Bip, bip!
Rana mendengar deringan ponselnya ketika mereka makan malam bersama. Di meja makan itu hanya ada Aksa, dirinya, dan Lisa. Aksa melirik sekilas pada istrinya saat wanita itu membaca pesan yang baru saja masuk.
Rayhan: [Temui aku di taman kota depan komplek pukul sepuluh nanti. Aku tidak suka menunggu, jadi kau harus tepat waktu.]
Rana tertegun. Apa yang ingin dibicarakan Rayhan dengannya? Sekarang masih pukul tujuh malam dan pria itu juga tidak ada di rumah. Baiklah, batin Rana. Mungkin Rayhan ingin membicarakan hal yang sangat penting dengannya. Rana tersenyum manis pada Aksa. Ia berharap suaminya itu tidur cepat malam ini.
"Lisa, apa kau betah bekerja di toko bunga itu?" tanya Aksa memecah keheningan. Lisa mengangguk singkat seraya tersenyum.
"Iya, Kakak ipar. Aku sangat betah di sana."
"Apa kau yakin tidak ingin kerja di perusahaan kami?" Aksa menawarkan, diiringi oleh senyum tulus Rana. Lisa menggeleng lemah.
"Aku tidak percaya diri bekerja di perusahaan besar dan terkemuka seperti Andira Group, Kakak ipar. Jadi, aku rasa lebih baik aku tetap bekerja di toko bunga saja," tolak Lisa sopan.
"Padahal aku ingin melihatmu menjadi bagian dari Andira Group," timpal Rana, "Bukankah begitu, Sayang?" Rana menggenggam tangan Aksa dan mengelusnya.
Lisa memandangi gestur tangan sang kakak. Pikirannya langsung melayang pada Rayhan. Benarkah Rana mencintai Rayhan dan menjadikan Aksa sebagai tameng? Jika memang benar, bagus sekali akting kakaknya itu. Gadis itu buru-buru menepis prasangka buruknya tentang Rana.
Bodoh, umpat Lisa dalam hati. Mengapa ia meragukan kakak kandungnya dan mempercayai perkataan pria yang jelas-jelas merusak masa depannya?
"Benar, Lisa. Kau adalah bagian dari keluargaku dan kau juga mempunyai hak di rumah dan perusahaanku," ujar Aksa.
Lisa tidak menjawab dan melanjutkan makannya. Ia tidak memerlukan semua itu. Hidupnya bisa terancam jika ia menerima tawaran kakak iparnya. Selama masih ada Rayhan, Lisa tidak bisa menerima apa-apa dari Aksa.
***
"Akhirnya kau datang tepat waktu, Nyonya yang terhormat!" ucap Rayhan saat melihat Rana menghampirinya. Wanita itu menampilkan senyuman termanisnya pada Rayhan. Ia cukup senang Rayhan ingin bicara berdua saja dengannya, meskipun tatapan menjijikkan itu masih saja menghunjamnya.
"Apa yang ingin kau bicarakan, Rayhan? Tidak bisakah kita membicarakannya di rumah?" tanya Rana lembut. Mereka berdiri berhadapan. Rayhan mengeluarkan beberapa lembar foto dari saku kemejanya dan menyerahkannya pada Rana.
"Ini, lihatlah. Aku tidak ingin berbasa-basi denganmu!" ujarnya sinis. Meskipun bingung disodorkan benda yang tidak dimintanya, tetapi Rana tetap melihatnya. Ia menatap empat lembar foto di tangannya dan seketika wajahnya pun memucat.
Mata Rana melotot seakan-akan ingin melompat keluar. Darah menghilang dari wajahnya dan tangannya berkeringat. Apakah matanya tidak salah lihat? Ini sama sekali bukan foto editan, ia bisa membedakannya. Namun, apakah mungkin laki-laki dan perempuan dalam foto itu adalah Lisa dan Rayhan?!
Melihat reaksi keterkejutan Rana menorehkan senyum puas di wajah Rayhan.
"Kami juga bersenang-senang saat kau pergi berbulan madu dengan ayahku."
Rana menatap Rayhan dengan mata berkaca-kaca. "Apa yang telah kau lakukan pada adikku?"
Rayhan memutar bola matanya dan mengetukkan jari telunjuk di dagu. "Hm, menurutmu apa saja yang kami lakukan? Kami menghabiskan malam yang dingin berdua saja, ditemani musik romantis di dalam kamar yang bertabur bunga mawar dan cahaya lilin. Aku yakin bulan madumu tidak seindah itu. Benar, 'kan?"
Perlahan air mata mengalir di pipi Rana. Kenapa Lisa tidak mengatakan apa-apa tentang hal ini? Apakah ini kemauan Lisa juga? Jika adiknya terpaksa ikut dengan Rayhan, lalu mengapa Lisa diam saja? Apakah Lisa tidak menganggapnya sebagai kakak lagi?
Berbagai hipotesa hadir di benak Rana. Rasa cintanya kepada Rayhan perlahan berubah menjadi rasa aneh yang tidak dapat dijamahnya. Apakah ia membenci ataukah jijik pada pria itu saat ini, ia sendiri tidak tahu. Wanita itu sangat menyayangi adiknya dan mengenal baik bagaimana Lisa. Adiknya bukanlah gadis murahan yang dengan mudahnya memberikan keperawanannya kepada pria.
"Kau menjebaknya, aku yakin Lisa terjebak olehmu!" teriak Rana.
Rayhan memegang kedua lengan Rana lalau mencengkeramnya. "Kau bisa bertanya sendiri padanya. Apakah dia terpaksa tidur denganku atau tidak."
"Aku tidak percaya padamu, Rayhan. Apa tujuanmu sebenarnya?"
Rayhan tertawa hambar. "Dasar bodoh! Kau tidak tahu apa tujuanku? Yang benar saja! Kau pikir aku senang melihatmu dan adikmu yang polos itu berkeliaran di rumah untuk mencari perhatian Ayah dan menikmati hartanya? Dengar, Rana. Aku tidak akan membiarkan dirimu menikmati uang ayahku lebih lama, dan yang terpenting, kau tidak akan pernah memilikiku. Apa kau paham? Sekarang, lebih baik kau tinggalkan ayahku dan keluar dari rumah kami!"
***
"Waktunya makan siang!" seru Pira ketika jam dinding berdetak tepat pukul 13.00 siang. Mira menghampiri Lisa yang masih sibuk menata bunga aster di dalam pot.
"Kak Lisa!"
"Hm?"
"Waktunya makan siang. Jangan kerja terus."
Lisa tertawa kecil. "Kalian duluan saja. Aku masih ingin menanam satu pot lagi."
"Lisa akan pergi makan siang denganku!"
Mendengar seruan itu, kontan saja Lisa dan dua rekannya menoleh ke arah pintu. Mereka tersenyum melihat Yitian yang berjalan menghampiri mereka. Sejak pagi, pria itu menghilang entah ke mana dan kini baru muncul kembali. Yitian tersenyum manis kepada Lisa.
"Hai, Yitian."
"Lisa, ayo makan siang denganku. Aku ingin mengajakmu makan siang dengan menu ala Italia siang ini."
Pira dan Mira berdeham menggoda, sementara Lisa masih bingung. Ia tidak pernah keluar makan siang dengan Yitian. Diperlakukan lebih spesial saja membuatnya tidak enak hati pada Mira dan Pira, apalagi pergi makan siang bersama. Lisa masih terdiam ragu.
"Pergi saja, Kak! Aku dan Pira akan makan siang berdua saja," bisik Mira.
"Ayolah, Lisa. Aku ingin sekali makan siang bersamamu." Yitian tampak sangat berharap. Lisa tersenyum kecil. Yitian adalah orang baik, sopan, dan ramah. Pria itu memperlakukannya dengan hormat. Tidak seperti Rayhan yangㅡ
Ah, kenapa Lisa sempat memikirkan pria itu?
"Baiklah," ucap Lisa akhirnya.
***
Rayhan bergegas keluar dari kantor dan menyetir mobilnya menuju toko bunga Yitian. Ia ingin membicarakan sesuatu dengan Lisa sambil makan siang. Entah kenapa gadis itu selalu berkeliaran di benaknya akhir-akhir ini. Rayhan mengabaikan teman-teman wanitanya yang mengajak kencan karena memikirkan Lisa. Ia bahkan memimpikan gadis itu!
"Aish, sial. Kenapa aku selalu memikirkannya?" gerutu Rayhan seraya terus melaju kencang dengan mobilnya.
Rayhan mengingat mimpinya. Pria itu bisa mengingat rupa gadis yang selalu hadir dalam mimpinya belakangan ini. Meskipun samar-samar, tetapi ia yakin kalau gadis berambut hitam dengan kulit lembut itu adalah Lisa.
"Tidak! Aku memimpikannya karena aku telah tidur dengannya. Biasanya juga seperti itu. Hm ... benar, 'kan?"
Mobilnya berhenti mendadak di depan toko bunga Yitian. Pria itu turun dan bergegas memasuki bangunan sederhana itu. Rayhan mendengkus, meremehkan usaha yang dijalankan Yitian. Baginya, lelaki yang mengurus pekerjaan wanita seperti toko bunga adalah gay.
"Selamat datang Tuan Rayhan?" Mira terkejut karena tamu mereka adalah Rayhan. Pria yang tidak mereka sukai.
"Ada yang bisa kami bantu?" tanya Pira berusaha ramah.
"Di mana Lisa?"
Mira dan Pira saling pandang. Mendengar suara Rayhan yang dingin dan kasar membuat mereka merinding. Pria itu bertolak pinggang di depan mereka.
"Apa kalian tuli atau bodoh? Di mana Lisa?!" Kali ini Rayhan membentak.
"Lisa pergi makan siang bersama Bos Yitian, Rayhan," sahut Mira dan Pira berbarengan.
Rayhan mengernyit. Lisa makan siang dengan Yitian? Yang artinya gadis itu pergi dengan pria lain. Rayhan menggeram. Dalam waktu singkat darahnya terasa mendidih dan jantungnya berdegup kencang karena emosi yang tertahankan. Ia berjalan perlahan mendekati kedua karyawan toko itu. Mira dan Pira saling berpegangan, gemetar satu sama lain.
"Apakah Lisa pergi dengan sukarela?" tanya Rayhan, suaranya semakin berat dan mengerikan. Mira mengangguk cepat-cepat, seolah-olah jika tidak dihentikan kepala itu akan putus dari lehernya.
"Te-tentu saja, Rayhan. Karena ... karena Bos Yitian b-bukan tipe pemaksa," jawab Mira tergagap. Rayhan menaikkan sebelah alisnya dan menatap Mira sinis.
"Apa maksudmu? Oh, jadi bos kalian itu tipe orang lebih lembut dibandingkan diriku, begitu?"
Mira menggeleng lemah. "Bu-bukan itu ma-maksudku, Rayhan."
Rayhan paling benci jika ada yang paling hebat darinya. Dirinya bukan untuk dijadikan perbandingan siapa pun, terlebih lagi Yitian yang jelas-jelas telah mengganggu miliknya. Ya, Lisa hanya miliknya seorang. Di benaknya kini, terbayang Yitian dan Lisa menikmati makan siang mereka sambil berpegangan tangan, bertatapan lembut, dan Lisa tersipu mendengar pujian-pujian dari Yitian.
Rayhan merasa bodoh sekaligus sakit hati. Berani-beraninya gadis itu bermain dibelakangnya. Dengan satu kali gerakan cepat, tangan Rayhan menyambar sebuah vas bunga yang tampaknya bernilai mahal dan membanting di depan kaki Mira dan Pira.
"Aaaahhh!" pekik Mira dan Pira serentak.
Vas bunga berukiran pengrajin Tiongkok itu pun hancur berkeping-keping di lantai. Pira berlutut untuk melihatnya lebih dekat. Perempuan tomboi itu tiba-tiba terisak sambil memegangi dadanya.
"Huhuuu bagaimana ini? Vas ini kan kesayangan Bos Yitian. Apa yang harus kita katakan?" rengeknya.
"Persetan dengan vas dan bosmu! Katakan padanya, jangan mendekati Lisa lagi karena gadis itu adalah milikku!"
Setelah menendang serpihan vas di lantai, Rayhan pun keluar dari toko itu. Ia tidak berniat untuk mencari Lisa dan Yitian sekarang. Sebab dirinya akan membuat perhitungan dengan Lisa di rumah. Memikirkan hal itu membuat seringai kejam muncul di wajahnya.
BERSAMBUNG ....
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 42 Episodes
Comments
Agustina Kusuma Dewi
yang ada rasa cembokur akutt.. silahkan melampiaskan.. emang enak sok.. 😏😏😏😏
2023-01-31
0
Azzam
Rayhan marah2 Mulu... ngaca dong
2022-02-04
0
Nur Rachmawati
Fuhhhh Sereeemmm bangedddd yakkk Rayhannnn..
next thor
2022-01-24
1