Pembeli yang kebanyakan adalah nelayan dari kampung itu terus silih berganti datang ke warung Mutiara.
"Pelanggan di warung mu kebanyakan laki laki ya, Ra? kamu nggak takut di gangguin sama mereka?" Segara berbisik dan bertanya kepada Mutiara yang tengah sibuk melayani langganannya di warung itu. Ia merasa tidak nyaman melihat Mutiara dikerumuni banyak laki laki yang terdengar selalu saja banyak berbicara menggoda Mutiara, namun Mutiara hanya menanggapi biasa saja olok olok para laki laki itu.
"Buat apa takut, Bang! mereka itu semua warga kampung sini, aku dan Bapak sudah kenal sama mereka semua!" sahut Mutiara tak mengindahkan kekhawatiran Segara.
"Tapi, Ra, mereka ngomongnya kadang suka keterlaluan, aku nggak suka dengernya!" protes Segara dengan wajah tampak tidak senang.
"Nggak apa apa, Bang! mereka memang seperti itu gaya bicaranya, sebenarnya mereka orang baik semua kok!" sanggahnya dengan santai.
Segara diam tak berkomentar, ia memilih untuk tidak protes lagi, dia paham kalau Mutiara pasti lebih tahu kebiasaan orang orang di kampung itu, dan ia pun hanya mengangguk dan kembali melanjutkan membantu Mutiara merapikan semua cangkir cangkir habis pakai dari meja.
Hari semakin siang, warung Mutiara kini sudah sepi karena para nelayan sudah satu persatu meninggalkan warungnya menuju ke rumahnya masing masing.
"Makasih banyak ya Bang hari ini Abang sudah bantuin aku disini, kalau Abang nggak bantuin pasti aku kewalahan melayani pembeli tadi!" Mutiara menyodorkan secangkir kopi untuk Segara yang baru saja selesai merapikan bangku bangku di warungnya.
"Aku hanya bisa membantu mengerjakan hal hal kecil saja, Ra. Sebenarnya akulah yang selalu jadi beban bagi keluarga kalian disini!" Segara merasa segan.
"Kamu jangan terlalu berlebihan gitu, Bang! udah dibantuin seperti ini, aku tuh seneng banget!" sahut Mutiara kalem.
Hari itu warung Mutiara memang terlihat lebih ramai dari biasanya karena beberapa hari sebelumnya, cuaca kurang mendukung bagi para nelayan untuk turun melaut, namun tadi malam cuaca sangat bagus karenanya hampir semua nelayan turun melaut dan pagi itu banyak yang mampir di warungnya.
"Diminum dulu kopinya, Bang!" lanjutnya sambil melirik cangkir kopi untuk Segara yang belum disentuhnya.
"Makasih ya, Ra!" Segara lalu duduk di salah satu bangku yang sengaja masih dibiarkannya di luar karena ia ingin duduk menunggu Mutiara disana.
"Kalau Abang mengantuk, Abang mending pulang duluan aja! kasihan Abang nggak dapat istirahat, dari semalam kan sudah ikut Bapak melaut!" imbuhnya lagi.
"Enggak kok, Ra! aku disini saja nemenin kamu sampai kamu selesai masak makan siang!" Segara tidak ingin meninggalkan Mutiara sendiri di warungnya.
"Ya sudah kalau gitu, Bang, kamu istirahat aja dulu disini aku mau lanjut masak!" Mutiara lalu melangkah menuju dapur kecil yang ada di bagian belakang warungnya itu.
"Kalau ada yang bisa aku bantu lagi, kamu tinggal panggil aku ya, Ra!" seru Segara lagi, namun Mutiara hanya menggelengkan kepalanya tanpa menjawab dan terus melangkah ke dapur meninggalkan Segara.
Segara lalu menyandarkan punggungnya di sandaran bangku sambil menyelonjorkan kakinya. Ia mulai menyeruput kopi yang disuguhkan Mutiara untuknya, ia terus saja memperhatikan Mutiara yang sudah masuk ke dapur dan terlihat mulai sibuk memasak mempersiapkan makan siang untuk mereka.Semakin hari Segara semakin kagum akan kepolosan dan kesederhanaan gadis itu, tanpa disadarinya sebuah senyum terus tersungging di bibirnya saat ia memikirkan gadis muda itu.
Segara meregangkan kedua tangannya, melemaskan semua otot ototnya yang terasa lelah sambil sesekali menguap karena semalaman ikut melaut bersama Pak Imran, rasa kantuk pun mulai menyerangnya. Semilir angin pantai yang terasa sejuk, membuat matanya sejenak terpejam, ia akhirnya ketiduran juga di bangku itu.
Langit yang tadinya cerah kembali berubah mendung, awan hitam tiba tiba datang bergulung gulung dan angin bertiup cukup kencang. Di pulau itu cuaca memang sangat sulit diperkirakan, panas dan hujan susah diprediksi.
Segara membuka matanya, terpaan angin yang cukup kencang di wajahnya membangunkannya dari tidurnya. "Astaga... aku ketiduran rupanya!" gumamnya.
Segara lalu buru buru bangun dan merapikan bangku yang didudukinya dan membawanya masuk.
Mutiara masih terlihat sibuk di dapur, lalu perlahan Segara menghampirinya.
"Langit mendung lagi, Ra, sepertinya akan turun hujan lagi!" ucapnya.
"Apa yang aku bisa bantu, Ra?" Segara ingin menawarkan bantuan agar mempercepat pekerjaan Mutiara.
"Nggak ada, Bang. Ini juga sudah selesai kok!" Mutiara menolak tawaran Segara karena dia memang sudah selesai memasak dan tinggal memasukkannya ke dalam rantang untuk dibawanya pulang.
Langit semakin gelap dan akhirnya hujan pun turun sangat deras. Kilatan petir dan suara gemuruh saling bersahutan, angin bertiup sangat kencang sampai menghempaskan air hujan masuk ke warung kecil milik Mutiara
"Yah... kita di salip sama hujan, Ra. Dan sekarang kita terjebak disini tidak bisa pulang!" keluh Segara dengan wajahnya yang masih tampak lelah.
"Kita tunggu aja dulu disini, Bang! semoga saja hujannya segera reda!" ujar Mutiara tenang tanpa ada rasa kekhawatiran.
"Disini nggak ada payung ya, Ra?" Segara bertanya lagi.
"Nggak ada, Bang! lagi pula hujan angin begini, pakai payung juga akan tetap basah!" terangnya.
"Abang ngantuk apa lapar sih, Bang? sepertinya udah pengen buru buru pulang aja?" Mutiara terkekeh ia menyadari kalau saat itu Segara nampak gelisah sepertinya ingin buru buru pulang.
"Kasihan Bapak di rumah sendiri, Ra! Pak Imran pasti lapar dan sedang menunggu kita pulang membawakan makanan." jelas Segara mencari alasan dan memang ia sedikit mencemaskan Pak Imran karena itu adalah waktunya ia biasa makan siang.
"Bapak tadi pergi ke tempat hajatan salah satu warga, Bang! pasti Bapak sudah makan disana." Mutiara menanggapinya hanya dengan senyuman.
"Oohh..." Segara hanya mengangguk paham.
"Kita makan disini saja yuk, Bang! sepertinya hujan ini akan lama, dan aku juga sudah lapar!" ajak Mutiara sambil mengeluarkan kembali rantangnya yang sudah sempat dikemasnya. Lagi lagi Segara hanya mengangguk saja karena ia memang sudah sangat lapar. Mereka berdua lalu makan disana.
"Bang Gara, mau tambah nasinya lagi?" Mutiara mengambil centong nasi karena melihat piring Segara sudah kosong.
"Cukup, Ra, aku sudah kenyang!" Segara menyentuh perutnya yang sudah cukup terisi makanan siang itu.
"Ya sudah aku akan simpan lagi sisa makanannya untuk kita makan nanti malam." Mutiara lalu membereskan semua makanan itu merapikan semua peralatannya karena dia juga sudah menyelesaikan makannya.
Meski makan sangat sederhana, namun Segara merasakan ada yang istimewa saat bisa makan berdua bersama Mutiara. Begitu juga Mutiara, dekat dengan Segara membuatnya merasa aman dan nyaman, seperti ada seorang pangeran pelindung yang senantiasa ada disisinya.
Hujan masih turun sangat deras, Mutiara merapikan beberapa barang barang jualannya, dipersiapkan lagi untuk dijual esok harinya.
"Kalau Abang mengantuk, Abang tidur aja di bangku itu!" Mutiara menunjuk ke salah satu bangku yang tadi dimasukkan oleh Segara ke dalam warungnya.
Segara lalu duduk di bangku itu dan hendak tidur mengikuti saran Mutiara. Baru saja ia meletakkan pantatnya di bangku itu tiba tiba deru angin terdengar sangat kencang. Atap warung yang terbuat dari seng terdengar saling bertautan menimbulkan suara nyaring menusuk telinga dan tampias air hujan tak terelakkan masuk ke dalam warung itu. Mutiara memeluk tangannya sendiri merasakan angin dingin menyentuh kulitnya, hembusan angin pantai bercampur air hujan membuatnya merasa kedinginan.
"Jangan berdiri disana, Ra! disana dingin, duduk sini di sebelahku, disini kamu akan lebih hangat!" Segara menepuk bangku di sebelahnya.
Mutiara yang sebelumnya hanya berdiri di dekat pintu lalu duduk di bangku yang sama dengan Segara, dia masih menggosok gosokkan kedua telapak tangannya untuk mengurangi rasa dingin.
"Dingin ya?" tanya Segara dengan seringai miring.
"Iya dingin lah Bang, emangnya Abang nggak ngersa dingin kena hembusan angin itu?" celetuk Mutiara sambil tersenyum kecut menanggapi seringai Segara.
"Lagian kamu ngapain tadi berdiri disana, memang enak kena hujan dan kedinginan?" tanya Segara dengan kembali dengan seringai miringnya. Mutiara seketika tersipu mendengar kekehan Segara.
"Aku hanya memandangi hujan Bang!" sahutnya mengalihkan.
"Hujannya makin deras, Bang! kita jadi harus tinggal disini dulu, aku kasihan sama Abang pasti nggak akan bisa beristirahat senyaman di rumah kalau disini!' ujar Mutiara kemudian.
"Nggak apa apa, Ra! disini juga nyaman kok hanya saja ada nyanyian yang cukup tidak enak didengar dari atap seng diatas!" jawab Segara sambil terkekeh. Mutiara pun ikut terkekeh mendengar jawaban konyol Segara. Sebenarnya Segara merasa sangat mengantuk tapi suasana di dalam warung itu membuatnya tidak merasa nyaman. Apalagi ada Mutiara yang kini duduk di sebelahnya, bangku itu menjadi sangat sempit tidak cukup untuknya bisa merebahkan badannya disana.
"Makasih banyak ya, Ra! selama ini kamu sudah sangat perhatian terhadapku. Aku sungguh sungguh berhutang budi sama kamu dan juga Pak Imran. Sudah sebulan aku disini dan aku masih nggak tahu kapan ingatanku akan kembali!" Segara menekan keningnya ia merasa tak berdaya karena sudah terus berusaha keras mengingat masa lalunya namun sampai saat itu belum juga menemukan petunjuk tentang jati dirinya.
"Jujur nih Bang ya, semenjak Abang tinggal disini, aku tuh ngerasa seneng banget, Bang! Selama ini aku cuma tinggal sama bapak, tapi semenjak kehadiran Abang aku merasa menemukan sosok seorang kakak dalam diri Abang!" Mutiara tersenyum menatap wajah Segara yang tiba tiba nampak murung.
"Iya, Ra! kamu juga sudah seperti adikku sendiri, aku merasa punya keluarga semenjak tinggal bersama kalian." Segara ikut menatap wajah Mutiara yang selalu tersenyum kepadanya.
"Kalau begitu,mulai sekarang jangan pernah sungkan lagi ya!" Kita adalah kakak dan adik walau bapak dan ibu kita tidak sama!" seloroh Mutiara ikut menimpali ucapan Segara sambil terkekeh lirih.
**Maaf ya guys up nya agak lambat\, author lagi punya kesibukan pribadi. Tapi akan tetap diusahakan up satu episode setiap hari. So lanjut terus bacanya ya dan jangan lupa tinggalkan jejak\, jangan cuma jadi jin gentayangan\, casper aja bisa dilihat\, masa kamu enggak!**
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 120 Episodes
Comments
Nairyan
dari pada jadi kakak adik mendingan juga jadi suami istri 🤭🤭
2023-06-21
1
Rizal Zainal
oke author
2022-07-24
1
Nunung Sunarti
mudah2an segara menjadi jodohnya mutiara
2022-07-02
5