"...iya kak." jawab Dodi akhirnya. Seketika Anna merasa lemas. Ia pun terduduk di atas sofa dengan pikiran kalut.
"Oke. Gak apa-apa. Makasih Dod, udah jujur. Kakak akan tepati janji kakak tentang tutup mulut tadi." Sambung Anna pada speaker smartphonenya.
"Kakak gak apa-apa? Kakak pulang kan sore ini?" Tanya Dodi setengah panik.
"...ya. Kakak pulang sore nanti. Oke. Udah dulu ya Dod. Bye."
Tut. Dan sambungan telepon pun terputus.
Anna tepekur dalam diam. Matanya memandang kosong ke depan tapi pikirannya nyalang entah ke mana.
Perlahan Daffa mendekati Anna yang terduduk. Pemuda itu lalu berjongkok dan menggenggam kedua tangan Anna.
"Hey. Are you okay?" Tanya Daffa dengan suara lembut.
Lama tak ada jawaban dari Anna, Daffa pun mengusap pelan jemari tangan mungil wanita itu dan memanggil namanya.
"Anna, are you okay?"
Anna mengerjapkan matanya sekali. Ia lalu tersadar kalau ia masih berada di butik kini. Menyadari kedua tangannya ada di genggaman Daffa, ia pun menariknya perlahan.
Kini kedua tangannya menyatu dalam kepalan tangannya sendiri. Tak ingin melihat wajah Daffa, Anna pun memalingkan muka ke arah lain.
"Anna.. jadi kamu ngerti kan dengan rencana saya tentang pernikahan kita besok?" Tanya Daffa perlahan.
Anna masih memalingkan muka dari Daffa. Ia pun masih terdiam, tak menjawab pertanyaan Daffa.
"Akan lebih baik kalau kita menikah besok, dibanding memuluskan rencana ibu sambung kamu tentang pesta pertunangan dengan Frans." Jelas Daffa kembali.
"Begitu kah?" Jawab Anna dengan nada sinis.
Daffa kembali gusar saat menangkap nada sinis di kalimat Anna tadi. Ia pun langsung bangkit dan menjauhi Anna. Amarah kembali hinggap dan hendak menelannya.
"Kamu gak berpikir untuk back out (mundur) kan dari pernikahan kita? Kita udah tanda tangan di atas hitam putih!" Daffa meledak oleh emosi.
Merasa tak cukup yakin untuk tidak melakukan sesuatu pada Anna, Daffa pun bergegas keluar dari ruangan itu.
Meninggalkan Anna tepekur sendiri. Hingga akhirnya bulir air mata pun perlahan tumpah melintasi kedua pipi putih gadis itu.
***
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 176 Episodes
Comments
Wini aulia 08
belagu amat si ana
2023-05-07
1
N⃟ʲᵃᵃB⃟cQueenSyaⁿʲᵘˢ⋆⃝🌈
kenapa di buat sulit sih Ana...semua juga buat kebaikan kmu...
2022-08-07
2
Endang Winarsih
sabar Anna.lanjut
2022-07-11
1