Pagi hari di sebuah pulau terpencil yang sangat jauh dari hiruk-pikuk dan kebisingan kehidupan kota.
Matahari masih belum beranjak dari peraduan. Namun, pancaran sinarnya sudah sedikit muncul memberi rona kuning di ufuk timur. Kokok ayam pun sudah terdengar saling bersahutan.
Deburan ombak di pantai sudah tenang setelah tadi malam sempat terjadi badai petir disertai angin kencang. Jejeran perahu nelayan tradisional di pinggir pantai juga nampak tak beraturan, sepertinya gelombang air laut tadi malam sangatlah tinggi menerjang hingga ke pulau itu. Para nelayan pun memilih untuk tak melaut karena ancaman cuaca ekstrem yang tidak terprediksi.
Seorang gadis belia nampak berjalan menyusuri pasir pantai yang terlihat penuh dengan sampah dedaunan dan batang batang pepohonan yang hanyut terbawa air laut hingga ke bibir pantai. Dari pancaran wajah gadis itu nampak tersirat kekhawatiran yang teramat sangat dan ia melangkah cepat menuju ke sebuah dermaga tak jauh dari sana.
"Bapak...! Bapak...!" teriak gadis itu memanggil seseorang yang sedang dicarinya. Sesaat gadis itu terdiam dan menghela nafasnya karena ia tidak menemukan siapa siapa di sana. Kepalanya terus bergerak menoleh kanan dan kiri berharap melihat perahu bapaknya yang biasanya akan berlabuh di sana saat pulang dari melaut, kekhawatiran itu semakin merajam di hatinya.
"Tadi malam terjadi badai tapi bapak masih nekat melaut juga," gerutunya dengan wajahnya makin terlihat cemas.
"Mutiara....! Kemari, Nak. Bapak disini!" terdengar seseorang memanggilnya dari kejauhan dan gadis itu langsung menoleh ke arah suara itu. Ia melihat perahu bapaknya baru saja bersandar tak jauh dari dermaga itu, bapaknya juga terlihat tengah melambaikan tangan ke arahnya dan ia segera berlari menghampirinya.
"Bapak..., syukurlah bapak sudah kembali. Aku sangat mengkhawatirkan bapak karena tadi malam terjadi badai!" sergahnya saat ia sudah berada di samping perahu bapaknya.
"Bapak tidak apa-apa, Ra! Hanya saja tidak ada ikan yang bisa bapak tangkap tadi malam, badai sangat kencang tidak ada seekor ikan pun yang mau singgah di jaring Bapak!" ucap bapaknya sambil mengikatkan tali perahunya di dermaga itu.
"Tapi, bapak menemukan seseorang!" Bapak itu menunjuk ke dalam perahunya dan gadis yang bernama Mutiara itu segera mengarahkan pandangannya ke dalam perahu bapaknya.
Mutiara melebarkan matanya saat melihat sesosok pria terbaring di dalam perahu bapaknya dan nampak tak sadarkan diri. Gadis itu terperanjat, "Siapa dia, Pak?" tanyanya dengan nada sangat terkejut.
"Bapak juga tidak tahu siapa pria ini, Bapak menemukannya mengambang, terkatung-katung di laut lalu Bapak menolongnya dan membawanya kesini!"
"Bapak juga sudah periksa, dia masih bernafas dan nadinya juga masih berdenyut, itu artinya dia masih hidup, sebaiknya kita bawa pulang dan obati lukanya!" perintah bapaknya sambil mengangkat tubuh pria itu dari perahunya dan mengalungkan satu lengannya di bahunya.
"Bantu bapak menggendongnya, Ra!" kemudian Mutiara juga ikut mengalungkan satu lagi lengan pria itu di bahunya. Mutiara dan bapaknya membawa pria itu ke rumah sederhana mereka yang terletak tak jauh dari pantai itu.
Tiba di rumahnya, mereka langsung membaringkan tubuh pria itu di bangku panjang di ruang tengah.
"Ambilkan handuk dan kotak P3K, Ra! Bapak mau mengeringkan tubuhnya dulu sambil mengobati luka lukanya." perintah Bapaknya lagi.
Mutiara hanya mengangguk dan bergegas mengambilkan barang-barang yang diminta Bapaknya. Bapak itu lalu membuka baju pelampung dan kemeja pria itu yang masih basah dan terlihat compang-camping terkoyak oleh badai.
"Ambilkan juga sepasang baju Bapak, Ra! Baju pria ini basah harus diganti agar dia tidak kedinginan!" Kembali Bapaknya memberi perintah kepada Mutiara. Lagi-lagi Mutiara hanya mengangguk dan menuruti semua yang diperintahkan bapaknya.
"Kira-kira siapa pria ini, Pak? Dan kenapa dia bisa terkatung-katung di tengah laut?" Mutiara bertanya kepada bapaknya dan terlihat sangat penasaran.
Saat itu bapaknya sudah mengganti semua pakaian yang dikenakan pria itu, lalu mengoleskan obat merah di kepala dan beberapa bagian tubuh yang lain pria itu. Tubuhnya penuh luka robek akibat menghantam batu karang dan nampak lebam hampir di sekujur tubuhnya.
"Bapak juga tidak tahu. Tapi, kalau dilihat dari penampilannya, sepertinya dia bukan nelayan dan dia juga bukan warga kampung kita, bapak belum pernah melihatnya sebelumnya."
Bapaknya menatap wajah pria itu juga dengan penuh tanda tanya, dia sama sekali tidak mengenali pria itu.
Pria itu tidak lain adalah Arkha. Kerasnya gelombang laut di kala badai malam itu telah menghempaskan tubuh Arkha sangat jauh dari kapal naas miliknya dan kini ia terdampar entah dimana. Setelah sempat tersangkut di batu karang, tubuh Arkha kembali terombang-ambing hingga akhirnya Bapaknya Mutiara menemukannya dan menolongnya.
Mutiara terus menatap wajah pria yang masih tak sadarkan diri di hadapannya. Luka robek dan lebam di keningnya sudah di balut kain kasa oleh bapaknya.
"Siapa pria ini? Kulitnya terlihat bersih dan dia juga sangat tampan, pastinya pria ini bukan orang biasa," gumamnya.
Mutiara memeras handuk kecil yang sudah dicelupkannya ke dalam air panas lalu mengompres luka lebam di kening Arkha sambil terus bertanya-tanya dalam hatinya.
Beberapa menit kemudian Arkha belum juga sadar dari pingsannya.
"Pak, pria ini belum sadar juga, luka di kepalanya cukup parah, apa sebaiknya kita bawa dia ke Puskesmas saja?" tanya Mutiara.
"Puskesmas jauh dari sini, Ra. Kota kecamatan harus kita tempuh satu jam dari sini dan pria ini belum sadar, bagaimana Bapak bisa memboncengnya dengan motor?" Bapak itu menggelengkan kepalanya pasrah, untuk membantu Arkha dan membawanya ke Puskesmas sangat tidak memungkinkan untuk saat ini.
Kampung nelayan itu memang sangat terpencil dan akses untuk menuju ke kota kecamatan harus melewati jalanan setapak dan berkelak kelok. Kondisi jalanan pun sangat licin dan berlumpur apalagi di musim penghujan seperti saat itu.
Satu jam berlalu, Arkha mulai membuka sedikit matanya perlahan dan ia sudah sadar dari pingsannya. Pandangannya terasa kabur dan rasa sakit teramat sangat menghujami kepalanya. Arkha meringis menahan sakit sambil memegang kepalanya yang terasa bagai ditusuk-tusuk, sungguh sakit tak tertahankan.
"Pak, pria ini sudah sadar!" Hanya kalimat itu yang bisa didengarnya namun pandangannya sangat kabur sehingga tak bisa melihat dengan jelas siapa yang sedang berbicara di sebelahnya.
"Saya dimana?" ringis Arkha lirih sambil terus memegang kepalanya.
"Kamu ada di rumah kami, Bapak menemukanmu di tengah laut saat kamu masih pingsan!" Bapaknya Mutiara mendekati Arkha dan menyentuh kening Arkha yang masih mengeluarkan darah.
"Siapa kalian dan siapa saya?" Arkha tidak ingat akan dirinya, benturan keras di kepalanya membuatnya tidak bisa mengingat apapun.
Mutiara dan bapaknya terdiam dan saling menatap. Mereka menyadari pria yang di tolongnya kini mengalami amnesia.
"Kepala saya sakit sekali. Saya tidak tahan!" Arkha mengerang, sakit di kepalanya makin tak tertahankan. Ia berusaha bangun dari bangku itu mencoba untuk duduk namun Mutiara menahannya.
"Jangan bangun kalau masih sakit, tetaplah berbaring aku akan mengompres kepalamu lagi!" cegah Mutiara.
Arkha kembali merebahkan tubuhnya di bangku itu, pandangannya mulai sedikit cerah sehingga dia bisa melihat wajah seorang gadis di hadapannya yang dengan cekatan mengompres keningnya.
"Kasihkan obat ini untuknya, Ra!" Bapaknya menyerahkan obat penghilang rasa sakit yang memang selalu ada di simpannya di dalam kotak P3K.
Mutiara lalu mengambil segelas air dan membantu Arkha meminum obat itu.
"Saya Imran dan ini putri saya Mutiara, saya menemukanmu mengambang di tengah laut lalu saya membawamu kemari!," Pak Imran memperkenalkan dirinya dan juga putrinya.
"Apa kamu sama sekali tidak ingat siapa dirimu dan mengapa kamu bisa ada di tengah laut saat badai seperti itu?" Pak Imran kembali mencoba bertanya, berharap Arkha bisa mengingat sesuatu.
Arkha kembali memegang kepalanya. "Maafkan saya, saat ini saya tidak bisa mengingat apapun dan terimakasih banyak sudah menyelamatkan saya!"
"Ya sudah kamu istirahat dulu, mungkin setelah sakit kepalamu hilang kamu akan mulai mengingat semuanya!"
"Bapak mau memperbaiki jaring ikan Bapak dulu. Mutiara, kamu tolong jaga dia ya! Siapkan makanan untuknya, pasti dia lapar setelah lama terombang-ambing di laut!" perintah Pak Imran kepada Mutiara lalu ia melangkah keluar meninggalkan Mutiara dan Arkha disana.
Mutiara langsung menuju dapur dan memasak bubur untuk Arkha.
"Makan dulu, kamu pasti lapar kan?" Mutiara kembali menghampiri Arkha sambil membawa semangkuk bubur untuknya.
"Terimakasih banyak, aku berhutang budi karena kalian sudah menolongku!"
Setelah meminum obat yang diberikan Imran, Arkha merasakan sakit kepalanya mulai berkurang, ia duduk menyandarkan punggungnya di bangku itu.
Arkha meraih mangkuk bubur yang diberikan oleh Mutiara dan perlahan mulai memakannya. Dia memang sangat lapar ketika itu, karena dari sore sebelum kejadian itu belum sebutir nasi pun masuk ke perutnya. Walau hanya bubur putih dengan garam tapi Arkha makan dengan lahap bubur itu sampai tak tersisa.
Mutiara hanya tersenyum memandangi pria yang tengah makan dengan lahap di hadapannya.
"Kau benar benar tidak ingat siapa dirimu ya?" tanyanya dengan polos kepada Arkha.
Arkha hanya menggeleng.
"Aku sungguh sungguh tidak ingat apapun, kepalaku akan makin sakit kalau aku terus berusaha mengingat siapa diriku!" Arkha memijat keningnya sendiri karena sakit kepalanya masih terasa.
"Kalau kau tidak ingat siapa namamu bagaimana aku harus memanggilmu?" tanya Mutiara lagi sambil menatap Arkha dengan senyum manisnya.
Kembali Arkha hanya menggeleng. "Terserah kamu saja, Mutiara!" jawabnya singkat.
"Sepertinya kau lebih tua dariku, apa aku boleh memanggilmu Abang?" Mutiara masih tersenyum berusaha akrab dengan pria yang baru saja dikenalnya itu.
"Iya boleh!" Arkha ikut tersenyum menanggapi sikap ramah gadis cantik di hadapannya. Gadis itu berpenampilan sangat sederhana, warna kulitnya sawo matang namun terlihat sangat manis saat ia tersenyum.
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 120 Episodes
Comments
Bie Cayang Cmu
cantikan mutiara dari pada si Vivian jablay...mau aja di tidurin sama laki laki lain
2022-07-28
2
Rizal Zainal
lanjut author
2022-07-24
1
Deka Susanti Santi
nextt
2022-07-11
1