Hari beranjak siang, Arkha masih terlihat sangat lemah karena luka yang dideritanya cukup parah, dia merasa kurang nyaman berbaring di bangku kayu yang keras, sesekali ia membolak balikkan badannya dan merasakan nyeri di sekujur tubuhnya.
"Pakai ini, Bang!" Mutiara bisa menyadari kalau Arkha merasa tidak nyaman dengan posisi tidurnya di bangku itu, lalu ia membawakan dua buah bantal untuknya. "Letakkan ini di punggungmu, dan kau akan merasa lebih nyaman!" lanjutnya lagi.
Mutiara membantu Arkha bangun dari bangku itu lalu memasang bantal untuk menyangga punggung Arkha.
"Maafkan, hanya ada dua kamar tidur di rumah ini, satu kamar Bapak dan satu kamarku! Kau terpaksa harus tidur di bangku ini!" Mutiara kembali membantu Arkha menyandarkan tubuhnya di bangku itu.
"Sekali lagi terimakasih banyak, aku sudah banyak merepotkan kalian!" Arkha mulai sedikit merasa lebih nyaman dengan dua bantal yang menyangga tubuhnya yang penuh luka.
"Di warung aku punya kasur lipat, nanti siang akan aku bawa kesini jadi kau bisa pakai alas tidur supaya lebih nyaman!"
"Tidak usah repot repot lagi, ini saja sudah cukup!" Arkha menolak dengan sopan.
"Kamu tidak buka warung hari ini Ra?" Imran masuk ke ruangan itu dan bertanya kepada Mutiara.
"Iya ini mau berangkat sekarang Pak, sekalian aku akan ambil kasur lipatnya. Kasihan si Abang tidur di bangku dia pasti sangat tidak nyaman apalagi dia sedang terluka!" jawab Mutiara jujur.
"Abang? ha..ha.." Imran tergelak mendengar perkataan putrinya. "Baru beberapa jam bapak tinggal keluar, rupanya kalian sudah akrab!" ujarnya, dari nadanya terdengar sedikit menggodanya.
Mutiara terkekeh dan tersipu malu "Aku bingung memanggilnya siapa Pak, dia sendiri tidak ingat siapa namanya dan sepertinya dia lebih tua dariku jadi aku panggil saja dia Abang!" Akunya dengan sangat polos.
"Jadi kau benar benar tidak ingat siapa namamu ya?" Imran mulai bertanya lagi kepada Arkha, dan Arkha hanya menggeleng pelan.
"Bapak menemukanmu di tengah laut karena itu Bapak akan memanggilmu dengan nama SEGARA, sementara kau belum bisa mengingat siapa namamu yang sebenarnya, kau sebut saja namamu adalah Segara! apa kamu setuju?" Imran menatap wajah Arkha yang terlihat bingung karena tidak bisa mengingat jati dirinya.
"Iya sudah, panggil saja aku dengan nama itu!" Arkha mengangguk setuju.
"Baiklah, Pak. Aku akan ke warung dulu, nanti siang aku akan pulang membawakan kalian makan siang!" Mutiara mencium punggung tangan bapaknya berpamitan seraya berjalan keluar dari rumahnya.
Sehari harinya Mutiara selalu bangun mendahului terbitnya sang surya untuk menjual ikan ikan hasil tangkapan bapaknya yang merupakan seorang nelayan tradisional yang akan pergi melaut setiap malam dan kembali saat subuh. Ikan ikan itu biasanya dijualnya di sebuah pasar tak jauh dari dermaga. Setelah menjual semua ikan hasil tangkapan bapaknya ia akan lanjut berjualan di sebuah warung miliknya juga tak jauh dari dermaga itu. Hanya sebuah warung kecil, ia hanya menjual mie instan, kopi dan beberapa cemilan hanya untuk mengisi waktunya. Biasanya warungnya akan sangat ramai apabila semua nelayan pulang dari melaut sekedar untuk mencari sarapan pagi disana. Namun beberapa hari ini warungnya sangat sepi karena nelayan tidak ada yang berani turun melaut sebab cuaca sedang tidak bersahabat. Hujan dan badai bisa datang kapan saja, dan cuaca sungguh tidak menentu.
Seperti halnya hari itu, hampir tak ada satu orangpun yang mampir ke warungnya. Perahu perahu nelayan semua masih terlihat berjejer di pinggir pantai karena tidak ada nelayan yang pergi melaut hari itu.
Mutiara baru saja selesai memasak ikan asin dan dan sayur yang akan dibawanya pulang untuk makan siang bersama Bapaknya. Namun hari itu dia menyiapkan porsi untuk tiga orang karena ia ingat di rumahnya sedang ada Segara tinggal bersamanya. Dia juga tidak lupa membungkus pisang goreng yang rencananya akan dijualnya sebagai cemilan peneman kopi, namun karena hari itu warungnya sangat sepi tak ada pembeli, maka pisang goreng yang sudah dibuatnya terpaksa akan dibawanya pulang untuk dimakannya sendiri bersama bapaknya.
Langit yang tadinya tampak cerah tiba tiba kembali diselimuti mendung dan awan tebal.
"Sepertinya akan turun hujan lagi!" Mutiara buru buru menutup warungnya dan bergegas kembali pulang. Rantang yang berisi makan siang sudah siap untuk dibawanya pulang, tidak lupa juga ia membawa kasur lipatnya.
"Ayo Pak, Bapak silahkan makan dulu!" Mutiara sudah selesai menyiapkan semua makanan itu di meja dan mengajak Imran untuk makan.
Namun hari itu dia tidak ikut makan di meja bersama bapaknya, Mutiara harus menyiapkan satu piring makanan untuk Segara yang masih terbaring lemah di bangku ruang tengah.
"Bang Gara, Abang makan dulu ya!" Mutiara menyodorkan satu piring nasi beserta lauknya kepada Segara yang sudah kembali duduk bersandar di bangku saat melihat Mutiara menghampirinya.
"Aku tidak tahu bagaimana lagi harus berterima kasih kepada kalian!" ucap Segara sungkan.
"Kalian sangat baik dan tulus menolong orang asing sepertiku walau aku sendiri tidak tahu siapa aku, bagaimana kalau aku sebenarnya adalah seorang penjahat?!" Segara nampak canggung menerima kebaikan Mutiara dan Imran, dia merasa tidak enak karena sudah sangat merepotkan mereka.
"Jangan berpikiran yang tidak tidak dulu, Bang. Sekarang yang terpenting kamu cepat sembuh dan setelah itu kamu pasti akan mengingat semuanya lagi!" tegas Mutiara.
"Sekarang makanlah dulu. Maaf aku hanya masak ikan asin, beberapa hari ini bapak tidak melaut dan warungku juga sangat sepi, uangku hanya cukup untuk beli beras dan sayuran saja!" Mutiara meraih tangan Segara dan menyerahkan piring itu kepadanya, Segara pun segera mengambilnya.
Segara memandangi sepiring makanan di tangannya, ada nasi dan sepotong ikan asin juga tumis kangkung di dalam piring itu. Makanan yang sangat sederhana dan membuat Segara makin merasa sungkan, dia menyadari kalau kehidupan Pak Imran dan Mutiara sangatlah kesusahan karena hanya bergantung dari laut, penghasilan yang mereka dapatkan dalam satu hari hanya untuk mencukupi kehidupannya satu hari itu saja, apabila mereka tidak bekerja maka di hari itu mereka terpaksa menahan lapar karena tidak mampu membeli makanan.
"Makanlah! kenapa hanya bengong saja?" ucapan Mutiara menyadarkan Segara dari lamunannya.
"Kamu nggak ikut makan juga, Ra?" tanya Segara sambil mulai menyendok makanannya dan memasukkannya ke mulutnya.
"Setelah Abang makan, baru aku akan makan!" ujarnya.
Pertama kali menelan makanan itu Segara merasa ada yang sedikit aneh di lidahnya, ia tidak terbiasa dengan makanan seperti itu maklum saja Arkha terbiasa hidup mewah sedari kecil, makanan untuk orang selevel dia pastinya sangat berbeda. Namun lama lama dia merasakan makanan itu penuh cita rasa, ada pedas dan juga asin yang terasa pas di lidahnya sehingga ia pun dengan cepat bisa menghabiskan makananya.
"Sekali lagi terimakasih banyak ya, Ra! masakanmu sangat lezat!" Segara memberikan pujian kepada Mutiara sambil menyerahkan kembali piringnya yang sudah kosong kepada Mutiara.
"Apa kepalamu masih terasa sakit, Bang?" Mutiara bisa melihat kalau pucat di wajah Segara kini sudah mulai berkurang.
"Sedikit! hanya saja rasa perih dari luka luka ini masih sangat terasa!" Segara memandangi beberapa luka robek dan lebam di tangannya.
"Nanti obat penghilang rasa sakitnya kamu minum lagi, Gara! supaya kamu bisa beristirahat lebih nyaman!" Imran yang sudah selesai menikmati makan siangnya ikut menimpali dan ikut duduk di kursi di sebelah Segara.
Hanya beberapa menit setelah makan, Segara merasakan perutnya sangat sakit, ia tidak terbiasa dengan makanan seperti itu dan perutnya langsung memberontak melawan makanan asing yang masuk ke perutnya dan kini terasa bagai melilit-lilit.
"Maaf aku permisi mau ke kamar kecil!" Serunya sambil berjalan tertatih menuju kamar mandi di rumah itu.
Mutiara dan Imran hanya saling menatap.
"Sepertinya dia adalah orang berada Pak, dia tidak terbiasa dengan makanan kita" ujar Mutiara.
"Iya Bapak juga menduga hal yang sama!" sahut Imran.
Mengetahui hal itu Mutiara mengurungkan niatnya membagi pisang gorengnya dengan Segara, pisang goreng itu hanya dimakannya berdua bersama Imran.
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 120 Episodes
Comments
El_Tien
makanya Arkha itu pelajaran bagimu
2022-08-13
0
El_Tien
hai kak aku lanjut baca bab ini, ya...
2022-08-13
0
DudI Koswara
Makin menarik, mantap.. Lanjut
2022-07-06
1