Carissa baru saja pulang dari supermarket untuk membeli keperluan bulanannya ketika ia melihat sosok yang tidak asing baginya keluar dari sebuah apotek. Kebetulan saat itu lalu lintas di jalan sedang padat merayap, jadi ia tidak bisa melaju lebih kencang menuju apotek tersebut.
Carissa melihat kekalutan di wajah teman barunya itu dan tangannya menggenggam sesuatu. Carissa berdecak sebal saat wanita itu masuk ke dalam taksi yang sedari tadi telah menunggunya di tepi jalan.
Ada perasaan aneh pada Carissa. Apa Lisa sakit atau semacamnya? Kenapa wajahnya lusuh sekali? Ia harus mencari tahu. Akan tetapi, tidak mungkin untuk mengejar taksi yang telah menjauh dari halaman apotek tersebut.
Carissa memutuskan untuk berhenti di apotek tersebut, dan mencari tahu apa yang dibeli Lisa.
Carissa mengabaikan panggilan Rizal yang masuk ke ponselnya dan memarkirkan mobil di halaman apotek. Ia mempunyai firasat sesama wanita yang membuatnya harus menyelidiki.
Wanita itu turun dari mobilnya setelah memarkirkan mobil dengan benar di depan apotek. Carissa disambut oleh seorang pria berpakaian serba putih dan tersenyum lebar padanya. Ia mendekati pria tersebut dan bertumpu pada etalase yang berisikan macam-macam obat.
"Selamat datang, Nona. Ada yang bisa saya bantu?"
"Ehm, aku ingin bertanya. Apa Anda tidak keberatan?"
"Ya, tentu saja."
"Bolehkah aku tahu apa yang dibeli oleh wanita yang memakai syal berwarna hitam tadi? Ia adalah temanku. Baru saja aku melihatnya keluar dari apotek ini."
Sejenak pria berseragam putih itu tampak mengingat-ingat. Namun tidak berlangsung lama, matanya mengerjap. Tentu saja dia ingat dengan jelas sebab kepergian Lisa baru sekitar sepuluh menit yang lalu. Terlebih lagi Lisa adalah pelanggan terakhir yang memasuki apotek.
"Oh, Nona yang cantik tadi? Ya, dia membeli sesuatu, Nona. Teman Nona itu membeli dua buah testpack."
Carissa mengerjap kaget, tetapi ia tidak heran. Sama sekali tidak heran sebab saat mereka melakukan kencan palsu itu, ia telah menaruh kecurigaan pada Lisa. Hari itu Lisa makan cukup banyak dan mengeluh karena terus-terusan merasa lapar. Carissa tahu jawabannya sekarang. Lisa pasti hamil.
Akhirnya yang ia pikirkan benar-benar terjadi.
Jika Lisa hamil, apakah Rayhan akan bertanggungjawab padanya? Sedangkan dirinya dan Rizal belum sempat menyatukan mereka.
Carissa mendadak paranoid. Apa yang harus ia lakukan sekarang? Tidak mungkin ia memberitahu Rayhan saat ini karena siapa tahu Lisa tidak hamil. Membeli testpack bukan berarti Lisa positif hamil.
"Nona, apakah Anda baik-baik saja?" Suara pria di hadapannya membuat Carissa sadar dari lamunan, lalu tersenyum canggung.
"Oh, tidak apa-apa. Kalau begitu, terima kasih banyak."
Pria itu pun mengangguk dan Carissa pergi dari sana. Wanita itu bergegas pergi ke mobil dan segera menyambar ponsel yang diletakkannya di jok samping. Ada lima kali panggilan tidak terjawab dari Rizal. Tanpa berpikir panjang, Carissa menghubungi kekasihnya itu.
"Sayang!" seru Carissa ketika sambungan telepon mereka telah tersambung.
"Baby, kenapa tidak menjawab teleponku? Apakah kau telah selesai berbelanja?" tanya Rizal dari seberang.
"Tadi aku menyetir. Sayang, kau tahu tidak? Aku melihat Lisa keluar dari apotek," sambar Carissa tidak sabaran. Terdengar Rizal terkekeh.
"Lalu? Apa kalian bertemu?"
"Tidak. Aku melihatnya setelah ia keluar dari sana. Aku curiga kalau dia sakit, tapi tidak bisa mengejar taksinya. Jadi aku turun untuk bertanya pada penjaga apotek, dan kau tahu apa yang dibeli Lisa di sana?"
"Apa?"
Carissa menghela napas terlebih dahulu, kemudian berkata, "Lisa membeli testpack."
***
Rayhan dan Aksa sangat disibukkan oleh beberapa meeting dan pertemuan pribadi dengan Mr. Sakurangi, jadi Rayhan tidak memiliki kesempatan untuk berlarut-larut memikirkan Lisa. Meskipun dalam mimpinya, wanita itu selalu menari-nari menggodanya.
Seperti malam itu, sehabis pulang dari acara minum sake bersama Mr. Sakurangi dan kolega mereka yang lain, Rayhan masih harus menyusun materi dari hasil rapatnya tadi siang. Aksa sengaja tidak membawa sekretaris Rayhan, agar pria itu tahu bagaimana caranya bekerja keras.
Aksa memperhatikan anaknya dari luar pintu kamar. Mereka menginap di salah satu mansion Mr. Sakurangi dan mendapatkan kamar terpisah. Pria itu melihat ada sedikit perubahan pada anaknya. Rayhan terkesan lebih pendiam, suka bekerja lebih keras daripada biasanya dan ... tulus.
Sejak istri pertamanya meninggal, Aksa tidak melihat ketulusan pada diri Rayhan lagi, dan semua itu murni kesalahannya.
Aksa menyentuh dadanya. Ada rasa sesak di sana. Sesak yang selama ini ia tahan sendiri. Apakah sudah waktunya dia memberitahu Rayhan tentang kebenaran?
Perlahan Aksa membuka pintu kamar Rayhan yang sedikit terbuka itu. Ia masuk dan Rayhan menoleh kepadanya. "Boleh kutemani?"
Rayhan mengangguk, lalu mengetik kembali di laptopnya, berusaha bersikap santai. Padahal ia sedikit tidak nyaman jika berduaan saja dengan sang ayah.
Aksa duduk di samping Rayhan dan mengintip pekerjaan anaknya itu di laptop. Ia mengangguk bangga. Meskipun Rayhan selama ini kurang bisa diandalkan, tetapi sepertinya saat ini putranya itu sudah sedikit berubah.
"Rayhan, apakah sangat membosankan pergi denganku?" tanya Aksa tiba-tiba.
"Tidak," jawab Rayhan singkat tanpa menoleh pada Aksa. Pria tua itu menghela napas, ia tahu Rayhan berbohong.
"Jujur saja, aku menerima pendapatmu. Kau tidak biasanya seperti ini," ujar Aksa. Rayhan menghentikan ketikannya dan termenung.
"Seperti apa, Ayah?"
"Kau lebih pendiam dan tidak keras kepala seperti biasanya. Emosimu juga sedikit terkontrol. Ada apa? Kau bisa bercerita padaku," ungkap Aksa lembut.
Rayhan memutar tubuhnya hingga ia menoleh sepenuhnya pada sang ayah. Rayhan mengamati wajah ayahnya yang semakin menua dan keriput. Sudah lama sekali mereka tidak sedekat ini. Aksa menatapnya dengan sorot mata yang menyejukkan, membuatnya Rayhan terenyuh.
"Ayah, juga tidak biasanya seperti ini. Kenapa tiba-tiba sangat perhatian kepadaku?" Rayhan memutar balikkan pertanyaan.
Terdengar helaan napas lelah dari mulut Aksa. Di wajahnya ada bayangan penyesalan yang sepenuhnya tidak bisa dimengerti oleh Rayhan. Aksa menepuk-nepuk pundak anak semata wayangnya.
"Rayhan, tahukah kamu kalau selama ini aku mengharapkan kau berubah menjadi lebih baik? Semenjak kematian ibumu, kau tidak seperti Rayhan kecilku dulu."
Rayhan menelan ludah. Ia meremas tangannya sendiri alih-alih menatap mata sayu Aksa yang mulai tergenang air mata.
"Aku merasa bersalah padamu, Nak. Aku merasa bersalah atas perubahan sikapmu dulu. Tolong maafkan aku."
Deg!
Baru kali ini Rayhan mendengar suara Aksa bergetar hebat. Ia menatap lurus mata ayahnya dan jantungnya berdegup kencang. Apa yang dikatakan ayahnya ini? Minta maaf? Apa dirinya tidak salah dengar?
"Aku ingat betapa kau menyayangi ibumu. Kalian sangat dekat dan tidak ingin jauh-jauh darinya. Sementara aku selalu tenggelam dengan pekerjaanku di dalam dan di luar kantor. Aku sering memedulikanmu dan ibumu, oleh karena itu kau lebih dekat dengannya. Sampai aku mengetahui kalau ibumu mempunyai pria lain, aku pun hanya bisa berdiam diri. Ibumu tidak sepenuhnya salah, Nak. Lelaki itu lebih memperhatikannya dibandingkan aku suaminya sendiri. Aku pergi pagi dan pulang larut malam. Aku mengerti mengapa dia akhirnya berselingkuh. Hanya saja, aku tidak mengatakan alasannya kepadamu. Aku menganggap dulu kau tidak mengerti apa-apa."
Rayhan masih tetap menyimak dengan hati yang sangat tidak karuan rasanya.
"Di saat ibumu meninggal dunia karena kecelakaan tragis itu, aku sengaja mengatakan kepadamu kalau ibumu telah berselingkuh. Itu akan memberi kesan kalau aku tidak bersalah. Bahkan beberapa menit sebelum kecelakaan tak terduga itu terjadi, dia memohon padaku agar aku cepat pulang karena kau sedang sakit di rumah. Namun aku tidak memedulikannya, dan itulah yang terjadi. Aku ... aku sangat menyesal, Rayhan. Kau yang selama ini tidak menghargai cinta, itu juga kesalahanku. Maafkan aku, Nak. Maafkan aku."
Air mata Rayhan mengalir di pipinya cukup deras. Sudah lama sekali ia tidak menangis. Melihat dan mendengar ayahnya beberapa detik lalu seolah-olah telah memompa air matanya yang sangat berharga selama ini. Apa dirinya berdosa telah menganggap ibunya wanita yang tidak pantas dikenang?
BERSAMBUNG ....
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 42 Episodes
Comments