Sudah sebulan berlalu setelah Pak Imran menemukan Segara di tengah laut dan menolongnya.
Segara belum juga mendapatkan kembali ingatannya. Meskipun Pak Imran terus berusaha mencari tahu tentang berbagai informasi terkait tentang Segara, namun ia tak kunjung jua mendapatkannya. Kurangnya pengobatan juga makin memperburuk kondisi ingatan Segara, sehingga ia makin sulit mengingat masa lalunya.
Kampung nelayan itu sangatlah terpencil sehingga menyulitkan mereka mendapatkan informasi dunia luar apalagi teknologi memang belum menjangkau wilayah kampung itu. Orang orang disana juga sangat jarang menggunakan telepon seluler hanya beberapa orang saja yang menggunakannya dan itupun hanya akan memperoleh jaringan apabila mereka pergi ke kota kecamatan.
Kehidupan masyarakat di kampung itu masih memegang teguh paradigma bahwa laut adalah segala-galanya sehingga mata pencaharian mereka pun sangatlah tergantung dari laut, mereka sulit menerima perkembangan dunia luar. Sebagian besar penduduknya secara turun temurun sudah menjadi nelayan tradisional namun sangat berani menjelajah lautan dan menjamah rahim samudera termasuk juga Pak Imran.
Pak Imran adalah seorang nelayan yang sangat berpengalaman, meskipun masih menggunakan cara yang sangat tradisional dalam menangkap ikan, ia mampu mendapatkan hasil tangkapan yang lumayan banyak saat melaut. Dari Pak Imran Segara juga banyak belajar tentang kehidupan nelayan di sana, dia bahkan beberapa kali ikut melaut bersama Pak Imran. Dia juga sangat mudah beradaptasi dengan orang orang di sekitarnya yang notabene adalah warga kampung yang ramah dan sangat suka saling membantu satu sama lainnya.
Namun dibalik keramah tamahan mereka, masih banyak diantara mereka yang terus bertanya mengenai siapa sebenarnya Segara kepada Pak Imran maupun Mutiara. Alasan mereka yang mengatakan bahwa Segara adalah kerabat jauhnya kadang kurang bisa diterima oleh beberapa warga dekat disana, pasalnya sebelumnya tidak pernah seorang pun kerabatnya terlihat berkunjung ke rumah mereka.
Pagi itu sepulang dari melaut Segara ikut ke pasar menjual ikan bersama Mutiara.
"Saudaramu rajin ya, Ra. Ikut melaut hingga menjual semua ikan ikan ini!" ujar seorang wanita yang kebetulan juga tengah menjual ikan hasil tangkapan suaminya bersama Mutiara.
"Sudah rajin, ganteng pula!" tambah wanita itu lagi.
Mutiara hanya tersenyum menanggapi pujian wanita itu yang terlihat terus terusan memperhatikan Segara yang tengah sibuk memilah milah jenis ikan yang akan dijualnya kepada pemasok.
"Seandainya aku belum punya suami nih, aku deketin tuh saudaramu, sumpah deh dia itu tampan sekali!" wanita itu masih terus berceloteh mengungkapkan kekagumannya terhadap Segara.
"Siapa suruh dulu kamu buru buru nikah, Tin?" cibir Mutiara kepada wanita itu yang bernama Tatin, yang merupakan teman sekolahnya dulu namun saat ini ia sudah menikah dan punya seorang anak.
"Kamu kayak nggak tahu aja kebiasaan di kampung ini, Ra! wanita umur enam belas tahun disini tuh udah wajib harus nikah, cuma kamu aja tuh yang betah jadi perawan tua sampai sekarang!" kilahnya.
Kembali Mutiara hanya membalasnya dengan tersenyum saja tanpa memberi jawaban, kata perawan tua sudah sangat biasa di dengarnya dari warga lain di kampung itu yang suka mencibirnya seperti itu.
"Ra, ini ikan ikan yang tidak layak jual!" Segara menghampirinya sambil membawa satu kantong plastik dan diserahkannya kepada Mutiara.
"Ikan yang lain sudah terjual semua ya, Bang?" tanya Mutiara sambil meraih kantong plastik itu dari tangan Segara.
"Sudah, Ra! ini kotaknya sudah kosong semua!" Segara merapikan semua kotak kotak penyimpan ikan yang sudah kosong. "Ayo sekarang kita buka warung!" ajaknya. Segara mengangkat semua kotak ikan itu menuju warung milik Mutiara.
Mutiara hanya mengangguk dan mengikuti Segara yang sudah melangkah lebih dulu meninggalkan tempat itu.
"Tin, aku duluan ya...! aku mau buka warung dulu! sudah banyak yang antri tuh!" Mutiara tidak lupa berpamitan kepada sahabatnya Tatin yang masih di tempat semula dan masih sibuk dengan ikan ikannya.
"Iya, Ra!" sahut Tatin singkat namun ia masih terus memperhatikan Mutiara dan Segara yang sudah berjalan meninggalkannya di tempat itu.
"Mutiara terlalu bodoh kalau hanya menganggap Segara itu saudara jauhnya, pantasnya dia itu jadi suaminya. Rajin, sopan dan sangat tampan! Semua wanita pasti akan merasa sangat beruntung punya suami seperti Segara" tatin bersungut dan menggumam sendiri.
"Kenapa, Tin? kamu naksir ya sama laki laki itu?" ketus seorang lelaki muda sambil menepuk pundak Tatin dan seketika membuat Tatin terkejut.
"E..e..enggak lah, Bang! aku kan sudah jadi istrimu, mana mungkin aku naksir pria lain?!" Tatin terkekeh, namun laki laki yang tak lain adalah suaminya itu justru hanya tersenyum sinis terhadap Tatin.
Di kampung itu memang kebanyakan warganya menikah di usia yang masih sangat muda, bahkan ada yang masih di bawah umur. Bersekolah bukanlah menjadi prioritas disana. Hanya Mutiara gadis yang masih lajang disana di usianya sekarang, teman temannya sudah semua menikah dan punya anak, karena itulah Mutiara sering dirundung oleh warga yang suka menyebutnya sebagai perawan tua padahal usianya baru menginjak dua puluh tahun.
Tiba di warungnya, Mutiara dan Segara langsung disibukkan oleh beberapa pembeli yang sudah mulai berdatangan. Ada yang memesan kopi dan ada juga yang ingin segera dibuatkan mie instan. Segara sudah beberapa hari ini membantu Mutiara di warungnya, dia pun terlihat sangat cekatan membantu memasak air panas dan juga mencuci perabotan. Walau dulunya Arkha adalah seorang yang kaya raya, namun ia adalah seorang pekerja keras. Mungkin kebiasaan itu tanpa sadar masih dibawanya, walau saat ini Arkha hanya mengenal dirinya sebagai seorang Segara.
"Ra, itu suamimu ya? memangnya kapan kamu menikah? Abang kok nggak diundang?" Seorang pria nelayan memberi cibiran mengejek Mutiara.
"Bukan Bang, dia saudara jauhku!" jawab Mutiara sambil menyuguhkan secangkir kopi yang di pesan oleh nelayan itu.
"Saudara jauh tapi tinggal satu rumah? bisa jadi fitnah loh itu, Ra!" sahut seorang nelayan yang lain.
"Mending kalian nikah aja! Apa kamu nggak bosan jadi perawan tua terus, Ra?" nelayan itu kembali menimpali.
"Masa nikah sama saudara sendiri, Bang?" elak Mutiara menanggapi nelayan nelayan itu yang terus menggoda dan mengejeknya.
"Nikah sama sepupu bukah mahram loh, Ra! jadi sah sah aja tuh kalau kalian menikah! apalagi cuma sepupu jauh kan?" Seorang pria yang lain ikut menyela pembicaraan mereka.
"Iya dari pada hanya jadi perawan tua mending nikah aja! kawin itu enak loh, Ra!" mereka semua terkekeh dan tertawa bersamaan.
Mutiara pun hanya tersenyum menanggapi semua ejekan dan cibiran dari para nelayan yang sudah menjadi langganan di warungnya itu.
Segara hanya diam dia tidak tahu harus bagaimana menanggapi semua ejekan itu, dia memilih tidak menimpali karena takut salah bicara dengan kondisinya yang tidak tahu apapun akan dirinya.
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 120 Episodes
Comments
Antoni Napitupulu
semangat thor
2022-06-10
2
Kisti
semangat thor.i like karyanya 👍👌
2022-05-23
3
Fay
lanjut thor
2022-05-21
3