XIII

Pengantin baru yang belum genap 24 jam menikah itu terdiam di ruang tengah apartemen setelah sarapan dan membereskan meja makan. Tentu saja Renjani yang melakukan semuanya, memasak, membereskan meja dan mencuci bekas makan mereka. Renjani tidak berani meminta bantuan Kelana karena mungkin pria itu tak pernah melakukan pekerjaan rumah sebelumnya. Renjani bisa memperkirakan itu karena pakaian yang hendak dikenakan Kelana saja sudah Yana atur.

Renjani bosan berdiam diri seperti ini, mereka bahkan tidak saling bicara sejak 1 jam lebih berada di sofa bed ini. Kelana sibuk berkutat dengan laptopnya tanpa melirik Renjani sedikitpun. Apakah Kelana memang begitu pendiam sampai Renjani merasa pria itu menganggapnya tidak ada.

"Aku punya pertanyaan." Renjani akhirnya memecah keheningan.

Kelana hanya melirik Renjani sekilas tapi dari lirikan itu ia seolah memberitahu bahwa Renjani bisa menanyakan apapun padanya.

"Aku lihat kamu suka baca tapi kenapa nggak ada rak buku disini?"

"Itulah alasannya kenapa aku selalu pergi ke perpustakaan." Jawab Kelana dengan suara beratnya.

"Kenapa nggak beli aja, kamu bisa baca kapanpun, di mobil di apartemen, di studio dan nggak harus pergi ke perpustakaan."

"Aku nggak suka menyimpan buku."

"Kenapa?"

Kali ini Kelana melihat Renjani lebih lama. Kenapa dia bawel sekali? Apakah Renjani jadi lebih cerewet setelah makan? Ah benar, dia menghabiskan banyak nasi tadi.

"Aku punya masa lalu yang buruk soal itu."

"Apa itu?" Renjani makin penasaran, ia sudah seperti host acara Rumpi yang bertugas menguliti informasi bintang tamunya.

"Biarkan aku bekerja dengan tenang." Kelana kembali fokus pada laptopnya, ia sedang berdiskusi tentang desain panggung untuk acara konsernya nanti.

Renjani mengerucutkan mulutnya kesal, "kamu bilang kita mau beli guling hari ini." Akhirnya Renjani memiliki alasan untuk keluar. Meski suasana apartemen sangat nyaman karena AC ditambah pemandangannya yang indah membuat Renjani betah kecuali jika disini ada Kelana. Andai ada Jesi yang menemaninya pasti Renjani akan betah seharian.

"Kamu bisa nyetir mobil?"

"Nggak bisa, kamu mau ajarin?"

"Bukan. Aku mau kamu pergi sendiri untuk beli guling."

"Sayangnya motor aku nggak disini, kalau ada udah berangkat dari pada nemenin kamu disini kayak bareng sama patung tahu nggak." Renjani beranjak dari sofa bed dan melempar bantal yang hampir mengenai Kelana.

Renjani mengganti pakaiannya dengan jeans dan kaos putih, ia juga menguncir rambut agar lebih rapi lalu meraih tas selempang nya sebelum keluar kamar. Renjani menyesal menunggu Kelana jika akhirnya ia disuruh membeli guling sendiri.

"Mau kemana?" Tanya Kelana ketika Renjani melewatinya, ia juga mencium aroma parfum dari tubuh wanita itu.

"Mau beli guling sendiri!" Jawab Renjani dengan penuh penekanan di setiap katanya.

"Hati-hati nyasar."

"Kamu pikir selama ini aku tinggal di hutan?" Renjani berbalik melihat Kelana yang memasang wajah seolah tak berdosa. "Aku tinggal di Jakarta juga tapi nggak di daerah elit kayak gini.".

"Naik apa?"

"Naik apa aja yang lewat depan mata, musang lewat juga aku naikin." Renjani keluar dari apartemen meninggalkan Kelana yang sekuat tenaga menahan tawa karena kalimat terakhir Renjani.

Kelana tenang jika Renjani pergi sendiri karena ia telah memberi satu kartu ATM pada wanita itu. Renjani bebas membeli apapun dengan kartu tersebut.

Renjani melewati koridor apartemen yang sepi mungkin karena ini jamnya orang bekerja sedangkan penghuni apartemen pasti tak ada yang pengangguran. Menurut informasi yang Renjani dapatkan dari Yana, penghuni disini rata-rata dari kalangan artis sehingga pihak apartemen sangat menjaga privasi mereka.

"Rere!"

Renjani menoleh ketika hendak naik lift karena ia mendengar suara seseorang memanggilnya. Renjani melihat Kelana setengah berlari menghampirinya.

"Ngapain?" Renjani mengerutkan kening melihat Kelana padahal beberapa menit yang lalu pria itu masih sibuk dengan laptopnya.

"Aku temani." Kelana menarik tangan Renjani masuk ke dalam lift.

Renjani mendengus, Kelana cepat sekali berubah pikiran.

Kelana lupa kalau publik pasti telah mengenali wajah Renjani sehingga ia tidak bisa membiarkan Renjani pergi seorang diri ke pusat perbelanjaan.

"Kenapa, kamu takut aku ngabisin uang mu?"

"Coba saja kalau bisa." Sahut Kelana percaya diri. Azfan tahu Renjani tak terbiasa membeli barang-barang mahal sehingga ia yakin wanita itu tidak akan mampu menghabiskan uangnya. "Nanti kamu sudah bisa tidur sendiri." Kelana telah meminta jasa memindahkan barang di apartemennya. Kamar yang digunakan untuk menyimpan violin nya akan dikosongkan untuk menjadi kamar Renjani. "Besok Yana akan kembali ke apartemen agar kamu tidak perlu memasak."

"Bagus deh, aku bosen berdua doang sama kamu." Renjani melangkah keluar lift lebih dulu disusul Kelana.

"Jadi maksud kamu, aku orang yang membosankan?"

"Apa aku orang pertama yang bilang gitu?"

"Enggak, kamu orang ke seribu tiga ratus empat puluh tujuh yang bilang begitu."

Renjani mendelik karena angka yang Kelana sebutkan sangat spesifik, apakah Kelana bersungguh-sungguh atau hanya bercanda tapi wajah pria itu sangat serius. Renjani tidak bisa membedakan Kelana bercanda atau serius karena ekspresinya terlihat sama.

"Kok kita nggak ke basemen?" Renjani bingung karena mereka melangkah melewati lobi keluar melalui pintu depan.

"Mall nya cuma lima menit dari sini dengan jalan kaki."

Renjani mendelik terkejut untuk kesekian kalinya, bisa-bisanya ia tidak tahu kalau ada mall dekat sini. Gila! Katanya tinggal di Jakarta tapi nggak tahu ada mall deket sini. Tentu saja Renjani tidak tahu karena ini bukan tempat tinggalnya. Sepertinya Renjani harus berkeliling di area apartemen ini untuk mengetahui ada apa saja disini.

Mereka berjalan melewati trotoar menuju tower lain dimana ada bangunan pusat perbelanjaan. Kelana mengenakan masker hitam yang menjadi atribut wajibnya saat keluar rumah tanpa pendamping. Meski ada Renjani tapi tentu saja Kelana tak bisa mengandalkannya.

"Nama depan kamu kenapa Asmara?" Kelana ingat pertanyaannya semalam belum dijawab oleh Renjani.

Renjani menoleh pada Kelana, apakah namanya begitu penting sampai Kelana menanyakannya beberapa kali. Dari dulu tak pernah ada yang penasaran pada arti dari nama itu.

"Katanya dulu Mama Papa ku lagi naik gunung Rinjani nah itu pertama kalinya mereka jatuh cinta dan memutuskan untuk pacaran sampai menikah, jadi mereka ngasih aku nama Asmara Renjani." Jawab Renjani, cerita itu tak lagi menarik setelah orangtuanya bercerai. Renjani tak tahu apa yang membuat mereka mantap untuk berpisah tanpa memikirkan perasannya sama sekali. Sampai sekarang Renjani tak pernah bertanya pada mama maupun papanya. Mungkin mereka sudah tak saling mencintai dan akan menjadi sebuah luka yang kian mendalam jika memaksakan diri untuk tetap bersama.

"Kalau kamu kenapa Kelana, emang kamu dulu masih di dalam perut suka berkelana?" Tanya Renjani asal, sebenarnya ia tak penasaran pada arti dari nama Kelana.

"Supaya aku bisa berkelana sampai keluar negeri mungkin?" Kelana menjawab dengan nada seperti pertanyaan, ia juga tak pernah bertanya karena ibunya sudah meninggal. Jika saat ini masih ada mungkin Kelana akan menanyakan alasan di balik nama itu.

"Tapi kamu beneran sering keluar negeri kan." Renjani sering membaca judul artikel yang selalu muncul di pop up notifikasi ponselnya bahwa Kelana melakukan konser si LA, Tokyo, Beijing dan masih banyak lagi yang Renjani tidak bisa menghafalnya. Lagi pula Renjani bukan fans garis keras Kelana. Ia hanya sekedar menyukai beberapa lagu karya Kelana.

Kelana mengangguk, mungkin itu tujuan mamanya memberi nama Kelana agar ia berkelana keliling dunia untuk memainkan violin. Melalui nada itu juga Kelana bisa memberitahu dunia bahwa ia ada di bumi.

Mereka masuk ke pusat perbelanjaan, Kelana dan Renjani menaiki eskalator ke lantai tiga dimana mereka bisa menemukan perlengkapan tidur termasuk guling. Kelana mengingatkan Renjani bahwa mereka membutuhkan guling bukan barang lain karena ia lihat Renjani sering salah fokus pada sandal tidur, penutup mata, bandana dan yang lain. Kelana malas jika harus menemani Renjani lebih lama padahal tujuan mereka hanya membeli guling.

"Tolong pilih guling dulu." Kelana kembali mengingatkan Renjani melihat gadis itu justru sibuk memperhatikan spring bed.

"Ya ampun kamu bawel banget sih." Renjani berdecak kesal, Kelana bukan lah teman belanja yang asyik.

"Fokus tujuan utama kamu dulu." Kelana menarik tangan Renjani ke bagian bantal dan guling.

"Ya biasa melipir dulu sebentar." Renjani hanya ingin berada disini lebih lama karena akan sangat membosankan jika ia di apartemen dengan Kelana.

"Semuanya sama kan?" Kelana memperhatikan guling-guling itu.

"Iya." Renjani menarik dua guling disana, ia juga tak bisa membedakan mereka jadi ia hanya asal mengambil. Mungkin jika ada Yana maka gadis belia itu akan menjelaskan perbedaan guling-guling tersebut. Kadang Renjani heran usia Yana masih sangat muda tapi pengetahuannya seluas kota Jakarta.

Renjani memasukkan dua guling ke troli dan meminta Kelana mendorongnya, ia masih ingin membeli sandal tidur dan humidifier agar lebih nyenyak saat tidur.

"Baju tidur sekalian." Ujar Kelana dengan nada datar.

"Ide bagus." Renjani sumringah karena dari tadi ia sudah salah fokus pada piyama-piyama yang terpajang disana.

"Bagus yang mana?" Renjani mengambil dua piyama berbahan satin dan katun dengan corak bunga yang manis.

"Bagus semua."

Renjani membelalak, sepertinya uang Kelana memang tak terbatas jumlahnya sehingga dengan entengnya berkata seperti itu. Berbeda dengan Renjani yang akan berpikir seribu kali untuk membeli satu barang meski ia menginginkannya.

"Tapi yang itu lebih bagus nggak sih?" Renjani menunjuk piyama berwarna ungu yang terpasang di manekin.

"Ambil semua." Kelana malas untuk memikirkan piyama mana yang lebih bagus, ia hanya ingin segera kembali ke apartemen dan menyelesaikan pekerjaannya. Memangnya Renjani pikir Kelana pengangguran yang bisa menemaninya belanja berjam-jam.

Renjani memasukkan dua potong piyama dan melewatkan piyama pada manekin itu karena ia ingin melihat yang lain.

"Berapa yang kamu butuhkan?" Kelana makin muram.

"Udah, ayo." Renjani tidak tahan berbelanja dengan Kelana yang memasang wajah kusut seperti baju yang belum disetrika.

Mereka menuju kasir untuk membayar belanjaan tersebut. Karyawan mall akan mengantar belanjaan itu ke apartemen Kelana karena mereka telah mengenal sosok Kelana apalagi jaraknya sangat dekat dari sini.

"Beli roti dulu yuk." Renjani menarik tangan Kelana menghampiri penjual roti kukus panggang di luar mall.

"Kamu sudah makan banyak tadi." Kelana mengerutkan kening melihat Renjani begitu bersemangat memesan roti setelah menghabiskan banyak nasi.

"Kamu mau nggak?" Renjani mengabaikan kalimat Kelana.

"Nggak." Kelana tidak mau makan sembarangan, biarlah Renjani yang gendut ia tidak mau.

"Coklat keju satu." Renjani menyebutkan rasa roti yang ia inginkan. Air liur memenuhi rongga mulut Renjani melihat penjual memanggang roti pesanannya. Apakah Kelana tidak tergoda dengan aroma manis dan panggangan yang menyapa hidungnya. Renjani curiga kalau hidung Kelana terganggu.

"Makasih Mbak." Renjani mendapatkan satu roti kukus panggang rasa coklat keju kesukaannya, rasa yang disukai banyak orang. "Serius nggak mau?" Renjani mendekatkan roti tersebut ke mulut Kelana.

Kelana hanya melirik Renjani sesaat sama sekali tidak terpengaruh meski Renjani menggodanya dengan aroma roti itu.

"Coba segigit." Renjani mencubit roti itu dan menyuapkannya pada Kelana.

Kelana mengunyahnya perlahan, ia melihat Renjani memakan roti berwarna hijau itu dengan lahap seperti orang kelaparan padahal ia berani sumpah kalau porsi makan Renjani dua kali lebih banyak darinya.

"Enak nggak?"

Kelana segera mengalihkan pandangan saat Renjani melihatnya, ia memilih menoleh ke kanan dan kiri sebelum menyeberang jalan.

"Aduh seret." Renjani memegangi lehernya karena roti yang belum ia kunyah sempurna masuk dan nyangkut di kerongkongannya.

"Kenapa nggak beli minum sekalian barusan?" Kelana menatap Renjani geram. "Tunggu disini." Kelana kembali menyeberang ke minimarket untuk membeli minum, ia tidak mau membiarkan Renjani pergi sendiri karena pasti gadis itu akan melihat berbagai macam makanan dan itu membuat Kelana semakin lama berada di luar.

Renjani tersenyum melihat Kelana keluar minimarket dengan membawa sebotol air mineral. Lihatlah tubuhnya yang tinggi kekar dengan wajah tampan dan manis, siapa yang tidak memuja seorang Kelana Radiaksa.

Kelana membuka tutup botol air mineral yang telah dibelinya dan menyodorkan pada Renjani.

Renjani meneguk air hingga setengah bagian, akhirnya roti itu masuk dengan mulus melewati kerongkongannya.

"Makasih ya." Renjani mengucapkan terimakasih karena Kelana sudah berbaik hati membeli minum untuknya. Bukan itu saja, Kelana juga sudah membelikan Renjani guling untuk menemani tidurnya nanti.

Kelana tidak menyahut dan memilih berjalan mendahului Renjani masuk ke area apartemennya.

Terpopuler

Comments

bunda Thalita

bunda Thalita

cuek cuek tapi perhatian

2023-11-09

0

Neneng cinta

Neneng cinta

hihihi..lana mulai kepo...

2023-05-11

1

Susanty

Susanty

nunggu kalana bucin akut sama renjani

2023-03-14

0

lihat semua

Download

Suka karya ini? Unduh App, riwayat baca tak akan hilang
Download

Bonus

Pengguna baru dapat mengunduh App untuk membuka 10 bab secara gratis

Ambil
NovelToon
Novel sejumlah besar sedang menunggu Anda baca! Juga ada komik, buku audio, dan konten lain untuk dipilih~
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!