XII

Renjani keluar dari kamar mandi berbalut bathrobe, akhirnya tubuhnya terasa ringan setelah membersihkan diri. Ia melihat Kelana duduk bersandar di atas tempat tidur dengan pandangan lurus ke depan—tepatnya pada layar televisi yang sedang menayangkan salah satu acara berita malam hari.

Kelana menoleh melihat Renjani melangkah ke arah walk in closet dimana ia telah meletakkan koper Renjani disana. Kelana melihat air dari rambut Renjani menetes hingga membasahi lantai kamar. Kelana mengerutkan kening kesal, kenapa Renjani tidak membungkus kepalanya dengan handuk sebelum keluar dari kamar mandi, ia benar-benar tidak suka jika lantai kamarnya basah.

"Stop!" Seru Kelana membuat langkah Renjani otomatis terhenti, "lihat air dari rambutmu itu menetes dan membasahi lantai nya." Kelana menunjuk lantai yang dilewati Renjani mulai dari depan kamar mandi hingga ke depan walk in closet, "jorok sekali."

Renjani mendelik mendengar Kelana mengatainya jorok padahal ia hanya berjalan dengan kaki dan rambut yang basah dimana ia biasa melakukannya di tempat kos.

"Masa begini aja jorok, kalau aku poop disini nih namanya jorok atau aku abis poop nggak cebok baru jorok!" Omel Renjani, lagi pula ia bisa mengelap lantai itu nanti setelah ganti baju.

Kelana tidak terima dengan omelan Renjani turun dari tempat tidur menghampiri gadis itu.

"Aku nggak suka kamu basah-basahin lantai seperti ini, kenapa kamu tidak membungkus kepala mu ini dengan handuk sebelum keluar kamar mandi?" Kelana mengepalkan tangannya geram rasanya ingin meremas Renjani hingga menjadi bagian yang sangat kecil. Bagaimana ia bisa hidup dengan Renjani selama satu tahun sedangkan belum semalam saja ia sudah tidak tahan.

"Kalau ada handuk di kamar mandi aku pasti bakal bungkus nih kepala." Renjani menghentakkan kakinya.

Kelana mendelik, ia melangkah berjingkat masuk ke kamar mandi menghindari bagian lantai basah yang dilewati Renjani barusan. Kelana membuka laci dekat pintu masuk dan mengambil satu handuk disana. Yana biasa menyimpan semua handuk bersih di dalamnya.

Kelana kembali dengan membawa satu handuk dan membalut kepala Renjani, "ini apa?"

Renjani sempat bengong beberapa saat saat Kelana menggosok-gosok rambutnya dengan handuk tersebut, dari jarak sedekat ini Kelana semakin terlihat tampan apalagi dengan baju santai yang justru membuat pria itu mempesona.

"Besok dan seterusnya jangan seperti ini lagi."

Renjani mengerjap menelan salivanya dan mengangguk pelan, ia salah tingkah seolah ketahuan telah memandang Kelana cukup lama padahal Kelana tidak menyadari itu.

Kelana melotot menyadari bahwa tali bathrobe Renjani hampir terlepas sehingga ia bisa melihat dada Renjani yang polos tanpa apapun.

"Ya ampun tali bathrobe kamu hampir lepas." Kelana segera mengencangkan tali itu agar tak ada bagian tubuh Renjani yang terlihat, maksudnya bagian yang bisa saja membuat Kelana terpancing untuk melakukan sesuatu.

"Auh!" Renjani memekik karena Kelana menarik tali itu terlalu kencang hingga membuatnya sesak. Nih orang niat mau bunuh gue apa?

Kelana tidak peduli jika Renjani sesak napas sekalipun, ia membalikkan tubuh Renjani dan mendorongnya masuk ke walk in closet.

Kelana kembali naik ke tempat tidur untuk melanjutkan menonton televisi. Namun ia tidak bisa fokus gara-gara baru saja melihat dada Renjani yang mengintip dari dalam bathrobe. Kelana menggeleng-gelengkan kepalanya kuat berusaha membuang pikiran kotor itu dari otaknya.

"Aku tidur dimana?" Renjani keluar masih dengan rambut lembap.

"Disini." Kelana menepuk bagian kosong di sampingnya, memangnya Renjani mau tidur di lantai? "Kenapa kamu tidak mengeringkan rambut mu?"

"Dimana hair dryer nya?" Renjani kesal, ini baru pertama kali ia tinggal disini tentu saja tidak tahu dimana letak handuk atau hair dryer. "Udah lah nggak usah dikeringin, aku ngantuk banget."

"Nanti bantalnya basah." Kelana heran mengapa ada cewek se-jorok Renjani di dunia ini.

"Ya udah aku alasin pakai handuk yang tadi."

"Terserah." Kelana tidak mau lagi berdebat dengan Renjani dan membiarkan wanita itu tidur di atas handuk yang digunakan untuk mengeringkan rambut barusan.

"Nggak ada guling nih di kasur seluas ini?" Renjani memiringkan tubuhnya menghadap Kelana, ia tidak bisa tidur tanpa guling. Mengapa kasur king size ini tidak memiliki guling atau orang kaya memang tidak pernah menggunakan benda itu?

Kelana tidak menjawab, jika Renjani tidak melihat guling berarti memang tidak ada benda itu disini. Kelana hanya melirik Renjani yang mulai memejamkan mata, sebenarnya ia juga kecapekan tapi tidak mau tidur lebih dulu.

Beberapa kali Renjani mengubah posisi tidurnya mengusik ketenangan Kelana yang sedang menonton televisi. Kelana heran apakah Renjani hanya pura-pura tidur, baru 5 menit wanita itu mengganti posisinya sampai lima kali.

"Kamu kenapa sih?" Akhirnya Kelana tidak tahan dengan Renjani yang terus mengubah posisinya membuat tempat tidur mereka bergoyang.

Renjani membuka mata, "aku nggak bisa tidur tanpa guling." Rengek Renjani, ia benar-benar ngantuk tapi tak bisa terlelap juga karena tak ada sesuatu yang bisa dipeluknya.

Kelana melihat jam dinding yang menunjukkan pukul 11, tidak mungkin ia keluar malam-malam begini hanya untuk membeli guling. Lagi pula Renjani pasti akan terlelap setelah lelah mengubah posisi atau Kelana akan membiarkan Renjani tak bisa tidur semalaman, ia tak peduli.

Kelana meraih remote untuk mematikan lampu ruangan dan menggantinya dengan lampu tidur. Ia juga mematikan televisi karena acara yang ditontonnya telah berakhir.

"Pakai bantal ku." Kelana melempar bantal miliknya pada Renjani untuk dijadikan guling, "besok kita beli guling, malam ini pakai bantal biasa dulu."

Renjani tidak menjawab, ia hanya menarik bantal tersebut dan memeluknya.

Kelana membaringkan tubuhnya meletakkan kepala di atas bantal yang lebih kecil. Ia memberikan bantal itu pada Renjani karena takut jika tidurnya diganggu oleh wanita itu. Kelana hanya cari aman bukan berarti ia perhatian pada Renjani.

"Nama mu kenapa Renjani bukan Rinjani?" Tiba-tiba pertanyaan itu berkelebat di pikiran Kelana, ia menatap langit-langit kamarnya yang berwarna putih dan coklat.

"Itu plesetan dari kata Rinjani." Jawab Renjani dengan suara tidak terlalu jelas karena kantuknya sudah tak bisa ditahan tapi ia masih bisa mendengar suara Kelana.

"Lalu Asmara?"

Renjani membuang napas keras, tidak bisa kah Kelana menanyakan hal itu besok atau lusa atau Minggu depan karena sekarang ia hanya ingin tidur nyenyak di atas kasur king size yang sangat empuk ini.

"Aku tahu kamu belum tidur."

"Ih!" Renjani membuka mata dan melempar bantal pada Kelana, "besok aja kenapa sih nanyanya."

"Ya sudah." Kelana memakai bantal yang Renjani lempar untuk dirinya sendiri.

Hening. 5 menit hingga 10 menit berlalu sampai Kelana mendengar dengkuran halus Renjani yang berarti wanita itu sudah terlelap. Namun Kelana tidak juga bisa tertidur.

Kelana merubah posisinya menghadap Renjani, ia menggoyang-goyang tangannya di depan wajah Renjani untuk memastikan apakah Renjani benar-benar tertidur atau tidak.

"Katanya nggak bisa tidur tanpa guling." Gerutu Kelana.

Tubuh Kelana menegang ketika Renjani tiba-tiba mendekat dan memeluknya. Bahkan tanpa sadar Kelana menahan napas untuk beberapa detik.

"Aku bukan guling mu." Kelana melepas pelukan Renjani dan mendorongnya agar menjauh. Setelah terlepas barulah Kelana bisa mengembuskan napas keras. Ia tak bisa tidur disini malam ini, tak bisa. Kelana turun dari tempat tidur dan keluar kamar dengan membawa satu bantal. Kelana akan tidur di sofa dari pada terjadi sesuatu yang tak diinginkan antara dirinya dan Renjani.

******

Renjani terbangun oleh nada dering ponselnya yang terdengar nyaring ke seluruh kamar. Renjani enggan membuka mata rasanya tidur semalaman tak cukup untuknya, lagi pula hari ini ia hanya akan berada di kamarnya.

Tapi tunggu dulu, sejak kapan kamar gue punya langit-langit yang luas dan bagus begini?

Renjani membuka mata lebar, ia bahkan tak ingat bahwa ini bukan lah kamarnya melainkan kamar Kelana. Renjani meraba badannya sendiri, ah aman pakaiannya masih lengkap. Lalu dimana Kelana?

Renjani mengabaikan ponselnya karena suara telepon itu telah berakhir, ia keluar kamar karena tidak menemukan Kelana.

"Berasa kurang ajar gue yang punya rumah tidur di sofa." Renjani melihat Kelana tidur dengan posisi yang tetap membuatnya terlihat tampan. Renjani masuk ke kamar mengambil selimut karena Kelana terlihat kedinginan. Renjani menyelimuti tubuh Kelana sebatas leher.

Apakah ia juga harus membuat sarapan seperti seorang istri pada umumnya? tapi Renjani tidak tahu seperti apa makanan yang Kelana suka.

Sambil berpikir apa yang akan Renjani masak, ia melangkah menuju kamar mandi untuk cuci muka dan gosok gigi.

"Wah cantik banget pemandangannya." Renjani terkesima melihat puluhan gedung pencakar langit di hadapannya ketika membuka gorden kamar. Kelana berada di tempat yang sangat tinggi jika dibandingkan dengan Renjani. Dari sini Renjani tidak bisa melihat letak tempat kosnya. Meski sekarang Renjani berada disini tapi ia tak akan pernah bisa meraih tempat tinggi ini, ia hanya menumpang disini.

Perhatian Renjani teralih oleh suara dentingan bel apartemen, ia berjalan cepat menuju depan pintu melewati Kelana yang masih tidur. Melalui layar monitor di samping kiri pintu, Renjani melihat seorang wanita dengan rambut digulung rapi ke atas. Sebelum membuka pintu Renjani menoleh pada Kelana, apakah ia perlu minta izin untuk melakukan itu tapi ia tidak tega membangunkan Kelana. Renjani telah membuat Kelana tidur di sofa, ia tidak mau menambah beban Kelana lagi.

"Permisi, saya dari Mey's Laundry mau mengantar pakaian Pak Kelana." Wanita itu membawa sebuah bungkusan berukuran cukup besar dan 3 setelan jas yang juga dibungkus plastik di atas troli.

"Oh iya, terimakasih Mbak." Renjani mundur selangkah membiarkan petugas laundry itu meletakkan bungkusan plastik yang terlihat berat itu di dekat pintu.

"Saya permisi." Ujarnya sopan lalu melangkah menuju pintu unit apartemen di ujung koridor.

Renjani kembali menutup pintu membiarkan pakaian Kelana disitu karena ia tak akan kuat mengangkatnya, apalagi ia baru bangun tidur dan belum makan apapun.

"Kita lihat di kulkas ada apa." Renjani membuka kulkas di dapur, ia terperangah untuk beberapa saat melihat makanan di dalam kulkas yang tertata sangat rapi. Yana benar-benar sempurna karena mengerjakan semuanya dengan baik. Pantas saja Kelana mengomel saat Renjani berjalan dengan rambut basah. Sejak menginjakkan kaki disini Renjani tidak melihat ada sesuatu yang berantakan. Berarti mulai sekarang Renjani harus membiasakan diri hidup rapi dan teratur seperti Kelana. Meski Renjani tahu itu sulit tapi ia akan mencobanya dalam satu tahun ke depan.

Renjani memutuskan untuk memasak bola udang rambutan karena ada banyak udang dan kulit pangsit di freezer. Sebelumnya Renjani telah mencuci beras untuk menanak nya karena yang terpenting dari sarapan adalah nasi.

"Orang kaya makan gorengan nggak ya?" Renjani tertawa karena pertanyaan konyolnya ketika ia membumbui udang yang sudah dicincang halus dengan lada, garam dan penyedap serta sedikit minyak wijen. Kalau tidak makan gorengan pasti tidak ada minyak di dapur ini. Renjani menarik kesimpulan sendiri.

Renjani lanjut memotong kulit pangsit memanjang seperti kwetiaw kemudian membalurkan nya pada udang yang sudah dibentuk bulat.

"Wangi banget." Renjani memejamkan mata menghirup aroma gurih udang yang berenang di dalam minyak panas.

"Apa yang kau masak?"

Spatula di tangan Renjani hampir saja terlepas mendengar suara Kelana, ia berbalik dan melihat Kelana berada di belakangnya melihat ke arah penggorengan.

"Kamu bisa nggak sih nggak ngagetin orang, lama-lama mati jantungan aku." Bukannya menjawab pertanyaan Kelana, Renjani justru mengomel.

"Aromanya seperti udang." Kelana masih mengamati sesuatu seperti bola di atas penggorengan mengabaikan omelan Renjani.

"Iya udang, kamu makan gorengan kan?"

"Aku makan apapun." Kelana berpindah ke samping Renjani demi melihat lebih jelas udang goreng itu.

"Cuci muka dulu gih, ini hampir matang."

Tanpa disuruh dua kali Kelana bergegas meninggalkan dapur untuk cuci muka.

Mereka sarapan bersama setelah Renjani selesai memasak udang rambutan dan sup bayam. Demi membuat sarapan 4 sehat Renjani juga membuat smoothies buah naga, ia menggunakan buah yang paling banyak ada di kulkas.

"Enak nggak?" Renjani meminta pendapat Kelana sebelum mulai makan.

"Aku nggak nyangka kamu cukup mahir memasak." Kelana pikir Renjani hanyalah gadis biasa yang suka bekerja dan selalu membeli makan di luar. Namun masakan Renjani enak juga, Kelana sekarang memiliki dua orang yang akan memasak makanan enak untuknya yakni Yana dan Renjani.

Renjani memegang pipinya yang memanas saat mendapat pujian Kelana.

"Kalau gitu aku mau masak setiap hari buat kamu."

Kelana tersenyum tipis, "jangan memaksakan diri, setelah ini Yana juga akan kembali ke apartemen jadi kamu nggak perlu masak kalau memang nggak pengen."

Ya ampun manis banget nggak sih Mas violinist ini!

Terpopuler

Comments

bunda Thalita

bunda Thalita

tebak siapa yg bucin duluan hayooo

2023-11-09

0

Neneng cinta

Neneng cinta

guling hidup😂😂😂

2023-05-11

1

Yeni Selfian

Yeni Selfian

ini ada lanjutannya apa nggak ada ya???????

2022-02-19

0

lihat semua

Download

Suka karya ini? Unduh App, riwayat baca tak akan hilang
Download

Bonus

Pengguna baru dapat mengunduh App untuk membuka 10 bab secara gratis

Ambil
NovelToon
Novel sejumlah besar sedang menunggu Anda baca! Juga ada komik, buku audio, dan konten lain untuk dipilih~
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!