IV

Kelana membuka tirai jendela kamarnya melihat ke bawah sana memastikan bahwa wartawan yang berkerumun sejak tadi malam sudah pergi. Namun rupanya mereka bukan orang yang mudah menyerah karena nyatanya para wartawan itu masih berada di depan pagar gedung apartemen Kelana.

Kelana mendesah mengacak rambutnya yang memang sudah acak-acakan, ia tidak bisa tidur memikirkan solusi untuk menyelesaikan masalah ini. Sebentar lagi Kelana akan mengadakan konser besar yang sudah direncanakannya sejak tahun lalu. Kelana tidak mau konser tersebut gagal karena masalah ini. Kelana sudah mengorbankan materi, waktu dan tenaga banyak orang untuk konser tersebut.

Srek!

Kelana menutup kembali tirai jendelanya melangkah dengan enggan keluar kamar. Ia membuka kulkas yang terisi dengan banyak bahan makanan, pasti Yana baru saja berbelanja. Kelana tidak tahu bagaimana caranya Yana keluar dari apartemen ini dengan banyak wartawan di bawah. Kelana mengambil sebotol air mineral dan meneguknya.

"Mas!"

"Ah!" Kelana terperanjat mendengar suara seseorang memanggilnya tiba-tiba, ia terbatuk hingga air mineral di tangannya sedikit tumpah. Kelana mendelik melihat Yana dengan wajah tanpa berdosa di belakangnya. "Bisa kah kamu tidak membuatku terkejut satu kali saja?"

"Mas aja yang sensitif, saya manggilnya pelan kok."

"Apa kamu bilang?" Kelana mengangkat botol mineral hendak menyiram Yana karena sudah kurang ajar kepadanya. Namun gadis itu segera kabur dan berlindung di bawah meja makan.

"Jangan siram Mas, saya udah mandi." Yana memohon, "sumpah saya tidak berniat mengagetkan Mas Lana."

Perlahan Kelana menurunkan tangannya meletakkan air mineral yang tinggal sedikit di atas meja makan.

"Berdiri." Pinta Kelana.

Kepala Yana menyembul dari balik meja makan, ia harus hati-hati karena Kelana bisa saja membohonginya.

"Kamu mau bilang apa?"

"Saya cuma mau nanya Mas Lana mau sarapan apa?" Kali ini Yana berdiri meski harus menjaga jarak dengan Kelana.

"Aku nggak sempat memikirkan makanan apa yang ingin aku makan."

"Kalau gitu telur dadar ya." Yana tahu Kelana paling suka telur dadar dengan tambahan kornet, keju dan wortel.

"Ya." Kelana meninggalkan ruang makan kembali masuk ke kamarnya untuk membersihkan diri berharap dengan mandi ia bisa punya solusi mengatasi ini semua.

Yana menyiapkan bahan-bahan untuk membuat telur dadar, meski Kelana termasuk orang yang pemilih dalam banyak hal, ia tak pernah meminta Yana memasak makanan khusus, Kelana selalu menerima apapun yang Yana masak. Untungnya Yana termasuk gadis yang pandai memasak.

Bel apartemen berdenting beberapa kali membuat Yana harus menghentikan aktivitasnya sejenak untuk membukakan pintu.

Yana menyembunyikan keterkejutannya melihat seorang pria bertubuh tinggi berkepala plontos di depan pintu, ia mengenakan setelan jas abu-abu yang terlihat seperti baru saja disetrika berulang-ulang. Ia adalah Wira Radiaksa seorang pemilik perusahaan pembuat violin di Indonesia. Raut wajah Wira datar persis seperti Kelana. Benar kata orang bahwa buah jatuh tak jauh dari pohonnya. Namun sayangnya Kelana tidak pernah bisa berdamai dengan papanya. Pertemuan mereka akan selalu berakhir dengan perdebatan.

"Kamu tidak menyuruh saya masuk?" Wira sedikit memiringkan kepalanya karena Yana telah mematung selama 30 detik tanpa menyuruhnya masuk.

"Oh maaf, Pak silakan masuk." Yana mempersilakan Wira masuk.

"Dimana Kelana?" Wira duduk di sofa mengedarkan pandangan ke seluruh penjuru apartemen mewah tersebut seolah-olah ini pertama kalinya ia datang berkunjung.

"Mas Kelana sedang mandi, Pak." Yana kembali menutup pintu takut kalau-kalau ada wartawan yang masuk sampai sini. "Bapak mau minum apa?" Tanyanya.

"Seperti biasa."

"Baik Pak." Yana bergegas kembali ke dapur untuk membuat teh camomile, setiap kali berkunjung kesini Wira selalu meminta Yana membuat teh camomile meski pada akhirnya ia tak akan pernah menghabiskannya karena Kelana pasti menyuruhnya pergi lebih dulu.

Sejak mama Kelana meninggal 20 tahun yang lalu Wira telah menikah lagi dengan wanita selingkuhannya. Kelana memiliki adik sambung bernama Valia yang juga seorang violonist sehingga mereka selalu bersaing di bidang tersebut. Wira selalu membandingkan Kelana dengan Valia yang dianggapnya lebih mahir memainkan violin. Pencapaian apapun yang Kelana dapatkan tak ada artinya bagi Wira.

Kelana keluar dari kamar setelah mandi dan berpakaian, ia melangkah menuju ruang makan bersiap untuk sarapan. Ia mencium aroma telur dadar dengan keju itu tandanya Yana telah selesai memasak sarapan untuknya.

Kelana duduk di salah satu kursi di ujung meja makan, Yana meletakkan sepiring nasi dan telur dadar di hadapan Kelana.

"Makasih Yan." Ucap Kelana, ia mengambil sendok garpu di samping kanan dan kiri piring. Ia menuang saus sambal ke atas telur dadar kuning cerah yang masih mengepulkan asap.

"Di depan ada Pak Wira, Mas."

Gerakan Kelana yang hendak melahap nasi dengan telur tiba-tiba terhenti karena ucapan Yana. Seharusnya Yana memberitahu Kelana setelah makan. Yana serba salah karena takut Kelana akan memarahinya jika tidak segera memberitahu kedatangan Wira.

Kelana kehilangan selera makanya mendengar nama itu, ia meletakkan kembali sendok dan garpu pada piring.

"Maafkan saya, Mas." Yana meminta maaf lebih dulu sebelum Kelana marah.

Kelana beranjak dari duduknya menuju ruang tamu, dari kejauhan ia bisa melihat papanya duduk dengan gaya angkuh.

Mendengar langkah kaki Wira menoleh, ia tersenyum miring melihat Kelana menghampirinya.

"Kalau bukan Papa yang mengunjungimu lebih dulu kita tak kan bertemu."

"Bukankah Papa kesini hanya untuk mengejekku?" Kelana duduk di sofa melempar tatapan tajam pada papa nya.

"Kalian tidak bisa menyelesaikan masalah ini kan?" Wira tersenyum lebar memperlihatkan deretan giginya yang membuat Kelana muak ingin segera mengusir Wira dari sini.

"Kemarin aku sudah bilang kalau wanita itu pacarku dan kami akan segera menikah, ini sungguh tidak seperti yang Papa pikirkan." Rahang Kelana mengeras menahan emosi, ia tidak boleh marah lagi dan menghancurkan barang. Itu adalah kebiasaan buruknya saat marah dan sebisa mungkin ia mengendalikannya. Bukan karena Yana akan memarahinya tapi Kelana merasa ia harus belajar mengubah kebiasaan buruknya.

Raut wajah Wira berubah kecewa, bibirnya berkedut.

"Aku tidak tahu kenapa Papa selalu mengharapkan kehancuran ku, atau supaya Valia tidak memiliki saingan?"

"Percayalah kalau Valia bukan tandingan mu."

Kelana mengangguk, "tentu saja, aku berada jauh di atas Valia." Katanya bangga.

"Kamu pikir Papa akan mudah percaya begitu saja? kalau wanita itu memang pacar mu, bawa dia ke rumah untuk dikenalkan pada Papa sekaligus undangan pernikahan kalian."

Kelana membalas tatapan tajam papa nya tidak mau kalah. Ia merapatkan giginya yang bergemeletuk agar tidak terdengar papa nya. Wajah Kelana pias, kebohongan memang akan selalu mendatangkan kebohongan lainnya. Sekarang Kelana tidak tahu apa yang harus ia perbuat untuk mengatasi masalah pelik ini.

"Bagaimana caramu membubarkan wartawan di bawah sana, sampai kapan kamu akan bersembunyi seperti ini?"

Kelana mengepal erat hingga punggung tangannya berwarna kemerahan. Ia sudah cukup sibuk menyiapkan konser yang akan diadakan beberapa Minggu lagi dan sekarang ia juga harus menyelesaikan masalah ini.

"Papa tunggu saja kabar baik dari ku." Kelana beranjak meninggalkan papanya, bertemu dengan Wira hanya akan membuatnya darah tinggi.

Kelana mendengar pintu tertutup tanda bahwa papanya telah keluar. Dan sekarang Kelana harus memakan sarapannya yang sudah dingin, ia benar-benar tidak selera menyentuh makanan itu lagi. Kelana memilih masuk ke kamarnya dan bermain violin— satu-satunya cara untuk menangkan diri.

Yana membuka pintu kamar Kelana pelan-pelan takut mengusik ketenangan bosnya tersebut, ia telah membuat roti dengan telur mata sapi karena Kelana belum makan apapun pagi ini. Yana tidak mau Kelana sakit apalagi pikirannya sedang kacau sekarang.

Bunyi violin terdengar nyaring tapi amat merdu ke seluruh ruangan, meski telah menjadi asisten Kelana selama 5 tahun tapi Yana tetap dibuat kagum dengan permainan Violin Kelana. Dari irama violin yang terdengar cepat Yana yakin kalau sekarang Kelana sedang marah.

Yana meletakkan sepiring roti di atas meja dekat Kelana tanpa bicara apapun karena ia yakin suaranya akan kalah dengan violin itu.

"Yana."

Yana menghentikan langkah mendengar Kelana memanggilnya, ia hampir mati membeku karena terkejut.

"Ya Mas?" Yana bertanya dengan takut—takut Kelana melempar piring ke arahnya meski selama ini Kelana tak pernah melakukan hal seperti itu. Namun tidak ada yang tahu, Yana hanya jaga-jaga.

"Tolong cari tahu tentang wanita itu." Kelana meletakkan violin di antara deretan violin lain miliknya di ruangan itu.

"Wanita itu?" Alis Yana terangkat, maksudnya wanita yang berciuman dengan Kelana?

"Wanita penjaga perpustakaan itu, cari tahu tempat tinggal dan nomor teleponnya."

"Sekarang Mas?" Sekarang banget nih? Yana masih belum selesai mengurus keperluan Kelana yang lain. Akibat gosip itu jadi mereka harus mengatur jadwal Kelana lagi.

"Nanti sore, sepertinya dia selalu mendapat sift sore." Kelana tidak yakin karena meski rutin ke perpustakaan ia tak pernah memperhatikan penjaganya.

"Ini pasti berat juga untuk wanita itu."

"Kenapa?" Kelana mengerutkan kening, lagi pula tak ada yang mengenali wanita itu justru hal ini merugikan dirinya.

"Dia tidak biasa jadi pusat perhatian tapi sekarang harus menghadapi orang-orang yang menatap ke arahnya dengan pandangan aneh, dia pasti terkejut."

Kelana terdiam, ia tak berpikir sejauh itu karena terlalu sibuk memikirkan bagaimana caranya menyelesaikan masalah ini. Kelana tak berpikir apakah wanita itu bisa menjalankan kesehariannya seperti biasa. Namun Kelana berharap tak ada yang tahu sosok wanita di foto itu sehingga wanita itu bisa tetap bekerja dengan tenang.

******

Perpustakaan mulai sepi menjelang waktu tutup, hanya ada satu orang yang duduk di tengah ruangan dengan buku di tangannya. Renjani tak yakin apakah gadis bertubuh mungil dengan pipi tembam itu benar-benar membaca buku karena posisinya tidak berubah dari tadi dan hanya sesekali memeriksa arloji di tangan kirinya.

Renjani beranjak dari duduknya menghampiri gadis itu untuk memberitahu bahwa perpustakaan akan segera tutup. Jika buku yang dibacanya belum selesai maka Renjani akan menyarankan untuk membawanya pulang.

"Permisi maaf Kak, perpustakaan sebentar lagi tutup kalau bukunya memang belum selesai dibaca maka boleh dibawa pulang dengan syarat peminjaman maksimal satu Minggu." Renjani berkata sopan.

"Ah sebenarnya saya nunggu Mbak selesai, saya mau bicara." Gadis itu meletakkan buku anak-anak yang dari tadi hanya dibalik-balik tanpa ia baca. "Sebelumnya perkenalkan saya Yana, asisten pribadi Mas Kelana." Ia mengulurkan tangan dan melihat nametag pada dada wanita penjaga perpustakaan itu, Renjani. Ah ternyata namanya Renjani, nama yang unik seperti nama gunung—Rinjani.

Meski sedikit bingung Renjani menjabat tangan gadis bernama Yana itu, ia tak mengerti mengapa asisten Kelana datang kesini. Apakah mereka akan meminta pertanggungjawaban Renjani karena telah menyebabkan kekacauan ini khususnya bagi Kelana. Walaupun hari ini Renjani merasakan imbasnya juga karena beberapa orang menyadari bahwa wanita yang ada di foto itu adalah dirinya. Namun Renjani tak terlalu ambil pusing setelah semalaman ia tidak bisa tidur karena memikirkan komentar netizen di Instagram Kelana. Renjani tidak mau menyiksa dirinya sendiri padahal itu terjadi karena ketidaksengajaan.

"Kalau gitu gimana kalau kita ngobrol di luar aja, saya tutup perpustakaan dulu."

"Oke." Yana tersenyum lalu beranjak mengembalikan buku anak-anak ke tempat semula dan keluar dari perpustakaan sementara Renjani menutup bangunan penuh buku tersebut. Yana senang karena ia tak perlu memaksa Renjani agar mau mengobrol dengannya. Sepertinya Renjani tipe gadis baik dan sangat biasa-biasa saja.

"Kita ngobrol di Coffee Shop depan ya biar lebih enak." Yana menunjuk sebuah tempat ngopi tak jauh dari sini ketika Renjani selesai menutup perpustakaan.

Mereka memesan espresso dan croffle yang sedang populer akhir-akhir ini, dua menu itu akan menemani mereka selama mengobrol. Renjani tak tahu apa yang akan Yana bicarakan tapi meminum espresso pasti akan membuatnya lebih siap menerima kenyataan yang lebih pahit dari segelas espresso. Itu hanya perasaan Renjani bahwa Yana tak akan datang dengan membawa kabar baik.

"Sebelumnya saya minta maaf karena berita yang telanjur tersebar di internet telah membuat Mbak Renjani tidak nyaman, kami sedang berusaha menghapus semua artikel tentang Mbak dan Mas Kelana tapi tetap saja itu tidak akan menghasilkan perubahan yang berarti." Yana mulai bicara, meski usianya masih muda tapi ia sudah terbiasa menghadapi masalah seperti ini, ia sudah seperti juru bicara Kelana yang begitu pendiam.

"Harusnya saya yang minta maaf, mungkin kamu sudah tahu dari Kelana bahwa ini adalah kejadian yang tidak disengaja tapi ternyata bisa seheboh ini."

"Mas Kelana sedang menyiapkan konsernya yang akan diadakan sebentar lagi jadi dia harus fokus pada hal tersebut."

"Saya mengerti." Renjani mengangguk, ia telah memikirkan hal tersebut dari kemarin. "Itu sebabnya sampaikan permintaan maaf saya pada Kelana."

"Kami masih memikirkan cara untuk meredakan berita ini, semoga Mbak Renjani bisa sabar."

"Tentu saja." Renjani menyesap espresso miliknya. Meski hari ini banyak pengunjung yang melihat dengan pandangan aneh pada Renjani tapi ia tak terlalu memusingkan hal itu, tak ada reputasi yang harus dijaganya tidak seperti Kelana.

"Saya boleh minta nomor telepon Mbak Renjani supaya saya lebih mudah mengbubungi Mbak jika sewaktu-watu ada hal yang harus kita bahas." Yana menyodorkan ponselnya pada Renjani.

"Boleh." Renjani menekan beberapa angka pada layar ponsel Yana yang merupakan nomor telepon miliknya.

"Kalau gitu saya permisi, terimakasih untuk waktunya Mbak." Yana beranjak menuju kasir untuk membayar kopi mereka. Ia melambaikan tangan pada Renjani yang masih duduk di kursinya. Tugas Yana hari ini selesai meski ada banyak tugas yang menunggunya dihari berikutnya.

Terpopuler

Comments

bunda Thalita

bunda Thalita

penulisannya rapih. enak dibaca nya

2023-11-08

1

Intan Reni Agustina

Intan Reni Agustina

bagus gini koq sepi ya

2023-03-24

1

lihat semua

Download

Suka karya ini? Unduh App, riwayat baca tak akan hilang
Download

Bonus

Pengguna baru dapat mengunduh App untuk membuka 10 bab secara gratis

Ambil
NovelToon
Novel sejumlah besar sedang menunggu Anda baca! Juga ada komik, buku audio, dan konten lain untuk dipilih~
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!