Daisy Boutique adalah surganya gaun pengantin dan pakaian pesta dengan berbagai macam model, warna dan bahan yang digunakan. Butik tersebut sudah terkenal di kalangan artis. Mereka mempercayakan pakaian yang akan digunakan untuk acara penting termasuk pernikahan pada butik tersebut.
Disinilah Renjani berdiri, di tengah-tengah deretan gaun pengantin berwarna putih yang terpasang pada manekin. Ia tak bisa menahan diri untuk tidak terpana pada koleksi gaun Daisy Boutique, mereka semua terlihat mewah dan—mahal tentu saja. Renjani pikir hanya berlian atau emas yang bisa berkilau tapi baju pengantin juga tak kalah menyilaukan.
Berbagai model gaun pengantin terpajang di ruang utama butik tersebut. Mulai dari gaun dengan potongan A line yang simpel, ball gown, hingga gaun ruffle yang penuh dengan aksen payet di seluruh permukaannya.
"Tolong rekomendasikan gaun yang cocok untuknya." Pinta Yana pada salah satu pelayan butik karena ia melihat Renjani bingung. Jujur saja ia juga bingung karena biasa mengurus fashion Kelana sehingga ketika diminta untuk memilih gaun pengantin untuk wanita ia jadi pusing sendiri apalagi ia juga belum pernah menikah.
Tadi pagi saat Yana bertanya soal gaun pengantin yang ia inginkan untuk Renjani, Kelana hanya menjawab pilihkan baju apapun yang penting dia tidak telanjang di hari pernikahan kami. Yana rasanya ingin menerkam Kelana saat mengatakan hal itu jika saja pria itu bukan orang yang telah menampungnya selama 5 tahun ini sekaligus memberinya gaji. Yana menduga Kelana masih kesal dengan makan malam itu. Yana tidak berani bertanya mengapa Kelana terlihat sangat marah sepulang dari rumah papanya.
"Kami mau gaunnya simpel tidak banyak aksen payet tapi tetap terlihat cantik dan karena tubuhnya mungil maka rekomendasikan gaun supaya dia terlihat lebih tinggi."
Renjani kagum pada Yana karena meski lebih muda darinya tapi Yana memiliki pengetahuan yang luas. Jika Renjani sendirian disini menghabiskan waktu seharian pun ia tak akan mendapat gaun pengantin yang bagus. Selain itu Renjani belum sempat bermimpi gaun seperti apa yang ingin dikenakannya saat menikah nanti atau konsep pesta pernikahan seperti apa yang ia inginkan, Renjani belum sempat membayangkan hal seperti itu. Maka beruntunglah kalian yang memliki wedding dream karena bisa menentukan acara pernikahan seperti apa yang akan kalian lakukan di masa depan. Sedangkan Renjani tak memiliki waktu lagi untuk bermimpi sebab kenyataan telah berada di depan mata.
salah satu pelayan butik mempersilakan mereka menuju salah satu ruangan dimana lebih tertutup tapi gaun pengantin yang terpajang tak kalah banyak dengan ruang utama.
"Kami punya koleksi gaun yang sepertinya cocok untuk Mbak Rere." Ia menunjuk satu gaun A line dengan aksen brokat di bagian dada.
"Bagus ya Mbak." Yana terpana melihat gaun tersebut karena sesuai dengan yang ia bayangkan.
"Saya bantu mencobanya kalau Mbak suka."
Pelayan toko itu membawa Renjani menuju ruang ganti dibantu dengan dua orang lain yang membawa gaun tersebut.
Yana duduk di sofa menunggu Renjani selesai mencoba gaun tersebut sambil melihat tabletnya memeriksa pekerjaan yang belum ia selesaikan. Kelana sedang menyiapkan lagu yang akan dimainkan untuk pertama kalinya saat konser nanti jadi meskipun akan menikah, ia lebih fokus pada persiapan konser tersebut.
Ketika Yana mengangkat wajah, ia melihat Renjani keluar dari ruang ganti. Ia spontan beranjak terkesima dengan Renjani yang mengenakan gaun off shoulder memperlihatkan bahunya yang indah. Gaun itu membuat Renjani terlihat berbeda. Meski tidak ada payet tapi itu tidak mengurangi kecantikannya. Yana sih langsung yes.
"Bagus nggak?" Renjani memutar badannya meminta mendapat Yana mengenai gaun tersebut, ia tak pandai memilih—jangankan gaun—suami saja ia tak bisa memilih tapi Renjani menyukai gaun ini karena tak ada ekor panjang atau payet-payet seperti yang biasa ia lihat di televisi atau media sosial, meski gaun seperti itu cantik tapi Renjani menganggap gaun sederhana seperti ini membuatnya lebih anggun.
"Aku speechless, cantik banget." Yana meletakkan tabletnya di atas sofa dan melangkah menghampiri Renjani. "Mbak punya tulang selangka yang indah, gaun ini memang diciptakan buat Mbak Rere." Puji Yana tulus, ia tak sabar melihat Renjani berdiri di sebelah Kelana setelah akad nanti.
"Yana, nggak ada yang puji aku kayak gini sebelumnya." Renjani merasakan matanya memanas terharu karena pujian Yana. Sepertinya mulut Yana diciptakan hanya untuk mengeluarkan kata-kata baik. Renjani melihat dirinya di depan cermin, gaun itu memang sangat cantik.
"Oh ya?" Yana tidak percaya itu, memang penampilan Renjani sehari-hari terlihat sederhana tapi itu tetap tidak menutupi kecantikannya. "Aku jamin Mas Kelana akan terpesona lihat Mbak Rere pakai baju ini."
Bicara tentang Kelana, Renjani jadi ingat semalam pria itu tiba-tiba marah yang ia sendiri tidak tahu apa penyebabnya. Renjani telah memikirkannya semalaman tapi tetap tidak mengerti mengapa Kelana tiba-tiba seperti itu. Renjani ingin menanyakannya pada Yana tapi ia merasa tidak berhak untuk tahu itu.
"Kita ambil ini atau mau nyoba yang lain?" Tanya Yana, "mereka masih punya banyak koleksi lain."
"Aku suka ini, ambil ini aja." Renjani memutuskan untuk mengambil gaun ini lagi pula mereka tak perlu menanyakan pendapat Kelana kan.
Mereka berpindah ke toko lain setelah mendapatkan satu gaun pengantin yang Renjani suka. Yana juga perlu membeli cincin untuk dua mempelai, ia bukan pihak yang akan menikah tapi dirinya lah yang paling sibuk disini. Yana tumbuh dewasa sebelum waktunya.
"Kita ke Pacific Place ya Pak." Ujar Yana pada supir.
"Baik Mbak Yana." Supir itu mulai menjalankan mobil.
Mereka akan menuju Pacific Place untuk mencari cincin Renjani dan Kelana. Yana telah mengukur jari Kelana tadi pagi meski harus dengan sedikit paksaan karena mood Kelana sedang buruk.
"Nanti Mbak kerja?" Tanya Yana.
"Kerja." Renjani tidak bisa absen karena sebentar lagi ia akan meninggalkan tempat itu setelah menikah dengan Kelana. Ia jadi tidak bisa berkunjung ke perpustakaan setiap hari. Apakah setelah ini Renjani akan lebih sibuk?
"Kenapa Mbak Rere mau menikah dengan Mas Kelana?" Pertanyaan yang selalu ingin Yana tanyakan pada Renjani tapi tidak pernah punya kesempatan.
Renjani menggeleng samar, ia juga tidak tahu pasti. Mungkin pertama karena Kelana bilang akan mewujudkan mimpi Renjani dan kedua ia harus bertanggungjawab terhadap insiden itu. Sampai sekarang Renjani tak menyangka bahwa hanya karena jatuh dari tangga ia harus menikah dengan Kelana. Ah dunia ini benar-benar lucu.
"Karena Kelana terkenal?" Kalimat Renjani tidak terdengar seperti jawaban tapi lebih kepada pertanyaan yang ia ajukan pada dirinya sendiri.
Yana tertawa, ia tak akan menanyakan hal seperti itu lagi pada Renjani karena sepertinya Renjani juga tak tahu pasti alasannya menikah dengan Kelana.
"Eh tapi ngomong-ngomong, emangnya bener ya kalau Kelana itu—" Renjani mendekatkan wajahnya pada telinga Yana, "gay?"
Alis Yana terangkat mendengar pertanyaan itu, selama ini Kelana memang tidak pernah dekat dengan wanita manapun. Namun Yana yakin bahwa Kelana bukan gay, ia hanya belum menemukan seseorang yang bisa memikat hatinya.
"Mbak Rere nilai aja sendiri nanti kalau udah terbiasa hidup sama Mas Lana, tapi kalau menurut pandanganku dia sebenernya normal kok."
Renjani mengangguk pura-pura mengerti padahal itu jawaban yang membuatnya semakin ragu. Namun untuk kembali pun rasanya sudah sangat terlambat. Hanya satu tahun kan?
******
Pa, ayo makan malam di tempat biasa. Rere mau ngomong.
Itu adalah pesan yang Renjani kirimkan kepada papanya 2 jam yang lalu saat ia masih berada di perpustakaan. Sudah setengah jam Renjani duduk di salah satu kursi di restoran Jepang tempat biasa ia dan papanya bertemu. Biasanya mereka akan bertemu setidaknya satu bulan sekali di tempat itu untuk makan malam bersama sekaligus mengobrol tentang kehidupan masing-masing.
Entah berapa kali Renjani mengangkat tangannya untuk melihat arloji yang melingkar di pergelangan tangan kirinya, papa nya memang selalu terlambat tapi tak pernah lebih lama dari 15 menit.
Renjani menyesap Ocha yang hampir habis, perutnya sudah keroncongan tapi ia harus menunggu kedatangan papanya untuk memesan makanan. Beberapa pelayan restoran yang melewati meja Renjani sempat melempar tatapan aneh karena Renjani tidak segera memesan makan.
Renjani menyerah, ia meraih tas di sampingnya dan beranjak dari sana.
"Maaf Papa telat." Seorang pria bertubuh kurus berusia 50 tahunan menghampiri meja Renjani, ia adalah Aji papa Renjani. Ia menyentuh pergelangan tangan Renjani meminta maaf karena datang terlambat malam ini.
Renjani melihat papanya kesal, ia kembali menghempaskan tubuhnya ke kursi dengan keras.
Ah sakit juga nih tulang gue benturan sama kursi kayu. Tahan Re, lu harus stay cool.
"Pesen gih." Aji mengangkat tangannya memanggil pelayan restoran untuk memesan makanan. "Maaf Papa ketiduran."
Tadinya Renjani hendak mengomel tapi melihat wajah lelah papanya, omelan itu ia telan kembali.
"Mbak, mau chicken curry pakai nan ya terus okonomiyaki, chicken katsu sama yakitori, dessert nya es krim mochi." Renjani menyebutkan pesanannya yang membuat Aji menahan senyum karena tahu Renjani sengaja memesan banyak makanan untuk menghukumnya. Biasanya Renjani hanya memesan satu atau dua menu tapi kali ini ia akan membuat meja itu penuh dengan makanan.
"Katanya takut gemuk." Sindir Aji karena Renjani memesan banyak makanan.
Renjani tidak menjawab, ia pura-pura sibuk dengan ponselnya. Ini hanya pertemuan sebulan sekali tapi papanya justru datang terlambat seolah-olah pertemuan itu tidak penting.
"Papa tadi pulang kerja agak sore terus nyuci dan cuci piring bekas makan tadi pagi, eh ternyata Papa ketiduran sampai nggak denger telepon dari kamu, maaf ya."
Renjani melihat rambut ikal papanya yang mulai panjang serta kumis dan jenggot yang tak sempat dicukur, "nikah gih Pa biar ada yang ngurusin nggak kayak gini."
Aji bekerja di salah satu perusahaan percetakan di Jakarta dan membuat kerajinan dari gerabah saat libur lalu menjualnya untuk penghasilan tambahan.
"Kamu mau bicara apa?" Aji mengalihkan pembicaraan selain itu ia juga penasaran apa yang ingin Renjani bicarakan dengannya.
"Aku mau nikah." Ucap Renjani dengan nada datar seraya menatap lurus ke depan padahal sebenarnya ia gugup luar biasa tapi beruntung saat ini ia sedang kesal sehingga lebih berani untuk memberitahu hal itu pada papanya.
"Hm? nikah?" Aji mengerutkan kening karena tidak menduga hal ini sebelumnya, ia pikir Renjani akan memintanya membelikan laptop baru atau tas. Namun menikah? "Kenapa tiba-tiba mau menikah, siapa laki-laki itu, Papa kenal?"
Renjani sudah menduga kalau papanya tidak pernah melihat berita di televisi ataupun internet sehingga sama sekali tidak tahu tentang hal ini.
"Kelana Radiaksa, mungkin Papa tahu?
"Siapa itu namanya nggak asing." Aji berpikir, "kamu mau menikah sama violinist itu, Kelana Radiaksa?"
Renjani mengangguk, meski jarang menonton televisi dan melihat berita di internet tapi ia yakin jika papanya tahu Kelana Radiaksa karena dia adalah violinist yang cukup terkenal.
"Selamat sayang." Aji menggenggam tangan Renjani erat, matanya berkaca-kaca mendengar kabar itu. Ia senang jika akhirnya Renjani memiliki lelaki yang akan selalu berada di sisinya setiap saat.
Renjani sedikit terkejut dengan respon papanya, tidak seperti orang lain yang bertanya mengapa ia tiba-tiba menikah dengan Kelana padahal kenal saja tidak, Aji justru langsung mengatakan selamat tanpa banyak tanya sebelumnya. Renjani berterimakasih karena Aji begitu pengertian, ia meminta sang papa untuk datang ke pernikahan itu sebagai wali nya.
"Papa pasti datang."
"Acaranya dua Minggu lagi, ini akan berlangsung tertutup jadi Papa nggak usah khawatir." Renjani tak ingin papanya merasa terbebani karena ia akan menikah dengan seorang publik figur. Lagi pula itu hanya lah pernikahan tanpa didasari cinta jadi Renjani tak ingin membuat orangtuanya terlalu senang.
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 103 Episodes
Comments
bunda Thalita
papa nya baik dan masih duda tp kenapa mereka berpisah ya
2023-11-08
0