"Lihat foto ini sangat mirip dengan Mas Lana tapi saya yakin dia bukan Mas karena Mas nggak mungkin berciuman." Yana menunjukkan tablet miliknya begitu Kelana datang, sekujur tubuhnya gemetar setelah melihat berita yang menghebohkan masyarakat tersebut.
Mungkin jika kehebohan itu berasal dari lagu baru yang mereka rilis, Yana tak akan panik. Namun sebaliknya itu adalah gosip tentang Kelana diam-diam berciuman dengan seorang wanita penjaga perpustakaan. Yana tak bisa mempercayai berita itu begitu saja karena ia tahu Kelana tak pernah memiliki pacar.
Selama 5 tahun Yana menjadi asisten Kelana, ia tak pernah tahu bahwa Kelana dekat dengan wanita apalagi menjalin hubungan sampai berciuman di depan umum seperti itu. Beberapa orang bergosip bahwa Kelana gay karena tak pernah dikabarkan dekat dengan wanita manapun. Bahkan penyanyi sekelas Cantika dan Emma yang sudah terkenal seantero negeri lantas tak membuat Kelana jatuh hati.
Yana tahu betul sifat Kelana yang tertutup, kalaupun Kelana benar berpacaran dengan wanita itu mereka tak akan berciuman di tempat umum apalagi Kelana tak suka dirinya menjadi bahan gosip media.
Kelana memicing melihat foto-foto di layar tablet asistennya, meski itu adalah foto dari samping tapi jelas terlihat bahwa sosok tersebut adalah Kelana. Begitupun dengan orang-orang, begitu melihatnya pasti mereka akan langsung mengenali sosok pada foto itu. Siapa yang tidak kenal dengan Kelana-volinist yang terkenal dengan segudang prestasi hingga mancanegara.
"Itu memang aku." Lirih Kelana yang langsung membuat Yana membelalak kaget, ia berharap telinganya sedang bermasalah dan tak bisa mendengar dengan baik.
"T ... tapi bagaimana mungkin-"
"Ini nggak seperti yang kamu bayangkan, kamu tenang dulu." Kelana menekan bahu Yana untuk duduk di kursi ruang tamu apartemennya agar ia bisa menceritakan semuanya kepada sang asisten yang beberapa tahun lebih muda darinya itu.
"Pak Adam telepon dari tadi, pasti dia juga sudah tahu tentang berita ini." Yana melirik tablet nya, Adam adalah manajer Kelana.
"Biar aku cerita dulu kejadian sebenarnya." Kelana membalik tablet Yana agar ia memiliki kesempatan untuk menceritakan kejadian sebenarnya pada Yana.
Yana membenarkan posisi duduknya menghadap Kelana seolah-olah takut ada cerita yang terlewatkan.
"Tadi aku sedang memilih buku, penjaga perpustakaan itu naik tangga untuk membantu salah satu pengunjung mengambil buku di rak lalu aku tidak tahu kenapa dia bisa jatuh dan mengenai ku, kejadiannya terlalu tiba-tiba sampai aku tidak bisa menghindar, wanita itu jatuh tepat di atas tubuhku-"
"Dan bibir kalian saling menempel?" Potong Yana, ia heran mengapa ada wanita seberuntung penjaga perpustakaan itu yang bisa mencium Kelana apalagi secara tidak sengaja.
"Benar." Kelana mengangguk tidak dapat menampik pertanyaan Yana karena bibirnya dan penjaga perpustakaan itu memang menempel.
"Mas Kelana kenal wanita itu?"
"Tidak." Meski Kelana rutin mengunjungi perpustakaan tapi ia tak pernah memperhatikan penjaga nya. Bahkan namanya saya Kelana mengetahuinya tadi karena tak sengaja melihat name tag nya. Lagi pula Kelana tidak tahu apakah setiap kali mengunjungi perpustakaan penjaganya selalu orang yang sama atau tidak.
Yana menyipitkan matanya tak percaya pada jawaban Kelana. Bukankah setiap seminggu sekali Kelana selalu pergi ke perpustakaan itu dan tidak ada siapapun yang boleh mengganggunya. Bisa saja bukannya membaca buku Kelana justru berpacaran dengan penjaga perpustakaan itu.
"Yana, kau meragukan ku? aku tidak bisa bekerja dengan orang yang tidak mempercayaiku." Kelana tersinggung dengan pandangan Yana terhadapnya seolah-olah sang asisten tak percaya pada apa yang ia katakan barusan.
"Tidak, Mas, tapi apakah orang-orang akan percaya dengan cerita Mas Kelana?" Yana membasahi bibir bawahnya yang terasa kering, sekarang yang terpenting adalah menghentikan anggapan orang-orang bahwa Kelana menjalin hubungan dengan wanita itu sekaligus menghapus berita yang sudah telanjur tersebar.
Kelana membuka mulut hendak menjawab pertanyaan Yana tapi telepon di meja di sudut ruangan lebih dulu berdering membuat Yana segera beranjak dari sofa untuk menjawab telepon tersebut.
Kelana mengacak-ngacak rambutnya frustrasi, ia menendang meja ruang tamu kesal. Mengapa hari ini dirinya begitu sial? Andai bisa mengulang waktu maka Kelana tak akan melepas maskernya tadi agar orang-orang tak langsung mengenalinya. Namun tak ada gunanya berandai-andai karena nasi sudah menjadi bubur. Sekarang Kelana harus memikirkan bagaimana caranya meredakan berita heboh ini.
"Mas, Pak Wira ingin bicara." Yana berbisik memberikan telepon pada Kelana.
Kelana menarik napas dalam sebelum menempelkan telepon tersebut ke telinganya.
"Halo Pa." Kelana mencengkram gelas berisi air putih di atas meja saat memulai pembicaraan dengan papa nya. Wajahnya makin muram ketika mendengar suara napas papa nya di seberang sana lalu tawa kencang yang memekakkan telinga nya.
"Dia benar-benar kamu?"
"Ada apa Papa menelepon?"
"Bagaimana mungkin kau melakukan kehebohan semacam itu, cara mu sungguh murahan untuk menarik perhatian publik."
Kelana memejamkan mata menahan emosi, ketika pria bernama Wira itu menelepon tak mungkin jika ia tak mengejek Kelana. Tujuan utama Wira menelepon Kelana memang hanya untuk mencemooh nya. Meski Kelana telah menunjukkan kepada papa nya bahwa ia bisa menjadi violinist terkenal tapi sang papa tetap akan mengeluarkan berbagai kalimat untuk menjatuhkannya. Bahkan saat a Cup of Coffee menempati posisi pertama tangga lagu, Wira bilang itu hanya karena selera masyarakat yang buruk bukan karena kehebatan Kelana menciptakan lagu apalagi memainkan violin.
"Kau menggunakan wanita itu untuk membuat mu terkenal?"
Tangan Kelana yang sedang memegang gelas gemetar pertanda bahwa emosinya telah berada di puncak.
"Valia lebih muda dari kamu tapi Memandang Hujan telah ditonton sepuluh ribu kali dalam waktu 1 jam saja, kau harusnya belajar banyak dari adikmu Kalya."
Memandang Hujan adalah lagu karya Valia yang dirilis bersamaan dengan a Cup of Coffee.
Pyarr! Gelas di tangan Kelana pecah berkeping-keping hingga membuat air di dalamnya menyembur keluar hingga membasahi baju Kelana dan lantai.
Yana mendelik, ia memegang tangan Kelana agar melepaskan gelas yang sudah tidak berbentuk itu. Yana tak tahu apa yang mereka bicarakan tapi itu pasti sesuatu yang membuat kelana marah. Yana bergegas mengambil sapu untuk membersihkan pecahan gelas di lantai takut jika tiba-tiba Kelana berdiri dan mengenai kaki sang bos.
"Dia bukan adikku, lagi pula a Cup of Coffee ditonton seratus ribu orang dalam waktu kurang dari satu jam lalu kenapa aku harus belajar dari Valia, agar penonton lagu ku menurun?"
"Lalu sekarang kau menggunakan wanita asing untuk mencari perhatian masyarakat?"
"Kami akan segera menikah."
Sapu di tangan Yana terlepas mendengar kalimat Kelana, ia yakin saat ini telinganya benar-benar bermasalah mungkin karena ia baru saja mengorek telinganya dengan peniti. Sepertinya Yana harus segera pergi ke dokter THT.
"Papa tunggu saja undangannya." Kelana segera memutus sambungan meletakkan telepon tersebut dengan kasar di atas meja.
"Apa yang Mas bicarakan, tadi katanya tidak kenal tapi sekarang bilang mau menikah, Mas sakit?" Yana menyentuh kening Kelana karena tingkahnya hari ini benar-benar aneh.
"Apalagi yang bisa kita lakukan?" Kelana menyingkirkan tangan Yana dari keningnya. Kelana mencabut beberapa lembar tisu untuk membersihkan darah di tangannya.
"Mas Lana serius mau nikahin cewek itu?" Yana tak bisa melanjutkan aktivitasnya membersihkan pecahan gelas itu karena terlalu terkejut dengan keputusan Kelana.
"Aku hanya asal bicara." Kelana membaringkan tubuhnya di atas sofa dan memijit pelipisnya yang terasa berdenyut.
"Tapi Pak Wira akan semakin melancarkan aksinya untuk mengejek Mas jika itu tidak terjadi."
"Ahhh!" Kelana menendang-nendang sofa tak tahu apa yang akan ia lakukan untuk membereskan masalah ini. "Izinkan aku tidur sebentar, aku pusing." Kelana memiringkan tubuhnya memunggungi Yana yang masih terpaku di tempatnya.
"Ah kenapa Mas memecahkan gelas ini." Yana berjongkok mengambil sapunya yang tadi terlepas, sepertinya ia harus mengganti semua gelas disini dengan yang lebih bagus. Yana yakin gelas itu pecah karena kualitasnya yang kurang bagus bukan karena kekuatan Kelana.
"Kenapa kamu justru mengkhawatirkan gelas itu bukannya tanganku yang terluka, ini adalah tangan yang aku gunakan untuk bermain violin."
"Itu pelajaran untuk Mas Lana karena membuat kehebohan ini." Yana mengerucutkan mulutnya kesal, setelah ini pasti pekerjannya akan lebih banyak karena harus membereskan masalah yang telah Kelana perbuat.
******
Bel apartemen Kelana berdenting beberapa kali membangunkan si pemilik dari tidur panjang nya. Kelana bangkit dari sofa untuk membuka pintu tapi Yana mendahuluinya. Saat bangun Kelana melihat langit di luar sudah gelap, itu berarti ia cukup lama tertidur.
Lantai sudah kembali bersih dan kering seperti semula. Itu salah satu alasan mengapa Kelana begitu menyukai kinerja Yana sebagai asisten pribadinya, selain cekatan Yana juga mengerti apa yang Kelana inginkan tanpa memberitahunya.
Mereka tak sengaja bertemu di sebuah cafe kecil dekat stasiun televisi saat Kelana baru selesai menghadiri sebuah acara. Ia menemukan Yana yang saat itu masih remaja dimarahi oleh pemilik cafe sambil mengepel lantai. Kelana bukan orang yang mudah merasa iba pada orang lain karena kehidupannya juga keras tapi melihat wajah polos Yana membuatnya ingin segera membawa gadis itu pergi dari cafe itu. Akhirnya Kelana meminta Yana menjadi asisten pribadinya dan bertahan sampai sekarang.
"Malam Pak Adam." Yana menyapa pria yang hanya beberapa tahun lebih tua dari Kelana dan mempersilahkannya masuk.
"Aku ingin minum jus dari jeruk yang diperas sendiri." Adam masuk melewati Yana dan memesan minuman tanpa diminta seperti kebiasannya.
"Kami tidak punya jeruk di kulkas." Tukas Kelana agar Adam tidak meminta macam-macam kepada Yana.
"Tidak mungkin, kau sangat suka jeruk." Adam duduk di sofa ruang tamu apartemennya Kelana. Sementara itu Yana pergi ke dapur untuk membuat jeruk peras sesuai permintaan Adam.
"Itu sebabnya aku tidak memperbolehkan siapapun makan jeruk itu."
"Kamu tidak mau merayuku setelah kehebohan itu?" Adam menyilang kakinya, alisnya naik turun melihat Kelana.
"Kita akan segera menghapus semua berita itu kan?"
Adam menggeleng, "tidak mungkin, justru berita itu bagus untuk mu karena akan mematahkan gosip yang mengatakan bahwa kamu gay."
"Kamu tidak bertanya lebih dulu kejadian yang sebenarnya kepadaku?"
"Untuk apa? aku yakin kalian tidak benar-benar berciuman, di foto itu jelas-jelas ekspresi mu sangat datar dan mata wanita itu melotot berarti itu adalah kejadian yang tak disengaja, hanya saja masyarakat kita mudah terpancing pada hal-hal yang belum jelas kebenarannya."
"Apa aku harus membuat klarifikasi bahwa berita itu tidak benar dan mengatakan itu adalah kejadian yang tak disengaja?"
"Kamu pikir mereka akan langsung percaya, dari pada sekedar gosip bagaimana jika kita membuatnya menjadi kenyataan?"
Kelana mengangkat alis, apa maksudnya?
"Pak Adam, tadi Mas Kelana bilang pada Pak Wira akan menikahi wanita itu." Yana datang membawa dua gelas jus jeruk yang ia peras sendiri dengan tambahan es batu.
"Ini sudah malam kenapa kamu menambahkan es batu?" Kelana menoleh pada Yana yang duduk bergabung dengan mereka. Yana mengabaikan pertanyaan Kelana karena ia telanjur menambahkan es batu, tidak mungkin ia mengambilnya kembali.
"Kau akan menikahinya?" Adam membelalak, itu jauh dari perkiraan. Tadinya ia hanya ingin meminta Kelana berpacaran pura-pura dengan wanita yang ada di foto itu tapi tak disangka bahwa Kelana akan menikahinya.
"Tidak, Pak, saya hanya asal bicara." Kelana meraih segelas jus jeruk buatan Yana dan meneguknya hingga tersisa setengah bagian.
"Tapi Mas Lana lupa kalau ucapan yang sudah Mas katakan pada Pak Wira tidak mungkin bisa ditarik kembali." Sahut Yana.
"Tapi aku tidak mungkin menikahi wanita yang tidak aku kenal."
"Kelana kamu harus ingat bahwa bulan depan kita akan mengadakan konser, berita ini bisa mempengaruhi minat masyarakat terhadap konser tersebut."
Kelana menghela napas berat menyandarkan kepalanya pada sofa, tidur hanya membuatnya melupakan masalah itu sejenak. Setelah terbangun rentetan masalah itu kembali menghadapinya.
"Sekarang wanita itu juga pasti sedang menjadi bahan gosip orang-orang saat melihatnya."
"Aku tidak peduli dengan wanita itu." Balas Kelana enggan memikirkan wanita yang telah membuatnya berada dalam masalah pelik seperti ini.
Hidup Kelana ibaratkan danau yang tenang dan jernih lalu wanita itu seperti meteor yang tiba-tiba jatuh ke dalam danau tersebut-membuatnya bergelombang dan keruh.
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 103 Episodes
Comments
RossyNara
sekarang aja bilang gak P_e_d_u_l_i nanti akhirnya bucin juga. awas Kelana jangan sampai jila* lud*h sendiri nanti
2024-07-21
0
Neneng cinta
beneran ga peduli?.....kita lihat az nanti......kata2mu Lan...
2023-05-11
1