~do more, think again.
bekerja lebih, berpikir ulang~
***
"Anna, menikahlah dengan saya!"
"Saya tahu kamu ragu. Saya mengerti kalau kamu merasa kita dua orang asing yang tak saling mengenal. Kamu mungkin mengira kalau saya hanya bercanda. Tapi saya benar gak becanda soal ingin menikahi kamu, An. Izinkan saya menjaga kamu."
Suara Daffa kembali terngiang di benak Anna. Saat itu ia sedang terbaring di atas kasur. Mencoba memejamkan mata tapi suara Daffa terus datang dan menggodanya.
Tadi siang Daffa benar mengantarkannya pulang ke rumah. Dan ketika tiba di rumah, Anna langsung naik ke atas dan masuk ke kamarnya.
Anna tak memperdulikan gedoran pintu oleh Mama Ira. Mengingat apa yang sudah dilakukan oleh ibu sambungnya itu, Anna merasa sangat marah.
Jika tak ada Daffa yang menolongnya, entah hal apa yang akan terjadi padanya sore hari tadi. Dan Mama Ira yang ikut merencanakan pertemuan dengan Frans itu jelas memiliki andil dalam kejadian sore ini. Jadi setidaknya Anna memerlukan waktu untuk bisa memaafkan Mama Ira.
Di samping Anna, Zizi sudah pulas tidur. Jarum jam sudah menunjukkan pukul 11 malam tapi Anna tak jua merasa tenang.
'Apa Daffa adalah jalan keluar untuk masalahku saat ini?' kembali Anna membatin.
Matanya nanar menatap langit kamarnya yang berwarna krem. Sementara pikirannya kembali nyalang menggemakan suara Daffa.
"Saya sudah menyelidiki kamu. Dan saya tahu kondisi keluarga kamu saat ini."
"Ya. Saya tahu perbuatan saya itu salah. Tapi saya penasaran dengan kamu, An. Dan syukurlah saya mengikuti kata hati saya. Jadi saya tahu kalau ibu sambung kamu hendak menjodohkan kamu dengan lelaki tadi."
"Ya.. ya. Saya juga tahu hal itu. Kamu boleh memarahi saya untuk tindakan saya mengulik hal pribadimu itu. Tapi Anna, tidak bisakah kamu mengira jika mungkin ada kuasa Tuhan yang sudah menarik saya sedemikian kuatnya kepadamu? Tidakkah kamu merasa kalau semua kebetulan ini sudah dirancang oleh Yang Maha Kuasa?"
Anna merasa gelisah. Ia mencoba mencari posisi tidur yang baru untuk menghilangkan suara Daffa dari benaknya. Tapi suara Daffa terus-menerus menggodanya.
Meski ia paksakan untuk menutup mata, berharap lelap menyapunya hingga mimpi. Tapi suara Daffa kembali datang dan datang lagi.
"Dan tidakkah kamu berpikir, An. Kalau kamu mengikuti perjodohan dengan lelaki tadi, kehidupan apa yang akan kamu jalani ke depannya?"
"Saya juga sudah menyelidiki Frans. Ya. Saya sudah menyelidikinya. Dan saya bisa mengatakan kalau dia bukan lelaki yang baik. Saya rasa kamu pun sudah mengetahuinya."
"Jadi Anna. Menikahlah dengan saya. Kamu tak perlu memikirkan kewajiban sebagai seorang istri. Tidak. Saya tidak akan menuntut kamu untuk memenuhinya."
" Percayalah jika saya mengatakan kalau saya hanya ingin menjaga kamu. Saya tak ingin kamu terluka. Saya ingin menciptakan dunia yang penuh kebahagiaan untukmu. Dan jika kelak kamu ijinkan, saya pun ingin ikut bahagia di dalam dunia itu bersamamu. Saya mohon, Anna."
"Jika kamu mau, kita bisa membuat surat kontrak. Agar kamu merasa aman dan nyaman menjalani pernikahan dengan saya. Kamu boleh menuliskan syarat apapun untuk pernikahan kita. Saya berjanji untuk menyanggupi syarat apapun darimu."
"Satu yang menjadi syarat saya dalam pernikahan kita, jika kelak kamu menginginkan pernikahan ini, adalah jangan tentang saya dari upaya untuk melindungi kamu. Saya hanya ingin menjaga kamu. Jadi tolong ijinkan saya untuk selalu berada di sisimu, jika tidak di belakangmu."
Anna kembali mendesah. Jarum jam sudah menunjukkan pergantian hari. Sudah tengah malam, dan Anna masih belum jua tidur. Terngiang kembali kalimat terakhir yang diucapkan Daffa padanya sesaat sebelum ia keluar dari mobil mahalnya.
"Tolong pertimbangkan tawaran saya ini, Anna. Ijinkan saya menjadi pelindung bagimu lewat pernikahan ini. Saya tak akan meminta lebih dari yang bisa kamu berikan kepada saya."
"Dan.. jika kelak kamu menjumpai lelaki yang kamu cintai, lelaki yang bersedia melindungi kamu dengan segenap hidupnya, saya... "
Di sini Daffa sempat berhenti bicara. Sementara Anna yang mendengarnya ikut menahan napas.
"Saya akan merelakan kamu dengannya. Jika memang dia bisa mencintai kamu melebihi atau sama seperti rasa yang saya miliki terhadap kamu."
Anna mendesah dalam rasa gelisah. Pada akhirnya ia bangkit dari pembaringan dan menuju kamar mandi untuk mengambil wudhu. Berharap ia bisa menemukan ketenangan usai menghambakan diri dalam sujud malam kepada-Nya.
Usai memasrahkan diri dalam 4 rakaat shalat, ia pun khusyu berdoa.
"Allah Yaa Rabb.. Aku menghamba kepada-Mu. Aku merayap memohon ulur kasih-Mu. Aku memohon tuntunan dari-Mu dalam menghadapi segala persoalan yang kuhadapi kini."
"Jika memang Daffa adalah sosok yang Kau pilih untuk menjadi penyelamat hidupku, menjadi imam bagi separuh hidupku nanti, kumohon beri aku petunjuk. Beri aku ketenangan hati. Beri juga aku kejernihan dalam membuat pilihan dalam hidupku ini."
"Mohon rahmati aku. Rahmati juga keluargaku. Lindungi kami dari segala keburukan dunia juga keburukan akhirat. Dan dampingi kami dengan orang-orang yang baik yang Engkau rahmati pula hidup dan matinya. Aamiin. Allahumma aamiin.."
***
Keesokan harinya, Anna bangun seperti biasa pada pukul 5. Setelah shalat tahajud semalam tadi, syukurlah ia bisa terlelap tidur pada akhirnya.
Anna bahkan bermimpi indah. Mimpi, yang menurutnya adalah petunjuk dari Allah untuk doanya semalam tadi. Hingga akhirnya kini ia mendapatkan ketenangan yang diinginkannya.
Anna sudah tahu apa yang akan menjadi pilihannya. Maka ia melanjutkan aktivitas paginya dengan hati yang lapang. Ia bahkan sudah tak lagi merasakan amarah saat paginya ia bertatap muka dengan Mama Ira.
Senyuman tipis yang dihadiahkan Anna pada Mama Ira membuat ibu sambungnya itu tercenung sejenak. Mama Ira bahkan hampir lupa untuk menanyakan kejadian yang terjadi di butik Sphera kemarin sore pada Anna. Tapi akhirnya ia menanyakannya juga pada Anna.
"Anna. Kemarin ada pelayan butik Sphera yang mengantarkan nota pesanan baju Mama. Kenapa notanya tidak ada pada kamu?" Tanya Mama Ira.
Dengan santainya Anna menjawab,
"Oh. maaf, Ma. Anna lupa membawanya. Jadi kemarin dianterin sama pelayan butik."
"O begitu.. lalu, kamu pulang dengan siapa kemarin? teman kampus kamu?" Selidik Mama Ira.
Anna tersenyum tipis.
"Ya, Ma. Dia teman Anna."
"Sepertinya Mama belum mengenalnya. Itu bukan mobil Karina kan?"
"Bukan, Ma. Tadi itu Anna diantar Daffa."
"Daffa? Siapa dia?"
Anna diam tak menjawab. Tapi Mama Ira tak jua menyerah untuk terus bertanya.
"Frans semalam telepon. Katanya kamu udah punya pacar. Apa Daffa itu orangnya? dia orang mana? anak siapa? orang tuanya keluarga terpandang bukan?" tanya Mama Ira bertubi-tubi.
Pada akhirnya kesabaran Anna menipis. Ia pun menjelaskan pada Mama Ira dengan kalimat panjang dan jelas.
"Ma. Anna menghormati Mama layaknya ibu Anna sendiri. Tak perduli bagaimana sikap Mama kepada Anna selama ini, Anna tetap ingin menghormati Mama."
" Tapi Anna minta pada Mama. Tolong jangan melewati batas privasi Anna. Biarkan Anna memilih pasangan Anna sendiri."
"Tentang Frans, Anna akan tetap menolak dia, Ma. Maaf jika Anna tak mengikuti saran Mama. Anna janji gak akan mengganggu kehidupan Mama. Jadi tolong beri privasi juga untuk Anna dalam membuat pilihan. Oke, Ma? Anna berangkat dulu."
Dan Anna pun berlalu pergi menuju kampusnya dengan hati yang lapang.
***
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 176 Episodes
Comments
N⃟ʲᵃᵃB⃟cQueenSyaⁿʲᵘˢ⋆⃝🌈
salut anna, meskipun tertindas tapi tetap kuat, tegar dan ga pasrah gitu aja....
2022-08-07
3
Endang Winarsih
semangat anna.lanjut
2022-07-11
2
Author yang kece dong
aku udah datang 😭
2022-05-03
4