~Papa bilang, "kalau ada cowok yg nembak kamu, mending lari deh!"
aku: kenapa Pa?
Papa: kalau gak lari, nanti mati dong!
GUBRAk~ [sekedar hiburan]
***
Di dalam mobil, Anna menghela napas lega. Ia lalu mengucapkan terima kasih pada Daffa yang sudah menolongnya tadi.
"Terima kasih. Kamu nolong aku banget tadi."
"You're welcome (sama-sama)."
"..."
"..."
Anna merasa canggung karena lelaki di sampingnya itu tak lagi bicara setelah menerima ucapan terima kasihnya. Demi mencairkan suasana, ia pun memperkenalkan dirinya.
"Oh ya. Kita belum kenalan. Namaku Anna. Eh, tapi tadi kamu juga udah denger ya Frans manggil aku. Kalo kamu, siapa nama kamu?"
Lelaki itu sejenak menatap Anna lekat-lekat. Tatapannya menimbulkan getaran aneh ke seluruh tubuh dan isi kepala Anna.
"Daffa. Panggil aku Daffa."
"Ooh.. Daffa."
'Eh? Kenapa aku merasa de javu ya? Seperti pernah melalui percakapan ini?' Anna membatin dalam hati.
Anna mengerutkan kening. Mencoba mengingat-ingat sekiranya ia pernah berkenalan dengan Daffa.
'Rasanya kami tak pernah saling mengenal. Tapi kenapa..'
"Apa yang kamu lakukan di butik Sphera?"
Pertanyaan dari Daffa itu membuyarkan lamunan Anna. Ia lalu tersadar kalau ia sudah melupakan nota pesanan Mama Ira.
"Ya ampun. Aku lupa. Nota pesanan ku belum diambil tadi. Aku balik lagi aja kali ya."
Anna tak menjawab pertanyaan Daffa dan malah berceloteh sendiri. Hal ini membuat Daffa sedikit kesal karena diacuhkan.
"Tak perlu kembali ke sana. Bagaimana kalau lelaki tadi masih ada di sana. Kamu mau dia mangsa kamu lagi?" Gerutu Daff.
Anna langsung tertegun. Menyadari kalau kalimat Daffa itu memang benar adanya. Anna jelas tak ingin bertemu dengan Frans lagi dan mengalami kejadian pelecehan seperti yang pernah dilakukan pemuda itu sebelumnya.
Jika bisa, Anna berharap tak usah bertemu dengan Frans lagi untuk selamanya. Walaupun sebenarnya harapan Anna itu hanyalah sekedar mimpi yang sulit terjadi.
Karena bagaimanapun juga, Frans masih akan sering ke rumah untuk menjenguk tante satu-satunya, yang sekaligus juga adalah ibu sambungnya Anna, Mama Ira.
Tak lama kemudian, Daffa mengeluarkan ponselnya. Sekilas Anna melihat merek ponselnya Daffa.
'Eppel. Itu adalah merek yang mahal. Sebenarnya, siapa Daffa ini?' benak Anna bertanya-tanya.
Daffa lalu menelpon entah siapa dari ponselnya. Yang didengar Anna adalah seperti ini percakapan Daffa di telponnya.
"Evelin. Pesanan Nona yang tadi pergi dengan saya tolong dikirim ke alamat yang nanti saya teks ke kamu. Cepat ya!"
Lalu Anna melihat Daffa mengetik di layar ponselnya. Dan menyimpan ponselnya kembali di saku celana. Setelah itu, suasana kembali hening.
Anna terpaku tak tahu harus bicara apa lagi. Ia tak sadar kalau ia masih memperhatikan Daffa dengan seksama secara terbuka.
Entah karena wajah Daffa yang memang terlalu tampan, atau karena sikap atau sesuatu pada pemuda asing itu yang membuat netra Anna sulit melepaskan diri dari sosoknya.
Sementara itu Daffa, yang dipandang cukup intens oleh Anna tetap terlihat biasa. Padahal sebenarnya dalam hatinya pun ia mulai merasakan debaran yang tak seirama.
Untuk mengusir kegugupannya, Daffa hanya terlihat berdehem dua kali dan memfokuskan pandangannya ke depan. Lebih tepatnya adalah ke kaca spion yang ada di depan sopir nya. Pada kaca itu Daffa bisa melihat wajah dan ekspresi Anna yang sedang menatapnya, tanpa diketahui oleh gadis itu.
Beberapa saat kemudian Anna menyadari sesuatu yang aneh.
"Eh..? Kamu gak nanya alamatku, Daff?"
"Gak perlu. Di perum Anggrek Ayu kan?"
"..."
"..."
"Kamu tahu dari mana alamatku, Daff?"
Kini Anna mulai merasa was-was. Bagaimana bisa lelaki asing di sampingnya ini mengetahui alamatnya. Ia bahkan belum memberitahunya soal itu.
"Ah. Mobil ini.. kemana kita pergi?"
Anna kembali bertanya dengan perasaan was-was yang kian menjadi-jadi.
'Bagaimana jika aku diculik? Bukankah pernah ada berita penculikan wanita akhir-akhir ini? Dan kurasa aku juga cukup cantik untuk menarik perhatian lelaki,' batin Anna bicara.
Menyadari apa yang baru saja melintas di benaknya, membuat Anna merasa malu. Selama ini ia tak pernah mengakui kecantikannya, bahkan kepada dirinya sendiri sekalipun. Menurutnya itu hal yang cukup memalukan.
Padahal, dengan kulit putih bening, wajah indo blasteran, mata cokelat hangat, hidung yang cukup mancung, bibir sensual yang tak terlalu besar, serta rambut hitam panjang bergelombang, Anna sudah pantas untuk dinobatkan sebagai wanita tercantik di kelasnya.
Hanya saja, dalam kesehariannya Anna selalu tampil sederhana dalam balutan baju dan celana longgar, tanpa make up berlebih, serta rambut yang hampir selalu dikuncir kuda di belakang kepala.
Meski begitu tetap saja, orang-orang masih bisa melihat jelas kecantikan yang dimiliki oleh gadis ramah tersebut.
Daffa melihat semua ekspresi yang melintas di wajah Anna. Dan ia bisa menebak apa yang bercokol di pikiran gadis itu. Ia mendesah.
'Dia benar-benar mirip dengan Tasya. Terlalu berlebihan dalam memikirkan sesuatu,' Daffa membatin.
Daffa lalu mulai bicara.
"Bisakah kamu percaya kalau kamu adalah kekasih saya di masa lalu?"
".... Apa? Apa katamu?" Tiba-tiba saja benak Anna jadi kosong saat mendengar pertanyaan aneh itu.
"Anggap saja saya merasa kamu adalah kekasih di masa lalu saya. Jadi di saat pertama kali saya melihat kamu, saya langsung yakin kalau kamu adalah dia," Ucap Daffa kembali.
"... Aku.. aku tak faham apa yang kamu maksud."
"Sudah saya kira kalau kamu akan sulit mempercayainya. Tapi saya harap kamu bisa percaya kalau saya tak bermaksud jahat padamu. Kamu bisa kan percaya itu?"
Anna menatap lekat mata Daffa. Ada kesungguhan dan ketulusan yang ditangkap batinnya dari mata jernih Daffa. Tanpa sadar ia pun mengangguk.
"Bagus. Berarti, bagaimana kalau kita menikah saja?"
"..."
"..."
"... Apa?! Barusan kamu bilang apa, Daf?" Anna sangat terkejut. Hingga tanpa sadar ia membalikkan seluruh tubuhnya hingga menghadap pada Daffa.
Diamatinya baik-baik wajah Daffa. Ia merasa ia berada dalam sebuah jebakan canda saat ini.
Perlahan Daffa meraih jemari Anna.
Dengan lembut, Daffa mengelus jemari-jemari mungil di tangannya itu. Mengamatinya selama beberapa detik. Lalu kembali menatap lurus ke dalam mata Anna.
"Anna Maharania. Maukah kamu menikah dengan saya?"
"DD..Daffa.. kamu pasti bercanda kan? Kita berdua adalah dua orang asing yang gak saling kenal. Jadi kamu pasti becanda kan?"
Anna melihat Daffa sedikit menghela nafasnya.
"Sejak pertama saya melihat kamu, hati saya tahu kalau kamu itu spesial. Semalaman saya berpikir untuk menyelidiki kamu. Saya ingin mengenal kamu lebih dulu. Saya ingin memastikan kalau kamu adalah Tasya-ku."
"Tapi saat ini, sejak tadi kita bertemu lagi, melihat kamu dalam bahaya dari tangan lelaki lain. Saya merasa tak bisa menunggu lagi. Hati saya menarik saya kepadamu. Entah kamu Tasya atau bukan.
Tapi saya selalu mempercayai kata hati saya. Kamu adalah sesuatu yang teramat penting bagi saya, Anna."
"Terlepas dari lama tidaknya kita saling mengenal. Tapi saya sudah dipilih untuk memuliakanmu. Jadi, Anna. Menikahlah dengan saya!"
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 176 Episodes
Comments
Siti Lizardy
Apa Dafa jodoh Ana??
2022-07-28
3
Endang Winarsih
aku suka ceritanya.lanjut
2022-07-11
2
Ryoka2
🥺
2022-05-16
0