IX

Mobil Kelana berhenti di depan sebuah rumah dua lantai bernuansa klasik milik papanya. Seorang satpam membukakan gerbang setelah Kelana membunyikan klakson dua kali. Kelana lupa kapan terakhir kali ini berkunjung kesini, beberapa kali Wira meminta Kelana datang untuk makan malam bersama tapi Kelana tidak pernah datang. Sebab rumah ini hanya akan mengingatkan Kelana kepada mendiang mamanya. Semua kenangan Kelana dengan mamanya terjadi di rumah ini.

Malam ini akhirnya Kelana memenuhi undangan papanya karena ia harus mengenalkan Renjani pada papa dan mama tirinya.

"Gimana penampilan ku?" Renjani tak biasa meminta pendapat orang lain mengenai penampilannya tapi ia harus melakukannya kali ini sebelum menemui orangtua Kelana. Renjani tidak mau memberikan kesan buruk dihari pertama ia memperkenalkan diri.

"Everything okay, jangan berlebihan, kita hanya akan makan malam dengan orangtuaku lalu pulang."

Renjani mengerucutkan bibirnya, ia merapikan rambutnya yang tidak berantakan karena masih tidak percaya diri padahal Yana bilang penampilannya sempurna malam ini. Itu berkat Yana yang memilih dress dan high heels cantik untuk Renjani sekaligus merias wajahnya.

"Selamat malam Mas, Bapak dan Ibu sudah menunggu di ruang makan." Seorang ART menyambut kedatangan Kelana dan Renjani di depan pintu.

Renjani melirik ke sekitarnya, ia melihat bingkai foto berukuran besar di salah satu sisi dinding ruang tamu. Namun tidak ada Kelana di foto itu, hanya ada satu perempuan yang terlihat masih berusia belasan tahun.

Tanpa menyahut Kelana langsung melangkah ke ruang makan bersama Renjani yang terus mengekor di belakang seperti anak ayam mengikuti induknya.

Benar saja di ruang makan, Wira, Ratih dan Valia telah menunggu kedatangan Kelana bersama Renjani.

"Akhirnya kalian datang." Ratih beranjak dari duduknya menyapa Kelana dan Renjani dengan senyum yang dibuat-buat.

"Selamat malam Tante, Om." Renjani menyapa mereka dengan ramah, ia memang ahli soal itu karena terbiasa menyambut pengunjung yang datang ke perpustakaan. "Dan Valia." Ia melihat gadis remaja yang tadinya duduk memunggungi mereka.

"Ayo duduk." Ajak Wira.

"Semoga makanan ini cocok dengan selera mu Renjani." Ujar Ratih.

Renjani menarik kursi lalu duduk begitupun dengan Kelana yang masih setia memasang wajah datarnya. Renjani melihat semua makanan yang tersaji di atas meja. Bagaimana mungkin itu tidak sesuai seleranya jika ia terbiasa makan nasi padang pinggir jalan yang baginya adalah makanan paling enak sedunia. Namun setelah melihat semua makanan itu sekarang, Renjani harus sedikit meninggikan seleranya.

"Kami lupa menanyakannya, apakah kamu punya alergi terhadap makanan tertentu?"

"Tidak Tante." Renjani menggeleng samar, sebagai manusia sejati ia bisa memakan segalanya atau omnivora.

"Syukurlah kalau begitu, selamat menikmati."

Renjani melihat Kelana sebelum ia mulai makan, ia menerima semangkuk saus jamur yang Kelana berikan padanya. Wira dan Ratih memakan Creamy Garlic Mushroom tersebut sementara Valia menuangnya ke atas steak miliknya. Renjani memilih untuk memotong steak yang begitu lembut itu lalu mencelupkannya ke dalam saus jamur. Kenapa ada steak yang begitu lembut? pikir Renjani karena ia tak pernah memakan daging sapi selembut itu.

"Kenapa kalian begitu terburu-buru untuk menikah?" Tanya Wira setelah menyuapkan potongan daging ke mulutnya.

"Lebih cepat lebih baik." Jawab Kelana tanpa melihat papanya seolah sedang fokus pada makanannya padahal ia sama sekali tidak selera makan.

"Apa Renjani hamil?" Tanya Ratih seraya menatap Renjani dengan dramatis yang sontak membuat Renjani terbatuk-batuk.

Gimana bisa hamil? Kenal aja baru delapan hari yang lalu. Ada-ada aja nih mama Kelana.

"Hah benar-benar hamil?" Ratih menutup mulutnya yang menganga dengan satu tangan, ia hanya asal tebak tapi melihat reaksi Renjani sepertinya ucapannya tidak salah.

"Minum Re." Kelana menyodorkan segelas air pada Renjani dan mengusap tengkuk gadis itu perlahan. "Mana mungkin, dia sedang datang bulan."

Renjani mendelik mendengar ucapan Kelana, "kok kamu tahu?" Lirihnya di sela batuk tersebut setelah meneguk air hingga tersisa setengah gelas.

Kelana berdeham menelan salivanya lalu menurunkan tangannya dari tengkuk Renjani. Ia tak sengaja mendengar percakapan Renjani dan Yana tadi. Renjani bilang ia tidak ingin memakai dress yang berwarna terang karena sedang datang bulan, berjaga-jaga jika nodanya tembus maka tidak akan begitu terlihat.

Wira menahan senyum melihat kepolosan mereka, ia sendiri percaya bahwa Kelana tidak mungkin berbuat sejauh itu kepada pacarnya.

"Untuk konser Kak Lana, aku dapat tiket eksklusif kan?" Valia yang dari tadi diam akhirnya bersuara.

"Tidak, kau harus membelinya sendiri." Balas Kelana dingin—sedingin puncak Bogor.

"Kenapa begitu pada adikmu sendiri?" Desis Wira.

Kelana hanya melempar tatapan tajam pada Wira, ia tidak suka ketika papanya mengatakan bahwa Valia itu adalah adiknya. Dari awal ia tidak menerima kehadiran Ratih dan Valia di keluarga mereka. Bagi Kelana tak ada yang bisa menggantikan posisi mamanya di keluarga itu.

*****

"Cepet banget pulangnya." Ujar Renjani ketika ia sudah berada di dalam mobil Kelana bersiap untuk meninggalkan rumah orangtua Kelana tersebut. Ia bahkan belum menghabiskan asparagus panggang yang menjadi pendamping steak tadi. "Kamu nggak betah di rumahmu sendiri?"

"Kamu masih ingin makan steak seperti itu lagi?" Kelana melirik Renjani.

Duduk 10 menit di ruang makan itu membuat Kelana merasa seperti berada di sauna tapi bukan tubuhnya yang panas melainkan hatinya. Kelana tak bisa menahan diri untuk berada disana lebih lama. Apalagi Ratih terus mengoceh memberi banyak pertanyaan seolah peduli pada pernikahan Kelana dan Renjani. Kelana muak, jika tak ada Renjani ia akan melempar piring ke muka Ratih yang bersikap sok manis di depan papanya. Sepertinya Ratih harus menjadi aktris karena bakat aktingnya cukup bagus.

Renjani menggeleng padahal sebenarnya ia ingin sekali makan steak wagyu itu lagi tapi ia harus jaga image. Belum jadi istri tidak boleh terlihat rakus, begitu pikir Renjani. Lagi pula Kelana terlihat tidak nyaman berada disana jadi Renjani pikir pulang cepat adalah solusi terbaik.

"Besok Yana akan menjemputmu untuk fitting baju." Kelana menjalankan mobilnya keluar dari halaman rumah orangtuanya yang luas.

"Kamu?" Bukankah mereka berdua yang hendak menikah bukan hanya Renjani.

"Tidak perlu, lagi pula pakaian wanita kan ribet jadi kau harus menyiapkannya lebih awal." Setidaknya itu yang Yana ucapkan kemarin pada Kelana. Yana memang asisten terbaik karena mampu mengurus segala hal tentang Kelana termasuk pernikahannya. Apakah Kelana harus menaikkan gajinya setelah ini.

"Papa mu tinggal dimana?" Tanya Kelana.

"Di Jakarta, aku akan menghubunginya setelah cukup siap."

"Hubungan kalian nggak terlalu baik?"

"Ya gitu deh." Renjani mengedikkan bahu, sejak sering mendengar pertengkaran orangtuanya dulu yang berujung pada perceraian ia memang menarik diri dari mereka. Renjani tak mengerti apa yang membuat mereka menjadi seperti itu yang ia tahu adalah mereka tak pernah memikirkan perasaanya. Mereka tidak bertanya bagaimana pendapat Renjani jika mereka bercerai. Mereka bersikap seolah-olah tak ada Renjani di keluarga itu.

"Kamu mungkin nggak tahu gimana rasanya hidup di keluarga broken home karena keluarga kamu utuh."

Kelana spontan menginjak rem membuat mereka terdorong ke depan ketika ia mendengar kalimat Renjani, kalimat yang terasa mengiris ke dalam hati hingga berdarah.

Renjani terkejut melihat ke arah Kelana, "kamu mau kita mati?" Omelnya.

Kelana kembali menginjak gas menjalankan mobilnya dengan kecepatan tinggi di antara kendaraan lain malam itu. Kelana heran,  apakah Renjani begitu bodoh hingga tidak sadar bahwa Ratih bukanlah ibu kandungnya. Atau Renjani berpikir jika Valia juga adik kandung Kelana.

Renjani berpegangan erat pada seatbelt dan memejamkan mata, ia tak berani bicara apapun pada Kelana. Ia tak mengerti mengapa Kelana tiba-tiba seperti ini, apakah ada yang salah dengan kalimatnya? ah Renjani tidak mau mati dulu.

"Kamu marah?" Tanya Renjani setelah turun dari mobil Kelana sesampainya mereka di depan gang.

Kelana mengabaikan pertanyaan Renjani, ia memutar mobilnya dengan cepat meninggalkan gadis itu di depan gang. Renjani tak berhak menghakimi orang yang keluarganya terlihat lengkap, Kelana tidak bisa menerimanya.

Renjani terpaku di tempatnya hingga mobil Kelana tidak terlihat meninggalkan aroma lavender dan jahe disana.

"Kenapa dia?" Renjani melangkah menyeberang jalan melewati gang menuju tempat kosnya. Sinar rembulan menjadi penerang bagi Renjani malam itu seolah memberi semangat pada keadaannya saat ini.

******

"Bagaimana acara makan malam nya?" Yana menyambut kedatangan Kelana di depan pintu.

Kelana acuh melewati Yana begitu saja, ia sedang tidak ingin bicara apapun.

Yana mengekori Kelana berpikir bahwa pria itu akan menjawab pertanyaannya tapi ia salah besar, Kelana bergeming meski Yana telah mengikutinya hingga depan pintu.

Yana spontan menghentikan langkahnya ketika Kelana menutup pintu kamar dengan keras seolah tidak mau diganggu oleh siapapun. Yana menaikkan alis, tentu saja makan malam keluarga tak akan pernah membuat Kelana senang. Namun tadinya Yana berpikir kehadiran Renjani bisa memberikan warna baru di keluarga itu. Namun ternyata warna itu tidak bisa mendominasi.

"Aneh banget." Gumam Yana, ia lupa kapan terakhir kali Kelana mengunjungi rumah orangtuanya, apakah itu satu dua atau tiga tahun yang lalu. Yana tidak ingat persis tapi saat itu raut wajah Kelana juga tidak enak, tapi kali ini lebih parah. Mulut Kelana terkunci rapat enggan terbuka sedikitpun.

"Semoga Mbak Renjani nggak berubah pikiran." Yana menghempaskan tubuhnya ke sofa, ia ikut pusing jika sampai Renjani berubah pikiran tidak mau menikah dengan Kelana. Yana sudah telanjur suka pada Renjani karena benar kata Kelana, Renjani terlihat polos dan tidak macam-macam. Perasaan Yana mengatakan bahwa Kelana tak akan salah pilih. Mungkin takdir memang menyatukan mereka seperti itu, dengan jalan yang tidak terduga dan terdengar sedikit aneh.

Apakah ini bisa disebut sebagai married by accident? Yana bertanya-tanya, pertanyaan yang tak akan dijawab oleh siapapun kecuali dirinya sendiri.

Terpopuler

Comments

bunda Thalita

bunda Thalita

polos amat sih si renjani udh tau si kelana jengah bgt disana apa Dy gak curiga ya

2023-11-08

0

mbokekiting

mbokekiting

ditunggu kelanjutannya kak...

2022-02-06

1

lihat semua

Download

Suka karya ini? Unduh App, riwayat baca tak akan hilang
Download

Bonus

Pengguna baru dapat mengunduh App untuk membuka 10 bab secara gratis

Ambil
NovelToon
Novel sejumlah besar sedang menunggu Anda baca! Juga ada komik, buku audio, dan konten lain untuk dipilih~
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!