"Genta, panggilkan Alfin kemari, cepat!" perintah Arkha kepada salah seorang asistenya yang bernama Genta.
"Baik, Bos!" sahut Genta dan segera melangkah keluar dari ruangan kerja Arkha untuk mencari Alfin.
Arkha menyandarkan punggungnya di kursi kerjanya. Tatapannya kosong, ada amarah dan kecewa yang bergemuruh di dadanya.
"Ada apa kau memanggilku, Kha? Apa ada hal penting?" tanya Alfin yang kini sudah berdiri di hadapan Arkha.
Arkha lalu beranjak dari kursinya dan mendekati Alfin.
"Aku mau bicara serius sama kamu, Bro! Dan aku minta kamu jawab dengan jujur pertanyaanku!" ujar Arkha sambil memegang pundak Alfin sahabatnya, dan menatapnya dengan sorot mata penuh interogasi.
"Apa sebenarnya hubungan kamu dengan Livina, mengapa kemarin kamu bisa ada bersamanya di mall?" selidik Arkha menanyakan tentang hal yang dilihatnya kemarin dan membuat dirinya merasa begitu cemburu terhadap Alfin.
"Hubungan? Hubungan apa maksudmu, Kha? Kita dan juga Livina sudah berteman sejak kecil, kita selalu bersama sama, pertanyaan konyol apa yang sedang kau tuduhkan terhadapku?"
Alfin berkilah, tentu saja dia menjadi sangat heran, mengapa tiba-tiba Arkha begitu curiga kepadanya padahal mereka sangat sering jalan bersama.
"Aku tidak sedang menuduhmu, Al! Aku melihat dengan mata kepalaku sendiri kau jalan bersamanya dan kalian terlihat begitu mesra. Aku curiga, swbanarnya kalian sedang menyembunyikan sesuatu di belakangku kan?" elak Arkha, merasa tidak puas mendengar jawaban Alfin.
"Arkha, kenapa kau tiba-tiba berkata seperti itu? Menyembunyikan apa? Livina juga sahabatku, kemarin aku hanya kebetulan saja bertemu dengannya di mall dan aku membantunya membawakan barang barang belanjaannya!"
Alfin terus berkilah dan berusaha mencari alasan. Dia terkejut dan sama sekali tidak menyangka ternyata Arkha melihatnya sewaktu kemarin dia menemui Livina secara diam-diam di sebuah mall.
"Kebetulan katamu, Al? Bukankah saat itu seharusnya kau ada di kantor karena itu masih jam kerja? Tapi mengapa kau bisa ada di mall, sejak kapan kantor pindah ke mall?" bantah Arkha semakin kesal, alasan Alfin tidak masuk di akal karena di jam seperti itu seharusnya Alfin masih bekerja di kantor.
Alfin menundukkan kepalanya, ia bingung mencari alasan lagi untuk membela diri.
"A-aku hanya sedang mencari makan siang!" tangkisnya berbohong.
"Makan siang sambil sengaja menemui istriku, kan?" tuduh Arkha menatap tajam ke arah Alfin dengan senyum seringai miringnya.
"Memang apa salahnya, Kha? Kami bertemu dan makan siang bersama juga bukan hanya kali ini saja. Kita sudah biasa seperti itu. Jalan bareng, nonton bareng, makan bareng, apanya yang aneh sih sampai kau begitu marah terhadapku?" kilah Alfin lagi dan tetap tidak terima dengan tuduhan Arkha.
"Cukup, Alfin! Aku muak mendengar alasanmu. Kau boleh saja mengelak saat ini, Al. Tapi aku akan terus mencari tahu, ada apa sebenarnya antara kau dan Livina!" tegas Arkha kembali menudingkan telunjuknya ke wajah Alfin.
"Dengar, Alfin! Livina sudah sepenuhnya jadi milikku. Tadi malam aku juga sudah merenggut kesuciannya, aku sudah mengambil hakku sebagai suaminya. Jadi, aku pastikan tidak akan ada seorangpun yang bisa merebutnya dariku!" pekik Arkha mempertegas kemarahannya.
Mendengar hal itu Alfin langsung membulatkan matanya.
"Kau bilang apa, Kha? Kau sudah merenggut kesucian Livina?" tanya Alfin terlihat begitu marah setelah mendengar pengakuan Arkha.
"Sungguh biadab kamu, Kha! Mengapa kau setega itu menodai Livina!" bentak Alfin penuh kemarahan.
Denga sorot mata memerah dan tangan yang bergetar hebat, Alfin mencengkram kerah kemeja Arkha dan mengepalkan tangannya, ia sangat ingin melayangkan tinjunya ke wajah Arkha.
Arkha mendorong tangan Alfin dengan kasar untuk melepaskan cengkraman tangan Alfin dari lehernya. Arkha lalu mundur selangkah menjauhi Alfin yang terlihat makin marah padanya.
"Hei, Alfin! Kenapa kau begitu marah? Livina adalah istriku, aku tidak salah melakukan itu terhadapnya!" teriak Arkha. Ia sangat bingung dengan sikap Alfin yang tiba-tiba begitu marah padanya tanpa alasan yang jelas.
"Tentu saja kau salah, Kha! Livina tidak mencintaimu. Walau dia adalah istrimu tidak seharusnya kau memaksanya melakukan itu!" teriak Alfin.
Ia menjadi semakin kecewa saat mengetahui kalau Arkha sudah mengambil kegadisan Livina.
Bagaimana tidak, Alfin sudah menjalin hubungan bertahun-tahun dengan Livina dan selama itu dia sangat menjaga kehormatan Livina, dia menjadi sangat marah ketika Arkha dengan entengnya mengatakan bahwa ia sudah merenggut semuanya dari Livina.
"Kau tidak perlu menggurui aku, Al! Aku tahu apa yang boleh dan yang tidak boleh aku lakukan terhadap istriku. Dan apa urusanmu melarangku melakukan itu terhadap istriku sendiri?" seringai Arkha seraya menggelengkan kepalanya, kemarahan Alfin membuatnya merasa sangat heran.
"Aku berhak marah padamu, Kha! Livina juga adalah sahabatku. Jadi, kau jangan coba coba menyakitinya lagi!"
"Cukup! Kau sudah sangat menyiksanya karena mengikatnya dengan pernikahan palsu kalian!" tegas Alfin merasa sangat tidak tahan mendengar semua perkataan Arkha.
"Apa maksudmu dengan pernikahan palsu? Kau berkata seolah oleh kau lebih tahu segalanya dari pada aku, Alfin!" seru Arkha kembali menudingkan telunjuknya ke wajah Alfin.
"Aku sedang tidak ingin berdebat lagi denganmu, Arkha!" tegas Alfin berusaha menahan amarahnya. Tanpa berkata apapun lagi, ia lalu bergegas keluar meninggalkan Arkha di ruangannya.
"Alfin sangat marah ketika aku bilang aku sudah mengambil kesucian Livina. Aku jadi sangat yakin kalau di antara Alfin dan Livina ada hubungan lain selain hanya sahabat!" gumam Arkha dalam hatinya.
"Aku akan mencari tahu. Dan kalau terbukti ada apa apa diantara mereka, maka aku tidak akan segan menyingkirkan Alfin untuk selama-lamanya!"
Arkha meremas kasar rambutnya, sambil terus mengerutu. Rasa cemburu dan kecewa semakin menyesakkan dadanya saat itu.
Alfin masuk ke ruang kerjanya dan menutup pintu dengan cara membantingnya kasar.
"Aahh, sial! Dasar bajingan kamu, Arkha!"
Alfin mengusap wajahnya dengan kasar.
"Kenapa dia begitu tega menggagahi Livina? Bertahun-tahun aku menjaga kesucian Livina, tapi Arkha dengan begitu mudah merenggutnya!" dengus Alfin kesal sambil memukul meja di hadapannya dengan tangannya yang mengepal.
"Arkha! Aku sangat membencimu! Dengan uangmu kau sudah mengambil Livina dariku dan sekarang kau juga sudah merebut kesuciannya. Aku tidak akan tinggal diam, Arkha! Aku pasti akan membalasmu! Livina harus kembali jadi milikku!"
Sorot mata kebencian terpancar jelas dari tatapan Alfin.
"Uang!"
"Iya ... hanya uang yang bisa membeli segalanya. Saat ini kau boleh membanggakan uangmu, Arkha! Tapi lihat saja, aku akan merebut semuanya darimu, Livina dan juga perusahaanmu! Tunggu saja pembalasan dariku, Arkha!" Dengan penuh kekesalan Alfin membanting vas bunga yang ada di mejanya hingga jatuh ke lantai dan hancur berkeping-keping. Kebencian terhadap sahabat dan juga atasannya itu semangin memuncak di jiwanya.
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 120 Episodes
Comments
Rosdiana Niken
bini orang sih,mau diapain juga dah halal🤭
2022-08-08
2
Ansfridus Willy Panjaitan
gitulah sifat pelakor
2022-07-01
2
Ros Diana
Aneh sadar alfin
2022-07-01
2