Siang berganti sore.
Hujan masih turun tetapi sudah tidak sederas sebelumnya, Segara dan Mutiara masih berada di warungnya karena belum bisa pulang, suasana makin gelap sehingga Mutiara menyalakan satu lampu di dalam ruangan di warungnya itu.
Mutiara tersenyum menatap ke arah Segara yang tertidur pulas di bangku kayu. Menunggu hujan yang tak kurun reda, Segara pun ketiduran karena sudah sangat mengantuk dan belum sempat tidur dari sepulang melaut bersama Pak Imran tadi malam. Dengkuran halus terdengar dari mulutnya, posisis tidur yang kurang nyaman membuatnya seperti itu.
Walau kini hujan hanya tinggal gerimis tapi Mutiara enggan membangunkannya.
"Bang Segara pasti sangat mengantuk, sebaiknya aku biarkan saja dia tidur dulu untuk beberapa saat!" gumamnya. Mutiara tetap duduk disana, netra nya tidak pernah lepas dari Segara, bibirnya terus tersenyum mengagumi sosok tampan yang tengah tertidur pulas di hadapannya.
Beberapa orang nelayan yang akan bersiap siap melaut mulai berdatangan ke area pantai itu. Ada yang mulai merapikan perahu dan peralatan melautnya, ada juga yang hanya memastikan berani atau tidak mereka turun mengarungi samudera nanti malam.
Seorang pria tampak menoleh ke arah warung Mutiara dan melihat lampu di warung itu sedang menyala.
"Tumben lampu di warung Mutiara menyala di jam segini?, dia biasanya kan hanya buka di pagi hari saja?" sungut pria itu, lalu ia mendekati warung Mutiara dan mengintip dari celah warung yang terbuka.
Pria itu membulatkan matanya saat melihat Segara tengah tertidur di bangku sedangkan Mutiara duduk melamun di sebelahnya.
"Woy..., sedang apa kalian, berbuat mesum ya disini?" hardik pria itu dengan nada keras, sambil menggedor pintu warung Mutiara.
Mendengar suara teriakan itu Mutiara langsung beranjak dari duduknya dan bergegas membuka pintu.
"Eh Bang Togar, ada apa ya, Bang?" tanya Mutiara datar karena merasa tidak ada yang salah disana saat itu.
"Kalian sedang apa berdua disini! tidak biasanya kamu masih ada di warung jam segini, biasanya hanya pagi saja!" kembali pria yang bernama Togar itu mencerca Mutiara dengan pertanyaan, menuduh.
"Tadi hujan deras, Bang! aku dan Bang Segara terjebak disini dan kami nggak bisa pulang!" jawab Mutiara memberi penjelasan.
"Jangan banyak alasan kamu, Ra! aku tahu pasti kalian sedang berbuat yang tidak pantas disini! dan hujan hanya alasanmu saja!" Togar kembali membentak berang.
"Dasar wanita sok suci! dulu kau menolak mentah mentah lamaranku, tapi sekarang kau malah berbuat tidak senonoh dengan lelaki yang tidak jelas itu! Cih...!! bikin cemar kampung ini saja!" dengan urat leher yang mengeras Togar mengumpat dan menghina Mutiara.
Togar adalah pria nelayan di kampung itu, meskipun usianya tidak jauh lebih tua dari Mutiara, tapi Togar sudah menyandang status duda, pernikahan yang terlalu dini menyebabkan istrinya meninggal saat melahirkan, hanya setelah satu tahun pernikahannya. Beberapa bulan yang lalu Togar memang pernah melamar Mutiara untuk dijadikan istri keduanya, akan tetapi Mutiara menolaknya dengan alasan belum ingin meninggalkan Bapaknya. Semenjak itu Togar menyimpan dendam kepada Mutiara, terlebih setelah ada Segara, Togar semakin kesal melihat kedekatan keduanya.
Mendengar suara berisik di luar, Segara pun terbangun dari tidurnya dan segera menghampiri mereka.
"Ada apa ini ribut ribut?" tanyanya singkat dan dengan wajah terlihat malas.
"Heh.... brengsek! dasar bajingan kamu ya! Kau dan Mutiara sudah berbuat asusila di kampung ini! kalian berdua sudah mencemari kampung ini!" pekik Togar sambil menatap tajam ke arah Segara.
"Berbuat asusila apa? Kami disini hanya sedang berteduh, hujan sangat lebat dan kami tidak bisa pulang!" jawab Segara dengan suara datar tak mengindahkan kemarahan pria di hadapannya.
"Kalian tidak usah basa basi, kalian berdua manusia nista! Aku akan bawa kalian kepada kepala kampung ini agar kalian di usir dari kampung ini!" Togar menarik tangan Segara dan Mutiara dan membawanya keluar dari warung itu.
Meski hujan masih turun gerimis, mendengar suara ribut, para nelayan dan juga warga kampung yang kebetulan ada disana pun berkerumun menyaksikan kejadian itu.
"Ada masalah apa disini?" warga disana bertanya tanya.
Segara dan Mutiara hanya diam berdiri di tengah tengah kerumunan orang orang disana. Mutiara menundukkan kepalanya, suara Togar yang geram dan terus menyerukan kebenciannya, membuatnya bungkam tidak mendapat kesempatan untuk memberi penjelasan apapun.
Sementara Segara hanya mematung dia masih bingung dengan tuduhan Togar yang baginya sungguh tidak beralasan.
"Kalian semua dengar!" Togar kembali berteriak lantang, "dua orang ini sudah berbuat tidak senonoh di kampung ini, mereka sudah mencemari kampung kita! sebaiknya kita usir saja mereka dari sini!" Teriaknya kepada semua orang yang ada disana.
Tapi semua orang yang ada di sana hanya diam saling menatap, mereka tidak semudah itu percaya dengan perkataan Togar. Mutiara adalah gadis yang dikenal sangat berbudi dan ramah di kampung itu, sangat tidak mungkin melakukan hal tercela seperti tuduhan Togar.
"Semua itu tidak benar, tolong kalian semua jangan salah paham dulu! Kami tidak melakukan apapun, kami terjebak oleh hujan disini dan kami hanya sedang berteduh! tapi Bang Togar sudah menuduh yang tidak tidak terhadap kami!" Mutiara ikut berteriak lantang membela diri.
"Iya itu benar! Atas dasar apa pria itu memfitnah kami berbuat hal yang tidak bermoral seperti itu tanpa ada bukti?" Segara ikut menimpali, emosinya ikut tersulut mendengar tuduhan Togar terhadapnya. Segara mengepalkan kedua tangannya dia sangat ingin melayangkan bogemnya di wajah Togar, namun Segara tetap berusaha menahan amarahnya.
Orang orang juga masih diam, mereka belum ada yang berani memberi tanggapan atas kejadian itu.
"Tanpa bukti kau bilang? aku buktinya! aku melihat dengan mata kepalaku sendiri kalian berdua di dalam warung itu!. Togar mengangkat wajahnya disertai senyum congkak.
"Sudah tertangkap basah masih cari alasan kamu, Segara!" seringai Togar sambil mendelikkan matanya, sanggahan Segara dan Mutiara membuatnya semakin geram, dia menjadi semakin ingin mempermalukan mereka di hadapan semua orang disana.
"Kalian semua lihat kan, Mutiara masih di warungnya sampai jam segini. Biasanya dia hanya buka warungnya pagi hari saja!"
"Apalagi yang meraka kerjakan disana, kecuali memang sengaja mencari kesempatan supaya bebas bermesraan dan berbuat mesum!, dan lihat juga pakaian mereka lusuh, rambut mereka berantakan, sudah pasti mereka habis berbuat sesuatu yang kotor di dalam sana!" pekiknya melayangkan tuduhan.
Sontak pandangan mata semua orang pun berlalih menatap Segara dan Mutiara yang terlihat lusuh saat itu. Terutama Segara, semenjak kembali dari melaut bersama Pak Imran dia bahkan belum sempat mandi dan berganti pakaian.
Warga disana kini tampak manggut manggut, ucapan Togar terdengar masuk akal.
"Iya benar! Sepertinya mereka memang habis melakukan hal tercela disana!" seseorang diantara kerumunan warga itu menyahut.
"Iya... iya... itu benar!" ucap warga yang lain saling menyahuti.
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 120 Episodes
Comments
Antoni Napitupulu
kawin kawin di tangan warga weleh weleh
2022-06-10
2
San Sanrisman
kak othor,, jangan di bikin seperti sinetron ikan terbang dong,aku jdi geregetan baca nya
2022-05-29
4
Kisti
dasar togar nyebelin.nikah aja ra gpp
2022-05-23
2