Lisa mengurung diri di kamar setelah pulang bersama Rayhan. Ia menolak membukakan pintu untuk pria itu. Saat ini, wanita itu sangat membenci Rayhan. Hidupnya yang dulu tenang dan damai berubah menjadi seperti neraka setelah bertemu dengan Rayhan, dan yang membuatnya kesal, ia bahkan membiarkan pria itu bertindak seenaknya.
Rayhan memang telah mengambil keperawanannya dan seharusnya Lisa tidak membiarkan itu terjadi. Namun, ancaman pria itu selalu menyurutkan tekadnya.
Lisa baru saja selesai mandi ketika ia mengalami mual dan pusing yang tidak wajar. Ia duduk di tepi ranjang sambil memegangi kepalanya. Wanita itu mengernyit. Apa dirinya demam? Kenapa tiba-tiba pusing tanpa tahu penyebabnya? Seingat Lisa, hari ini ia makan cukup banyak tanpa merasakan mulas. Perutnya tenang-tenang saja menerima porsi makanan yang lebih banyak dari biasanya.
Lisa mengabaikannya. Mungkin karena ia tidak memberikan kesempatan tubuhnya beristirahat di hari libur ini. Wanita itu pun mengirim pesan kepada Carissa sambil merebahkan tubuh di atas ranjang yang hangat dan nyaman.
[Maaf, Rissa. Aku tidak menyangka Rayhan akan datang dan mengacaukan kencan tadi. Sekali lagi, maaf.]
Lisa berharap Carissa mengerti. Hm, tentu saja Rissa akan mengerti karena ia dan Rayhan bersahabat. Tentu pacar Rizal itu lebih mengenal pria itu dibanding dirinya. Terkadang Lisa ingin bercerita tentang Rayhan kepada Carissa. Ia ingin tahu apa Rayhan mempunyai sisi baik. Pasalnya, jika dilihat dari sifatnya selama ini kepadanya, Rayhan sama sekali tidak termasuk orang yang mempunyai sisi baik.
Drrt, drrt.
Carissa: [It's okay, Dear. Aku tahu siapa Rayhan. Dia tidak akan membiarkan orang yang disayanginya dilirik orang lain.]
Lisa termenung membaca pesan Carissa. Orang yang disayanginya? Huh, yang benar saja. Rayhan sama sekali tidak menyayanginya, melainkan bernafsu padanya. Sebab Lisa bisa merasakan apa itu yang namanya cinta dan kasih sayang yang tulus. Jelas Rayhan bukan orang yang seperti itu.
Lisa: [Apa maksudmu? Aku tidak yakin kalau dia menyayangiku. Rayhan tidak pernah berlaku lembut padaku dan ia telah--]
Lisa berhenti mengetik pesan. Haruskah ia mengatakan pada Carissa kalau Rayhan pernah mengambil keperawanannya. Wanita itu menggeleng. Carissa tidak boleh tahu. Itu sama saja mempermalukan diri sendiri.
Lisa: [Apa maksudmu? Aku tidak yakin kalau dia menyayangiku. Rayhan tidak pernah berlaku lembut padaku. Ia membenciku, Rissa.]
Carissa: [No, dia menyayangimu. Bahkan di jatuh cinta padamu! Kau harus memperhatikan tingkahnya padamu, Dear. Seumur hidupku mengenalnya, baru kali ini aku melihatnya protektif kepada seorang wanita.]
Lisa membaca pesan Carissa berulang-ulang sampai ia yakin kalau ia salah paham. Hatinya terus melangkah pernyataan Carissa. Kalaupun Rayhan jatuh cinta padanya, Lisa tidak merasakan hal yang sama. Ia bahkan membenci pria itu.
Tok, tok, tok.
"Lisa, saatnya makan malam."
***
sibuk mencuri-curi pandang pada Lisa yang makan di kursi paling jauh dari kursinya. Sejak lima belas menit yang lalu waktu makan malam mereka, wanita itu hanya menunduk sambil menghabiskan makan malamnya. Terang saja itu membuat Rayhan kelimpungan. Ia ingin wanita itu menatap wajahnya dan tersenyum padanya.
"Ehem!" Rayhan sengaja berdeham keras. Lisa bahkan bersikap lebih tenang dari sebelumnya.
"Wah, masakan ini enak sekali. Siapa yang memasaknya? Apa kau Lisa?"
Lisa diam. Ia bahkan tidak menoleh sedikit pun, seolah-olah yang baru berbicara adalah makhluk halus. Rayhan meremas sendoknya.
"Ya! Kau tuli, ya? Atau kau bisu?!" bentak Rayhan.
Rayhan masih tidak mendapatkan jawaban. Lisa tidak takut lagi dengan gertakannya. Kali ini ia malah bangkit dari kursi setelah menyeka mulut. Wanita itu tersenyum pada Bi Sati yang berdiri tidak jauh dari meja makan.
"Terima kasih, Bi Sati. Makan malam yang lezat," puji Lisa.
Bi Sati tersenyum ragu-ragu. "Em ... iya. Terima kasih Lisa."
Rayhan masih terperangah tidak percaya melihat Lisa dengan berani meninggalkan meja makan tanpa menunggunya. Lantas ia langsung bangkit dan menyusul wanita yang telah menaiki tangga menuju kamar, sedangkan para pelayan dan Bi Sati memandangi mereka dengan cemas. Semuanya khawatir Lisa akan diperlakukan buruk oleh tuan muda mereka yang tidak mempunyai tata krama.
"Hei, berhenti!" panggil Rayhan.
Lisa setengah berlari menuju kamarnya. Namun terlambat, Rayhan berhasil menangkap tangan kanannya ketika ia hampir mencapai pintu kamar.
"Kenapa kau menolak berbicara denganku? Kau bosan hidup, ya?!" desis Rayhan. Matanya kembali berkilat marah karena emosi.
Lisa menantang matanya. "Ya, kau benar. Aku bosan hidup di sini karena selalu melihatmu."
Rayhan mengerjap kaget. Wanita ini tidak takut lagi rupanya.
"Kau berani menantangku?"
"Sekarang aku tidak takut lagi padamu, Rayhan. Jika kau ingin aku keluar dari rumah ini, aku akan melakukannya."
Lisa membuat Rayhan kalah telak. Bukan ini yang diinginkannya.
"Lalu kau akan ke mana, hah? Kau ingin kembali pada teman kencanmu itu? Haha! Kau tidak akan bahagia dengannya, Destia! Seharusnya kau bersyukur karena aku terus mengikutimu," ujar Rayhan.
Lisa mendengkus. "Kau pikir aku senang? Tidak sama sekali, Rayhan. Aku bahkan tidak ingin menjadi temanmu. Jika di dunia ini ada mesin waktu, aku ingin mengembalikan waktu ke saat kita tidak saling mengenal satu sama lain. Kita saling mengenal hanya karena hubungan kakakku dengan ayahmu, dan jika kau masih ingat, kaulah yang mengambil ciuman pertama dan keperawananku."
Rayhan tidak berkedip memandangi Lisa. Mata wanita itu menyiratkan kebencian yang sangat dalam. Perlahan genggamannya melemah dan Lisa dengan mudah menarik tangannya kembali. Selanjutnya Rayhan tidak mengerti mengapa tubuhnya tidak bisa digerakkan ketika wanita itu masuk ke kamarnya.
Rayhan seperti seorang yang kalah.
***
"Sudah lima hari wanita desa itu menghindariku. Aish, kenapa aku harus kalut memikirkannya?" desah Rayhan seraya menghempaskan tubuhnya ke ranjang. Pekerjaan di kantor membuat pikirannya suntuk, ditambah lagi dengan memikirkan Lisa.
Hari ini Rayhan pulang lebih cepat sebab ayahnya dan Rana akan pulang malam ini. Sebenarnya pria itu malas menyambut mereka berdua, tetapi jika tidak, Aksa pasti akan menyindirnya di meja makan selama berhari-hari.
Rayhan mendengar deru motor dari dalam kamarnya dan ia tahu siapa pemilik motor tersebut. Pria itu bergegas berdiri dan berjalan menuju jendela kamarnya guna melihat ke bawah. Ia menggeram saat melihat Lisa turun dari boncengan motor Yitian. Lagi-lagi orang itu mengantar Lisa pulang.
Rayhan berjalan mondar-mandir di dalam kamarnya, berusaha untuk menepis Lisa dan Yitian dalam pikirannya.
Aku akan belajar untuk melupakan wanita kampungan itu. Aku tidak boleh terus-terusan memikirkannya. Jika terus mengharapkannya, sama saja aku mempermalukan diri sendiri. Lebih baik aku mencari cara untuk menyingkirkan dia dan kakaknya, lalu aku mencari wanita lain untuk aku kencani. Ya, mungkin begitu lebih baik. Aku tidak akan berkomitmen dengan siapa pun, jadi untuk apa aku mengharapkan wanita itu?
Namun, Rayhan tidak bisa menahan dirinya untuk tidak turun dari kamarnya. Ia membutuhkan segelas air mineral dingin untuk menyejukkan batinnya. Lantas, yang didapatnya diluar dugaan. Ia melihat Lisa masuk ke dalam rumah dengan senyum semringah. Pipinya merona merah dan tampak malu-malu.
Rayhan memasuki dapur dan pura-pura tidak melihat Lisa yang berjalan menaiki tangga. Wanita itu menyapa semua pelayan dengan ramah, lalu bersenandung ceria. Pria itu menghabiskan segelas air mineral dalam satu tegukan tanpa menarik napas. Mengapa dirinya merasa semakin kalut? Mendengar suara wanita itu bersenandung membuat telinganya panas.
Tanpa bisa menahan diri lagi, Rayhan sedikit berlari mengejar Lisa. Ia harus menyelesaikan kekalutan hatinya saat ini juga. Tidak peduli ini di rumahnya sekalipun.
Tepat setelah Lisa membuka pintu kamarnya, Rayhan menyergap tubuh kurus itu dari belakang dan menutup mulutnya. Wanita itu terkejut bukan main. Ia berusaha untuk berteriak, tetapi dekapan tangan Rayhan menghalangi. Rayhan mengunci pintu kamar Lisa dari dalam, lalu menghempaskan tubuh wanita itu ke ranjang.
Lisa menatapnya nanar. "Apa maumu?" desis Lisa.
Rayhan menahan dirinya untuk tidak meniduri wanita itu.
"Kenapa kau bersikap seperti ini padaku, hah? Kau bersikap seolah tidak melihatku," balas Rayhan. Ia membungkuk di atas tubuh Lisa dan mengepung wanita itu dengan kedua tangannya. Mata Rayhan terpaku pada leher Lisa. Wanita itu tidak memakai kalung pemberiannya. Hal itu membuatnya semakin terluka.
"Kau melepaskan kalungku? Kenapa kau melakukannya? Kau sungguh membenciku, ya?"
Lisa tersenyum sinis. "Kau benar sekali. Aku sangat membencimu!"
Tangan Rayhan mengepal. Ia belum pernah sesakit ini hanya karena seorang perempuan.
"Kau benar-benar telah menentangku. Kau akan keluar dari rumah ini, Destia!"
Kali ini Lisa tersenyum tenang. Ia sama sekali tidak terintimidasi oleh ancaman atau tubuh Rayhan yang kuat di atas tubuhnya. "Aku akan keluar dari rumah dengan senang hati. Aku hanya ingin menunggu kakakku pulang dan berpamitan padanya. Aku tidak akan membiarkanmu melihatku lagi, Rayhan."
Rayhan tercengang. Dirinya tidak ingin percaya kalau Lisa bersungguh-sungguh dengan perkataannya. Ucapannya tadi hanyalah gertakan saja, lagi pula ia mengancam hanya karena merasa tersakiti.
"Dan aku akan melupakan semua perbuatan burukmu terhadapku. Sepertinya tidak ada gunanya aku menyesali semua yang telah terjadi karena tidak akan kembali seperti semula. Aku akan belajar melupakanmu," tambah Lisa lagi.
Rayhan menangkup wajah Lisa dengan kedua tangannya yang kokoh, lalu mencium Lisa agar wanita itu tidak mengatakan kata-kata menyakitkan lagi. Pria itu mencium Lisa dengan kehausan yang selama ini dipendamnya. Ia mencium Lisa dengan segala kelembutan yang tidak diduganya, dan ia mencium Lisa karena tidak ingin wanita itu benar-benar pergi dari hidupnya.
Lisa meremas pundak Rayhan saat ciuman pria itu semakin dalam. Wanita itu sendiri tidak menyangka mengapa ciuman Rayhan membuat hatinya bergetar. Pria itu tidak sekasar saat mengambil ciuman pertamanya di dapur. Kali ini Rayhan membelainya bagaikan seorang kekasih yang sangat rindu.
"Seandainya kau bukan adik dari wanita yang kubenci," desah Rayhan.
Lisa merasa bibirnya kering dan tidak berani menatap mata Rayhan. Lalu, pria itu mencium kedua matanya, berlanjut ke hidung dan ketika dia akan mencium bibir Lisa lagi, sebuah ketukan pintu membuat keduanya kembali ke dunia nyata.
"Lisa, Tuan dan Nyonya telah datang."
Lisa dan Rayhan saling pandang, dan di sanalah Lisa menyadari ada sorot kelembutan dan keputusasaan di mata Rayhan.
BERSAMBUNG ....
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 42 Episodes
Comments
Shuhairi Nafsir
Liza bodoh mau ditungguin lagi apa. Pergi aje Dari rumah itu Dari diri mu disakiti. Biarkan Rayyan kapok dan menyesal diatas perbuatan nya
2023-05-21
1
Yuni Wati
nah loo...rasain tu reyhan
2022-05-12
0
Nur Rachmawati
tinggalin dulu Rayhan...Lisaaa
biar Rayhan Merinduuuu
next Thor
tengkyu
2022-01-31
2