"Apa lu diajak nikah sama Kelana, nggak salah dia milih elu?"
"Pelan-pelan ngomongnya." Renjani menyentuh punggung tangan Jesi yang kelepasan bicara terlalu kencang ketika ia memberitahu bahwa Kelana mengajaknya menikah. Suara Jesi mengalihkan perhatian orang-orang yang tengah makan siang di kantin rumah sakit. Renjani melihat mereka dan tersenyum hambar meminta maaf karena telah mengganggu dengan suara kencang Jesi.
"Kenapa dia tiba-tiba ngajak lu nikah, kalian kenal juga enggak." Jesi merendahkan suaranya.
Renjani menarik napas dalam lalu membuangnya perlahan sebelum mulai bercerita. Jesi sampai lupa pada mie ayam di hadapannya demi mendengarkan cerita Renjani, ia tidak mau melewatkannya sedikitpun. Seorang Kelana Radiaksa mengajak Asmara Renjani si cewek biasa untuk menikah dengannya. Mengapa bukan Jesi yang berada di posisi Renjani, ia juga ingin menikah dengan cowok populer seperti Kelana.
Selama bercerita ekspresi Jesi hanya melongo lalu melotot lalu mengerutkan kening seolah apa yang Renjani katakan adalah omong kosong belaka. Namun Jesi tahu kalau Renjani tidak sedang berbohong karena hidungnya tidak kembang kempis.
"Jadi gitu, gue minta waktu 24 jam buat ngasih jawaban."
Jesi kembali melotot, "kenapa nggak langsung lu iyain aja, jual mahal amat lu Re."
"Eh lu pikir sahabat lu ini cewek apaan yang langsung iya-iya aja waktu diajak cowok asing nikah."
Jesi nyengir, iya juga sih. Sebagai perempuan mereka tidak boleh diremehkan dan harus menjunjung tinggi harga diri.
"Jadi dia mau ngasih lu fasilitas buat bikin perusahaan penerbit sendiri?" Jesi akhirnya melahap mie yang sudah mengembang tersebut.
"Iya." Renjani mengangguk, ia mengaduk-aduk es teh dan meminumnya sedikit. "Tapi ngomong-ngomong kok Kelana bisa tahu ya kalau gue pengen bikin perusahaan penerbit padahal gue nggak cerita ke siapapun kecuali lu." Ia menyipitkan matanya menatap Jesi penuh selidik.
Jesi nyengir, ekspresinya seperti anak kucing yang baru ketahuan berbuat salah. Namun anak kucing yang ini membuat Renjani ingin menendangnya hingga ke ujung dunia yang berarti itu tidak mungkin karena dunia tak berujung.
"Tadi pagi ada cewek imut yang datang ke rumah terus nanya-nanya gitu, jadi gue jawab aja karena bilang dia itu asistennya Kelana, harusnya lu berterimakasih karena gue ikut andil dalam meraih mimpi-mimpi lu itu."
Renjani memutar bola mata, mungkin kalau ada juragan kaya meski tua renta yang ingin menikahinya, Jesi akan mendukungnya dengan senang hati.
"Tapi sebenernya dia gay nggak sih?" Jesi memajukan wajahnya berbisik saat bertanya hal itu. Bisa saja pernikahan ini juga untuk menutupi kabar tersebut. Tentu Kelana tidak rugi jika memberi fasilitas kepada Renjani untuk membuat perusahaan penerbit karena ia juga mendapat keuntungan yang setimpal.
"Nggak tahu gue." Renjani mengedikkan bahu, baru hari ini ia bicara dengan Kelana jadi ia tidak tahu apakah gosip yang mengatakan Kelana gay itu benar atau tidak.
"Tante Lasti pasti seneng denger kabar ini, lu bakal terbebas dari ocehan dia yang nyuruh lu nikah terus."
Renjani menghela napas berat, meski Kelana berkata bahwa pernikahan ini tak akan mengikatnya tapi tetap saja ia akan menyandang status sebagai istri Kelana. Pasti sedikit banyak akan berpengaruh pada kehidupan Renjani. Pasti semuanya tak akan berjalan sama lagi seperti sekarang.
"Tadi gue pikir lu beruntung bisa nikah sama Kelana yang terkenal tapi sekarang gue merasa justru Kelana yang beruntung karena dengan adanya gosip ini, namanya jadi dibicarakan dimana-mana terus sebentar lagi dia bakal bikin pernyataan kalau kalian pacaran dan akan segera menikah, dengan begitu konser dia pasti bakal sukses besar sekaligus mematahkan teori orang-orang yang bilang kalau dia gay." Jesi menyangga dagunya dengan dua tangan, ekspresinya serius ketika mengucapkan rentetan kalimat tersebut seperti seorang detektif yang menemukan petunjuk baru pada sebuah kasus.
Renjani terdiam, benar juga apa yang Jesi ucapkan. Ia juga merasa pernikahan ini sangat tidak masuk akal karena mereka hanya ditemukan seolah berciuman di perpustakaan. Namun apa boleh buat, Renjani tak ingin melewatkan kesempatan untuk memulai pekerjaan yang ia inginkan selama ini yakni membuka perusahaan penerbit. Jika bukan Kelana, Renjani tak akan pernah bisa memulainya meski ia telah bekerja bertahun-tahun karena gajinya habis hanya untuk biaya hidup dan nabung sedikit yang tentu tidak akan cukup untuk membuat perusahaan.
Poin plus nya adalah jika Kelana memang benar gay maka Renjani tak perlu melakukan kewajibannya sebagai istri. Meski selama ini ia diam-diam memperhatikan Kelana saat membaca buku tapi ia tak pernah berpikir untuk menikahi pria itu. Dan jika sekarang itu terjadi Renjani tak akan menuntut apapun layaknya pasangan pada umumnya. Seperti kata Kelana pernikahan itu tak akan membuat mereka terikat.
"Lu bakal terima kan?" Pertanyaan Jesi membuat Renjani tersadar dari lamunannya.
"Menurut lu gimana?"
"Lah kan elu yang mau nikah kenapa nanya gue?" Jesi kembali menyeruput mie yang sudah terlihat tidak enak. "Kalau ketemu secara langsung sih, dia ganteng kayak di tv nggak?"
Renjani mengangguk, ia membayangkan kembali sosok Kelana saat mereka bertemu tadi. Bahkan Kelana jauh lebih tampan ketika dilihat secara langsung.
"Bahkan lebih ganteng." Jika tidak ganteng, ia tak akan diam-diam memperhatikan Kelana selama ini karena meski menutupi wajahnya dengan masker ia bisa melihat ketampanan Kelana. Apalagi tulang hidungnya yang tinggi dengan sorot mata tajam.
"Menurut gue ya terima aja, nggak ada ruginya kan lagi pula lu nggak punya pacar, dia ganteng, tajir dan terkenal."
Renjani kembali menghela napas berat, ia terdengar menyedihkan karena kalimat Jesi barusan. Sejak putus dari Arya, Renjani memang tidak pernah punya pacar lagi. Sebutlah Renjani gagal move-on, ya benar ia memang tidak bisa melupakan Arya padahal pria itu telah berselingkuh darinya. Renjani bukan orang yang mudah jatuh cinta sedangkan Arya adalah cinta sekaligus pacar pertamanya. Orang bilang cinta pertama tak akan bisa dilupakan dan Renjani telah membuktikan bahwa teori itu terjadi padanya.
Jika berita tentang Renjani menikah dengan Kelana tersebar, apakah itu akan membuat Arya menyesal telah selingkuh. Tentu tidak, karena Renjani tahu wanita selingkuhan Arya bukan orang sembarangan. Wanita itu adalah orang Rusia yang memiliki wajah rupawan, alis tebal, hidung mancung dan bibir sexy beda jauh dengan Renjani yang memiliki hidung minimalis. Ah sudahlah kenapa Renjani jadi self body shamming begini.
"Sudah lah Asmara Renjani jangan galau, mau diajak nikah kok mukanya kayak orang ditagih hutang." Jesi mengibaskan tangannya, ia telah menghabiskan mie ayam bengkak itu dengan cepat karena waktu istirahatnya hampir habis. "Balik sana, gue mau kerja lagi."
"Makasih ya udah dengerin curhatan gue siang ini."
"Eh nggak gratis lho, bayarin mie sama minuman gue, bye!" Jesi melambaikan tangan meninggalkan Renjani yang mendelik ke arahnya hendak melayangkan protes tapi ia buru-buru menghilang dari pandangan Renjani demi semangkok mie bengkak gratis.
Renjani berdecak kesal tapi ia beranjak menghampiri penjual mie di kantin rumah sakit untuk membayar mie ayam Jesi dan dua gelas es teh.
******
Suara bising mixer di dapur berpadu dengan alunan cepat violin dari dalam studio musik Kelana. Yana sedang membuat kue bolu pandan pagi ini karena jadwal Kelana sedang kosong, bukan karena benar-benar kosong tapi Kelana membatalkan semua jadwalnya akibat wartawan yang terus berada di depan apartemen. Jadi untuk mengisi waktu, Yana membuat kue itu. Namun akibatnya apartemen Kelana sangat bising apalagi pria itu sedang memainkan violin dengan tempo cepat menggambarkan emosinya saat ini.
Kelana menunggu jawaban Renjani dengan gelisah sehingga untuk mengobatinya ia bermain violin sejak satu jam yang lalu. Kalau beruntung Kelana bisa mendapatkan inspirasi dan menghasilkan satu lagu baru. Inspirasi bisa datang kapan saja termasuk saat Kelana sedang gusar seperti sekarang.
Sesekali Kelana melihat ke arah ponselnya berharap Renjani menelponnya, ini sudah lebih dari 24 jam sejak pertemuan mereka. Namun Renjani tidak segera memberi jawaban dan membiarkan Kelana gelisah seorang diri.
Layar ponsel Kelana menyala membuat si pemilik meletakkan violin di tangannya dengan buru-buru.
"Arrgghh!" Kelana menjerit karena violin itu terjatuh mengenai kakinya akibat terlalu buru-buru. Kelana mengumpat merasakan ibu jari kakinya berdenyut-denyut tapi dengan gerakan cepat ia menjawab telepon dari Renjani sambil memegangi kakinya.
"Halo." Kelana berusaha membuat suaranya sedatar mungkin padahal matanya telah berair menahan sakit.
"Maaf aku sedikit telat telepon kamu."
"Sedikit? ini sudah beberapa jam." Kelana menaikkan alisnya, enak saja bilang sedikit. Renjani tak tahu betapa Kelana merasa gelisah dari tadi hanya untuk menunggu jawaban wanita itu ditambah violin yang mengenai kakinya, itu benar-benar membuat Kelana kesal.
"Iya makanya aku minta maaf." Suara Renjani terdengar menyesal tapi Kelana tidak mau tersentuh dengan hal itu.
"Apa jawabanmu?" Tanya Kelana tidak sabar.
"Iya."
"Iya?" Tanya Kelana sekali lagi, bukan karena ia tidak mendengar ucapan Renjani, ia hanya ingin memastikannya.
"Iya."
"Kalau begitu aku akan menjadwalkan jumpa pers dalam waktu dekat ini, persiapkan dirimu."
"Oke."
Kelana memutus sambungan karena tidak tahan dengan ibu jarinya yang semakin berdenyut. Ia meringis kesakitan melihat kondisi ibu jarinya yang membiru dan sedikit berdarah.
Kelana berjalan tertatih keluar kamar untuk mencari kotak P3K. Ia hendak bertanya pada Yana tapi gadis itu terlihat sibuk mengaduk adonan dengan mixer. Percuma Kelana memanggilnya, Yana tidak akan dengar.
"Ternyata sesuatu yang aku sukai bisa menyakitiku." Gumam Kelana, ia menemukan kotak P3K di bawah telivisi. Ia mengambil cairan antiseptik dan obat merah untuk mengobati kakinya.
"Mas kenapa?"
Kelana terkejut karena Yana tiba-tiba muncul di hadapannya padahal baru beberapa menit yang lalu ia melihat Yana sibuk di dapur.
"Violin ku jatuh kena kaki." Kelana membereskan kembali obat merah ke dalam kotak setelah selesai mengobati kakinya.
"Kok bisa?" Yana mengerutkan kening, Kelana bukan tipe orang yang ceroboh sampai menjatuhkan violin seperti itu.
"Kamu sudah selesai bikin kue?" Tanya Kelana tanpa menjawab pertanyaan Yana, ia tidak mau ditertawakan Yana karena violin itu jatuh akibat dirinya buru-buru hendak mengangkat telepon dari Renjani.
"Belum, barusan saya lihat Mas Lana ke dapur jadi saya pikir Mas butuh sesuatu."
"Sudah selesai, lanjutin bikin kuenya." Kelana mengibaskan tangan meminta Yana kembali ke dapur.
"Mbak Renjani udah kasih jawaban?"
"Sudah."
"Apa jawabannya?"
"Dia mau."
"Oh ya?" Yana membelalak bahkan tak terasa ia melompat saking senangnya padahal bukan dirinya yang hendak menikah. Namun selama ini Yana tahu kalau Kelana kesepian, jika sebentar lagi menikah maka Kelana tak akan merasa kesepian lagi. Akan ada seseorang yang menyinari hati gelap Kelana. Meskipun mereka menikah bukan karena cinta tapi Yana berharap waktu akan membuat perasaan mereka berubah.
"Berarti Mbak Renjani akan tinggal disini juga?" Yana sumringah membayangkan ada wanita lain disini karena selama ini mereka hanya berdua di apartemen yang luas ini.
"Tentu saja." Kelana beranjak untuk mengembalikan kotak P3K ke tempat semula.
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 103 Episodes
Comments
bunda Thalita
suka cerita nya menarik
2023-11-08
1
Rusni Junus
bagus ceritanya
2022-09-23
0
Yeni Selfian
keren thor ceritanya lanjutkan....berharap kelana bucin abisss pada renjani 😂😂😂😂
2022-02-05
2