Seminggu berlalu, hari itu adalah hari pernikahan Segara dan Mutiara. Meski diselenggarakan sangat sederhana, namun acara pernikahan itu berjalan dengan lancar. Segara nampak sangat gagah dengan pakaian pernikahan sederhananya, begitu juga Mutiara terlihat sangat manis dengan balutan kebaya putih dan hiasan bunga melati di kepalanya. Keduanya nampak sangat serasi tatkala duduk bersanding di pelaminan.
Tampan dan cantik, sehingga semua mata memandang takjub kepada keduanya, senyum kebahagiaan juga ditunjukkan warga kampung disana karena setelah Segara dan Mutiara menikah, maka keresahan mereka akan status hubungan keduanya sudah bisa dihilangkan sehingga tidak ada lagi yang ingin mencemooh pasangan itu.
Kendati belum saling mencintai, Segara dan Mutiara sudah memantapkan hati mereka dan berjanji akan berusaha belajar saling mencinta setelah sah menjadi pasangan suami istri, itulah yang membuat mereka bisa ikut selalu tersenyum kepada semua tamu tamu undangan di pernikahan mereka.
Imran juga nampak sangat bahagia, keinginannya menikahkan putri semata wayangnya sudah terwujud hari itu, dan menemukan seorang Segara yang kini jadi menantunya, merupakan anugerah Tuhan yang sangat disyukurinya.
Semua orang mengucapkan selamat, dan tidak ada lagi yang menghujat, hanya senyum kebahagiaan menghiasi suasana di hari pernikahan itu.
"Selamat ya, Ra! Mulai sekarang sudah tidak akan ada lagi yang menyebutmu perawan tua!" Tatin sahabat baik Mutiara memeluknya memberi ucapan selamat.
"Keputusan kalian menikah sangat tepat. Setelah ini warga tidak akan ada yang memfitnah kalian lagi! Selamat ya, Ra! Semoga kebahagiaan selalu bersama kalian!" Mbak Lis tetangga sebelah rumah Mutiara juga memberinya ucapan selamat sambil menjabat tangan Mutiara, Segara dan juga Imran secara bergantian.
Hanya ada sepasang mata yang memandang sinis pernikahan itu. Togar berdecak kesal menyaksikan kebahagiaan Segara dan Mutiara.
Meskipun Togar tetap hadir di acara pernikahan itu, namun hatinya mengumpat kesal.
"Aku hampir saja berhasil mempermalukan dan mengusir mereka dari kampung ini tapi malah mereka beneran nikah dan mereka nampak bahagia! Ah...sial! aku benar benar bodoh!" gumamnya.
Pernikahan Mutiara dan Segara justru membuat kebenciannya terhadap Mutiara semakin memuncak.
"Mutiara tidak bisa jadi milikku maka gadis yang sok suci itu juga tidak boleh berbahagia di atas kebencianku! Tunggu saja, aku akan tetap membalas sakit hatiku ini, Mutiara!" batinnya terus mengumpat dan semakin kesal, penolakan Mutiara sebelumnya membuatnya sakit hati dan semakin membenci.
Menjelang sore, rumah Imran yang sebelumnya ramai dikunjungi para undangan yang sebagian besar adalah warga kampung itu kini nampak mulai sepi.
Upacara pernikahan sudah selesai dan hanya beberapa sahabat baik Imran dan tetangga terdekatnya saja yang masih disana membantu membereskan peralatan yang sudah selesai dipakai di acara hari itu. Meski Mutiara dan Segara adalah pasangan pengantinnya, namun mereka juga terlihat sibuk bekerja membereskan sisa acara, maklum saja, semua persiapan untuk acara itu mereka lah yang mengaturnya sendiri, tanpa bantuan penyelenggara acara apalagi menyewa wedding organizer, dana mereka sangat minim untuk menggelar sebuah acara pernikahan, terlebih dalam waktu yang bisa disebut sangat mendadak.
Imran merapikan ruang tamu dan ruang tengah dan mengembalikan kursi kursi ke tempat semula. Ia juga menyimpan rapi kasur lipat yang ada di ruang tengah yang sebelumnya biasa dipakai alas tidur oleh Segara setiap harinya.
"Pak, kasur lipatnya kenapa Bapak simpan?" tanya Segara saat melihat Imran memindahkan kasur lipat itu dan ditaruhnya di gudang kecil yang ada di belakang rumah.
"Segara dengar, Nak! kau dan Mutiara sudah sah menjadi suami istri sekarang, jadi kamu nggak perlu tidur di luar lagi. Mulai malam ini kamu tidur bersama Mutiara di kamarnya!" ucap Imran sambil tersenyum kepada Segara.
Segara langsung gugup dan salah tingkah melihat senyum Imran yang terlihat menggodanya.
Mendengar kalimat yang diucapkan Bapaknya, Mutiara juga tersipu malu, dia tidak bisa membayangkan bahwa malam itu dia akan berbagi kamar dan ranjang yang sama dengan seorang laki laki yang kini sudah sah menjadi suaminya.
"Sudah! Sekarang kalian mandi dulu, ganti pakaian kalian! Setelah itu istirahat lah, Bapak tahu kalian pasti sangat lelah setelah acara ini!" Imran duduk menyelonjorkan kakinya di bangku panjang dan memberi isyarat jelas, agar Segara dan Mutiara segera masuk ke kamar mereka karena itu adalah malam pertama mereka.
Mutiara dan Segara makin tersipu malu mendengar perintah Imran, walau merasa canggung, keduanya tetap masuk ke kamar Mutiara.
"Kamu silahkan mandi duluan, Ra! setelah itu baru aku yang akan mandi!" ucap Segara saat mereka sudah berdua di dalam kamar Mutiara.
Segara membuka jas pernikahannya dan dikaitkannya pada gantungan di belakang pintu.
Kamar Mutiara memang tidak terlalu luas, selain sebuah ranjang berukuran queen size, hanya ada sebuah lemari kayu kecil disana, namun kamar itu sangat bersih dan rapi karena Mutiara memang selalu menjaganya seperti itu. Tidak ada hiasan kamar pengantin di kamar itu, karena mereka berdua memang tidak ingin menghias kamar itu secara berlebihan.
"Iya, Bang! sebentar ya, aku mau lepas sanggul dulu." Mutiara berdiri di depan cermin yang tertempel di dinding kamarnya sambil melepaskan riasan rambutnya.
Segara lalu mendekatinya dan membantu Mutiara melepaskan riasan bunga yang sedari tadi mempercantik sanggul rambut Mutiara. Dari pantulan cermin keduanya saling bertatapan. Senyum kikuk terulas di bibir tipis Mutiara begitu juga Segara, mereka sama sama merasa sangat canggung meski hari itu mereka sudah sah menjadi pasangan suami istri.
"Aku mandi duluan ya, Bang!" Mutiara mengalihkan tatapannya dari Segara lalu secepatnya menyambar handuk yang tergantung di pintu dan segera melangkah ke kamar mandi.
Segara duduk di tepi ranjang, pikirannya menerawang, entah apa yang ada di benaknya saat itu. Bagaimana mereka akan melewati malam pertama mereka bersama malam itu, sementara getaran cinta itu belum ada dirasakan dihatinya. Mutiara juga belum mencintainya, apa mungkin ia akan melakukan kewajibannya sebagai seorang suami bersama Mutiara malam itu. Segara menghela nafas datar, dia berusaha menormalkan semua kegalauan dalam hatinya dan menghapus semua beban pikirannya.
Malam semakin larut, Segara dan Mutiara sudah sama sama merebahkan tubuh mereka di atas ranjang yang sama. Keduanya tidur menengadah menatap langit langit kamar itu, namun suasana sangat hening, tidak ada sepatah katapun terdengar dari mulut keduanya, padahal mereka masih sama sama belum bisa memejamkan mata.
Malam pertama bagi pasangan yang baru menikah harusnya sangatlah hangat namun sangat berbeda dengan Mutiara dan Segara, suasana menjadi sangat dingin, rasa canggung memenuhi hati mereka. Sesekali Mutiara menatap ke arah Segara namun Segara memalingkan wajahnya. Segara juga mencuri curi kesempatan memandangi wajah Mutiara, namun ia akan segera memalingkan wajahnya saat Mutiara menoleh ke arahnya, begitu saja seterusnya, hanya ada rasa kikuk dan canggung, seolah tidak ada kedekatan lebih diantara mereka.
"Ra...!" Segara memanggil Mutiara dengan suara lirih, ia ingin sedikit mencairkan suasana diantara mereka malam itu.
"Iya, Bang!" jawab Mutiara singkat.
"Aku mau bicara!" keduanya spontan mengucapkan kalimat yang sama dan juga secara bersamaan, lalu keduanya terkekeh.
"Hehe... kamu mau bilang apa, Bang?" tanya Mutiara mendahului.
"Kamu aja duluan, Ra! sepertinya kamu mau bicara hal penting!" ujar Segara.
"Abang aja duluan, ini nggak terlalu penting sih!" kilah Mutiara.
"Aku cuma mau minta maaf sama kamu, Ra!"
"Memangnya Abang salah apa, kenapa harus minta maaf, Bang?"
"Aku minta maaf karena aku...., aku.. belum bisa menjalankan kewajibanku sebagai suamimu sekarang, Ra. Aku belum berani melakukannya kalau belum ada rasa cinta diantara kita." Segara memberanikan dirinya mengungkapkan kegelisahannya.
"Aku juga minta maaf, Bang! aku juga sama sepertimu, aku belum berani memberikan hak mu sebagai suamiku saat ini, aku belum siap, Bang!" ucap Mutiara jujur.
Kembali suasana menjadi hening diantara mereka, keduanya terdiam tanpa bicara lagi.
Mutiara dan Segara sama sama membalikkan badannya dengan posisi tidur saling berlawan arah, mereka saling memunggungi dan keduanya hanya sibuk dengan perasaannya masing masing hingga kantuk pun menyerang keduanya. Setelah sangat lelah mempersiapkan acara pernikahannya keduanya akhirnya tidur dan terlelap hingga pagi menyapa.
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 120 Episodes
Comments
Rosdiana Niken
simpan dulu MP nya ya
2022-08-08
1
Lyna Alyna
Jangan buka pusa dulu mutigar (mutiara & sagara)
2022-06-24
2
Lyna Alyna
Jangan buka pusa dulu mutigar (mutiara & sagara)
2022-06-24
2