XIV

Ruangan di sebelah kamar Kelana itu dulunya adalah tempat penyimpanan koleksi violin milik Kelana yang jarak dipakai. Sekarang telah disulap menjadi kamar Renjani yang penuh dengan nuansa putih atas permintaan Kelana. Itu bukan tanpa alasan, Kelana tahu Renjani sedikit jorok sehingga ia memberi warna putih agar kotoran mudah terlihat dan melatih Renjani untuk hidup lebih bersih.

Meskipun Kelana menikahi Renjani bukan atas dasar cinta tapi ia bertanggungjawab terhadap tingkah laku dan gaya hidup Renjani. Walau bagaimanapun pernikahan mereka bukan rekayasa. Setelah ini pasti Kelana akan membawa Renjani ikut acara atau undangan tertentu. Kelana tidak mau Renjani membuatnya malu di depan banyak orang.

Renjani menghempaskan tubuhnya ke atas tempat tidur berukuran king yang sangat empuk memeluk tubuh mungilnya—yang mungkin sebentar lagi akan jadi gemuk karena makanan disini enak-enak. Apalagi saat keluar tadi Renjani melihat banyak penjual makanan di sekitar mall.

Renjani berguling-guling hingga tubuhnya melewati tempat tidur dan jatuh membentur lantai. Renjani memekik memegangi pinggang dan kepalanya yang terasa berdenyut.

"Emang gue nggak ditakdirin bahagia, baru aja seneng dapet kamar baru." Akhirnya Renjani memilih tiduran di lantai marmer yang dingin tersebut dan memejamkan mata. Renjani menajamkan telinganya mendengar suara merdu violin dari kamar sebelah. Siapa yang bermain violin tengah malam begini?

Alunan violin itu terdengar begitu lembut seolah menyihir Renjani untuk bergerak lebih dekat dengan sumber suara. Renjani bangkit dengan langkah tertatih karena pinggangnya yang merasa sakit, ia mendekat menempelkan telinganya ke dinding. Ia yakin suara tersebut berasal dari kamar sebelah.

Ah benar, Renjani hampir saja lupa kalau Kelana seorang violinist. Tentu saja siapa lagi yang bermain violin di apartemen itu jika bukan Kelana. Namun apakah Kelana selalu bermain violin saat tengah malam seperti ini.

Untuk menjawab rasa penasaran Renjani melangkah menuju kamar Kelana, ia mendorong pintunya sangat pelan dan berjalan berjingkat seperti maling yang takut ketahuan oleh tuan rumah.

Langkah Renjani membawanya menuju studio musik yang cukup luas di dalam kamar Kelana. Karena semalam Renjani salah membuka pintu saat mencari kamar mandi maka ia bisa menebak asal suara violin tersebut.

Untuk beberapa saat Renjani terhipnotis oleh kepiawaian Kelana memainkan alat musik yang juga disebut biola tersebut. Kelana tampak berbeda saat bersua dengan violin, ia terlihat hangat dan mudah dijangkau. Berbeda saat Kelana tak bermain musik, ia seperti membangun dinding besar agar tidak ada orang yang memasukinya.

"Siapa yang suruh kamu masuk?" Kelana menoleh pada Renjani yang berdiri di depan pintu ketika ia menyelesaikan permainannya.

"Hm?" Renjani membelalak lalu mengerjapkan matanya beberapa kali, "aku cuma penasaran waktu denger suara violin barusan."

Kelana meletakkan violin yang beberapa saat lalu bertengger di pundaknya dan melangkah menghampiri Renjani.

"Kamu memang suka masuk kamar orang lain sembarangan?"

"Enggak kok." Renjani menggeleng, ayolah ia hanya masuk dan berdiri disini. Lagi pula Renjani sudah menjelaskan kenapa ia bisa sampai di kamar ini, seharusnya Kelana tidak perlu marah. Dan lagi Renjani bukan orang lain, ia istri Kelana. "Penampilan kamu bagus." Renjani tidak bisa menahan diri untuk tak memuji Kelana meski ia kena marah.

Kelana sedikit salah tingkah mendengar pujian Renjani, "oh ya?"

"Ya." Renjani mengangguk dua kali. "Tapi aku nggak pernah denger melodi itu sebelumnya."

Kelana tersenyum samar, "lagu ini akan dibawakan pertama kali saat konser nanti, apa kamu suka dengerin lagu-lagu ku?" Kelana sering mendengar lagunya diputar di perpustakaan Edelweiss.

Renjani mengangguk, "banyak pengunjung yang request lagu kamu jadi telingaku udah nggak asing sama lagu kamu."

Bicara soal perpustakaan, Renjani akan resign bulan ini setelah mengajari karyawan baru.

"Tapi kenapa lagu kamu banyak yang sedih, cuma Senja Bertemu Cinta aja yang suasananya ceria, makanya cuma lagu itu yang sering aku putar karena hidup aku udah menyedihkan dan aku nggak mau jadi tambah sedih kalau dengerin lagu-lagu kamu."

Kelana terdiam, tentu saja hanya Senja Bertemu Cinta yang memiliki suasana ceria karena saat membuat lagu itu Kelana sedang berbunga-bunga. Namun sekarang bunga itu telah mengering lalu hancur menjadi butiran debu dan tertiup angin.

"Coba mainkan lagu itu, aku mau denger langsung." Renjani menatap Kelana berharap pria itu mau memainkan lagu favoritnya. Kapan lagi lihat Kelana main violin secara langsung tanpa harus membeli tiket.

Kelana menuruti permintaan Renjani karena ia memang sudah lama tidak memainkan lagu itu.

Renjani duduk di sofa panjang menghadap Kelana bersiap mendengarkan lagi Senja Bertemu Cinta yang akan membuat suasana hatinya lebih baik setelah jatuh dari tempat tidur.

Senja Bertemu Cinta rilis untuk pertama kalinya pada tahun 2016 sekitar 6 tahun yang lalu. Kelana menggandeng penyanyi terkenal bernama Zaneta dan berhasil mendapat respon positif dari masyarakat. Hingga sekarang lagu itu masih sering diputar di cafe, perpustakaan, pusat perbelanjaan dan tempat umum lainnya.

"Kita bisa bercerita pada dunia melalui musik tanpa harus bicara."

"Itu alasan kamu jarang bicara?"

"Apa aku jarang bicara?"

"Ya, di antara violinist lain kamu yang paling pendiam."

"Tapi aku banyak bicara waktu sama kamu, Kelana."

"Itu karena kita ditakdirkan bersama."

Kelana menutup mata rapat-rapat ketika momen itu kembali muncul di pikirannya. Jika Kelana berpikir waktu dapat mengobati lukanya maka ia salah besar, tak ada obat dari luka hati pun dengan rindu yang bertahun-tahun menggerogoti hatinya.

Elara, tidak kah kamu rindu? Mengapa kamu membiarkan aku merasakan rindu sendirian. Namun hanya ini yang aku punya, meski sakit aku akan menikmatinya karena dengan begitu kau akan tetap ada di hatiku.

Renjani berdiri bertepuk tangan heboh setelah Kelana menyelesaikan permainan violin nya. Ia menatap takjub pada pria yang mengenakan kemeja putih dan celana bahan abu-abu. Itu pakaian sederhana tapi tampak istimewa jika melekat di tubuh Kelana yang proporsional. Tanpa Renjani sadari Kelana meneteskan air mata menjelang akhir lagu.

"Makasih ya, kamu jago banget main violin nya."

Kelana mengusap matanya yang basah, jangan sampai Renjani tahu kalau ia menangis. Kelana tidak mau mendengar pertanyaan macam-macam dari Renjani jika tahu ia menangis.

"Kalau gitu kamu boleh keluar sekarang."

"Satu lagu lagi."

"Nggak mau." Kelana mendorong bahu Renjani agar segera keluar dari kamarnya.

"Setengah lagu deh."

"Tidur, ini sudah malam." Kelana menutup pintu dan menguncinya berjaga-jaga agar Renjani tidak masuk ke kamarnya lagi.

Kelana melangkah membuka nakas mengambil ponsel lamanya dimana ia menyimpan foto-foto dirinya dan Elara. Kelana membuka folder dengan nama Elara Adaline.

"Lara," Kelana tersenyum getir. Kelana tak pernah mengira jika wanita yang dulu paling ia cintai justru meninggalkan luka mendalam di hatinya, seperti namanya—ia menorehkan lara dalam diri Kelana yang sampai saat ini belum berhasil disembuhkan.

******

Jakarta, Mei 2015.

Semburat kemerahan terlihat di ufuk barat pertanda siang akan segera berganti dengan malam. Bias cahaya jingga mengenai wajah seorang laki-laki berusia 20 tahun yang duduk di halte bus dengan pandangan kosong. Ia bergeming. Sama sekali tidak terganggu dengan silaunya matahari yang mengenai wajahnya. Keheningan adalah teman sejati yang tak pernah menuntut apapun padanya.

"Kelana, kamu violinist yang buruk! nggak ada yang lebih buruk dari kamu!"

Kelana memejamkan mata ketika ucapan papa nya kembali terngiang di telinganya. Ia meremas bangku menahan emosi.

Alunan lagu Liebesfreud membuat Kelana membuka mata dan menoleh melihat seorang gadis yang duduk tak jauh di sampingnya, ia familiar dengan lagu karya violinist terkenal bernama Fritz Kreisler tersebut.

Kelana meneliti gadis berambut kecoklatan sepunggung itu, pasti lagu tersebut berasal dari ponsel yang berada di saku hoodie nya.

Angin bertiup lembut mengenai rambut lurus gadis cantik tersebut. Kelana berbinar menatap sepasang mata milik gadis itu lalu hidungnya yang mancung dan bibirnya yang berwarna merah muda alami sedikit mengkilap terkena pantulan cahaya matahari.

Tiba-tiba gadis itu menoleh mendapati Kelana sedang menatapnya. Pandangan mereka terkunci untuk beberapa saat lalu Kelana mengerjapkan mata karena tertangkap basah memandangi seseorang yang tidak dikenalnya.

"Kayaknya kamu tahu lagi ini." Gadis itu akhirnya bersuara.

"Iya." Kelana menunduk. Bukan hanya suka tapi Kelana sangat mengidolakan Fritz Kreisler yang membuatnya bertahan di dunia musik khususnya violin selain karena tekanan sang papa.

"Kamu anak Melodi juga?"

Kelana kembali mengangkat wajah lalu mengangguk, ia melihat gadis itu juga mengenakan id card yang sama dengannya. Id card berwarna coklat dengan tulisan Melodi yang merupakan salah satu sekolah musik paling terkenal di Jakarta. Tak hanya violin, Melodi juga mengajarkan piano, gitar, menyanyi dan segala hal tentang musik.

Kelana menggeser duduknya agar lebih dekat dengan gadis itu, ia mengulurkan tangan untuk memperkenalkan diri.

"Kelana." Katanya.

"Elara, panggil Lara tapi jangan salah sangka, aku akan membuat orang sekitar ku gembira bukan lara." Gadis bernama Elara itu juga memperkenalkan diri.

Kelana tersenyum tipis menatap tangan mereka yang saling bertaut lalu beberapa saat kemudian Elara melepasnya lebih dulu membuat Kelana merasa berat hati.

"Aku baru kemarin masuk Melodi." Tukas Kelana.

"Oh pantas aku nggak pernah lihat kamu sebelumnya."

"Kalau gitu kamu senior ku, apa aku harus panggil kakak?"

Elara tertawa lebar lalu bergidik ngeri mendengar kata kakak dari mulut Kelana, ia tidak mau dipanggil kakak.

"Lara aja, aku dua puluh satu."

"Aku dua puluh, cuma beda satu tahun." Kelana ikut tersenyum lebar.

Senja itu menjadi awal perkenalan Kelana dengan Elara. Mereka sering bertemu karena belajar di sekolah musik yang sama. Selain itu Elara juga seorang violinist berbakat yang telah merilis beberapa lagu. Kelana banyak belajar dari Elara. Kelana juga mengagumi sosok Elara yang begitu mahir bermain violin dan beberapa alat musik lain.

Pertemuan yang semakin intens membuat benih-benih cinta tumbuh di antara keduanya. Kian lama makin subur dan merekah seperti bunga matahari dimusim semi.

******

"Kamu bohong." Gumam Kelana seraya mengembalikan ponselnya ke dalam laci dan menguncinya. Sudah sangat lama Kelana tidak melihat foto-fotonya bersama Elara.

Mengapa ketika Elara menebar kebahagiaan pada orang-orang sekitarnya justru ia meninggalkan luka untuk Kelana. Itu tidak adil kan?

Tak ada yang bisa menggantikan posisi Elara di hati Kelana. Meskipun banyak wanita yang mendekatinya, mereka cantik, pintar dan berasal dari keluarga terpandang. Namun semua itu tidak cukup membuat Kelana jatuh cinta. Sampai gosip bahwa Kelana gay mulai tersebar tapi ia sendiri tak peduli. Biarlah orang-orang di luar sana bergunjing tentang dirinya. Kelana akan fokus mengembangkan diri memainkan violin.

Terpopuler

Comments

bunda Thalita

bunda Thalita

tenang kelana ada renjani yg ceria bakal bikin hari hari kamu rame sepanjang hari wkwkwk

2023-11-09

0

lihat semua

Download

Suka karya ini? Unduh App, riwayat baca tak akan hilang
Download

Bonus

Pengguna baru dapat mengunduh App untuk membuka 10 bab secara gratis

Ambil
NovelToon
Novel sejumlah besar sedang menunggu Anda baca! Juga ada komik, buku audio, dan konten lain untuk dipilih~
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!