Rana berdiri di dekat jendela kamarnya sambil bersedekap. Matanya berkaca-kaca melihat pemandangan di bawah. Selama satu tahun mengejar cinta Rayhan, ia tidak pernah merasakan rangkulan dan gandengan tangan pria itu, apalagi cumbuannya. Namun, saat ini ia disuguhkan pemandangan yang menyakitkan hatinya.
Rayhan menyampirkan jasnya di bahu Lisa yang terbuka. Rana yakin gaun indah itu pasti pemberian Rayhan. Ia bertanya-tanya, ke manakah mereka malam ini? Sekarang sudah waktunya semua orang tidur, dan kedua orang itu malah baru pulang ke rumah.
Rana terbakar api cemburu. Rasa cemburu itu kini telah menghanguskan rasa sayangnya kepada sang adik.
Wanita itu tertawa lirih. Ia menyesal membawa Lisa ke dalam rumah ini. Jika dirinya tahu Rayhan akan menyukai adiknya, Rana tidak akan repot-repot mengundang Lisa untuk tinggal bersama mereka.
"Tidak ada seorang pun yang dapat merebut Rayhan-ku."
***
Lisa melepaskan jas Rayhan yang tersampir di bahunya dan menyerahkan kembali kepada si empunya.
Rayhan masih memandanginya dengan seringaian yang sama sejak pesta usai tadi. Terang saja membuat Lisa risi. Sedapat mungkin wanita itu menghindari tatapan Rayhan.
"Selamat malam, Rayhan!" ucap Lisa. Mereka telah sampai di depan kamar Lisa. Namun, bukan Rayhan namanya jika tidak bertindak di luar akal sehat. Tanpa bisa dicegah, pria itu ikut masuk ke dalam kamar dengan kecepatan yang tidak bisa dilihat oleh Lisa, dan sebelum gadis itu melontarkan kata-kata pedasnya, Rayhan menekannya ke pintu yang tertutup dari dalam. Pria itu mengepung kepala Lisa dengan sepasang tangan kekarnya.
Lisa menahan napas. Apalagi sekarang?
"Kau tahu Lisa, sepertinya aku telah berubah pikiran."
Wanita itu menatap kedua manik mata Rayhan. Sorot matanya tegas, tetapi lembut.
"A-apa maksudmu?"
"Awalnya, aku memang berniat untuk mengusir kalian berdua dari rumah ini sebab aku tahu tujuan kakakmu adalah untuk merebut harta kekayaan ayahku. Aku berpikir kau akan sama seperti kakakmu. Namun, mungkin aku salah, kau memang benar-benar polos. Lalu, sekarang aku mengubah keputusanku. Aku tidak ingin kalian berdua pergi dari rumah, tetapi aku hanya ingin kakakmu saja. Aku ingin Rana Destia yang keluar dari rumahku, dan kau tetap di sini bersamaku."
Lisa tercekat. Ia tidak melihat ketidakseriusan di sepasang mata tajam pria itu. Rayhan sungguh gila. Tidak mungkin Rayhan membuat Rana yang tidak lain adalah istri ayahnya keluar dari rumah ini. Seharusnya yang keluar adalah dirinya.
"Jangan mengada-ngada, Rayhan. Kakakku tidak akan keluar dari rumah ini. Jika kau tidak ingin salah satu dari kami di sini, maka aku yang akan pergi. Aku akan meninggalkan rumah ini, bahkan sebelum kau bangun pagi. Apa kau puas?"
Rayhan tidak bisa menerima pernyataan Lisa. Ia tidak ingin gadis itu keluar dari rumahnya karena hatinya sudah terbiasa merasakan keberadaan Lisa.
"Kau tak akan ke mana-mana. Coba saja melarikan diri, aku tak segan-segan menyakiti kakakmu."
Lisa menggeram. Berdebat dengan pria berengsek itu membuatnya sakit kepala. Mungkin hanya manusia bebal yang tahan dengan Rayhan.
Lisa mencoba mendorong tubuh Rayhan, tetapi pria itu malah semakin mendekat sehingga kini tubuh mereka menempel erat.
"Tidak ada ciuman selamat malam untukku?" bisik Rayhan seduktif.
"Jangan--"
Tok, tok, tok.
Hati Lisa mencelos lega saat ketukan di belakangnya menghentikan gerakan Rayhan yang akan menciumnya. Mata Rayhan mendelik tajam seolah-olah bisa menembus pintu di belakang Lisa.
Ketukan itu terdengar lagi. Sepertinya seseorang di balik pintu sudah tidak sabar.
"Aku mohon menyingkirlah!" desis Lisa seraya mendorong Rayhan kuat-kuat. Pria itu terhuyung ke belakang. Tubuhnya melemah karena hasrat yang telah diinterupsi oleh si tamu.
Lisa bergegas membuka pintu kamarnya, dan sedetik kemudian terkesiap ketika melihat Rana berdiri di sana. Rana menatap tajam padanya alih-alih melotot pada Rayhan.
"Ka-kak, aku ... aku bisa menjelaskan ini," gumam Lisa gemetar.
"Kau tidak perlu menjelaskannya, Lisa!" marah Rana. Wanita itu beralih kepada Rayhan yang berjalan santai keluar kamar. "Rayhan, di mana tata kramamu? Kau mengantar seorang gadis sampai ke dalam kamarnya?"
Rayhan menghentikan langkah dan berbalik menghadap Rana. "Ini rumahku dan aku bebas melakukan apa saja di sini. Lagi pula, Lisa adalah kekasihku. Kenapa kau sewot sekali?"
Rana tidak menjawab, terlebih lagi Lisa. Perseteruan melalui tatapan mata di antara Rayhan dan Rana saja sudah membuatnya merinding.
"Oh, apa kau cemburu? Karena selama ini kau menyukaiku, tetapi aku tidak menginginkanmu? Lalu, apakah ayahku tidak bisa menggantikannya? Aku dan ayahku bukannya sama saja? Di mana beliau sekarang, jika boleh kutahu? Aku bertanya-tanya, apakah tidurnya tenang sementara istri tercinta berkeliaran di dalam rumah dan mengganggu kesenangan orang lain," cemooh Rayhan sinis.
Wajah Rana memerah. Rayhan sukses membuatnya malu di depan Lisa.
"A-apa yang kau bicarakan? Dasar kau tidak mempunyai sopan santun!" gertak Rana. Suaranya gemetar menahan tangis.
Lisa tidak bisa tinggal diam melihat Rayhan menyerang kakaknya dengan kata-kata. Ia maju untuk berdiri di samping Rana dan mengalihkan pandangan Rayhan padanya.
"Cukup, Rayhan! Kau tidak bisa menghina kakakku lagi," kata Lisa dingin.
Rayhan menatapnya. "Kalian memang pantas dihina …." desis Rayhan, "kalian pasti tidak menyangka hidup kalian yang dulunya melarat akan sejahtera seperti sekarang ini. Kau, Rana, menggunakan tubuhmu untuk memikat ayahku. Kau memanfaatkan pernikahanmu untuk mendapatkan dua tujuan sekaligus. Seharusnya kau malu!"
Plak!
Lisa menutup mulutnya, terkejut dengan apa yang dilihatnya. Tangan Rana masih berada di udara, sementara Rayhan tercengang setelah mendapatkan tamparan keras itu. Matanya berkilat-kilat marah menatap Rana. Lisa bisa mendengar kakaknya bernapas kasar dan mendesak.
Rayhan belum pernah mendapatkan tamparan dari wanita mana pun. Tindakan Rana melukai harga diri dan martabatnya. Rahangnya berdenyut hebat dan matanya melotot seolah-olah ingin melompat keluar. Dengan cepat sebelah tangannya menyambar tangan Rana yang menamparnya tadi.
Lisa melangkah ke depan dan menahan tubuh Rayhan. Ia menggeleng kuat-kuat. Saat ini, pria itu bisa saja melukai kakaknya.
"Jangan, Rayhan. Aku mohon," harap Lisa.
Rayhan menelan ludah.
Dengan satu sentakan keras, Rayhan mendorong Rana. Wanita itu terhuyung ke belakang dan Lisa segera menyambar tangan kakaknya. Lisa mendekap tubuh Rana yang gemetar ketakutan.
Rayhan berjalan menjauh, menghampiri kamarnya sendiri, lalu membanting pintu dengan sangat keras.
Lisa menangis di pelukan Rana. Untung saja Rayhan tidak membalas tamparan kakaknya. Rana termenung di bahu Lisa. Tidak ada yang bisa Lisa lakukan, selain membela kakaknya tersebut.
***
Hari ini Lisa libur. Namun, ternyata pagi ini Aksa berangkat ke Saudi Arabia untuk perjalanan bisnis. Pria paruh baya itu harus meninjau lokasi pengeboran minyak di sana bersama perusahaan partner-nya. Rayhan menolak untuk ikut. Ia beralasan ingin fokus pada rapat direksi yang akan diadakan besok pagi.
Tidak lupa Rana dibawa serta oleh Aksa. Rayhan berharap mereka berdua tidak akan kembali lagi ke rumah agar ia bisa menguasai semuanya di sini.
Rayhan tidak membenci ayahnya, tetapi ia membenci Aksa yang kini sudah terpikat pada Rana. Mereka tidak bisa dipisahkan layaknya pasangan muda, dan itu membuatnya ingin muntah.
Lisa mencari kesempatan untuk menemui Rayhan. Ia perlu berbicara kepada pria itu, dan saat Rayhan sedang bermain golf di taman belakang rumahnya, gadis itu memberanikan diri untuk mendekat.
"Rayhan."
Rayhan mendengar, tetapi tidak menoleh sedikit pun.
"Aku ingin berterima kasih kepadamu karena kau tidak membalasnya semalam," lanjut Lisa.
Rayhan menghentikan ayunan tangannya dan menopangkan tangan di stik yang dipegangnya.
"Aku tahu kau sangat membenci kami, tapi ketahuilah Rayhan. Kami tidak bermaksud jahat padamu. Aku bisa menjamin itu."
Rayhan membalikkan badan dan mendapati Lisa berdiri tidak jauh darinya.
"Sejak kecil, kami tumbuh tanpa kasih sayang orang tua. Kami hidup dengan bantuan belas kasihan tetangga. Kakak selalu mengajarkan kepadaku untuk mengingat kebaikan mereka. Jika sudah besar tidak boleh melupakan bagaimana kehidupan kami dulunya. Aku selalu menanamkan hal itu di diriku, Rayhan. Kau boleh saja mengatakan kalau kami orang kampung karena memang begitulah keadaannya. Aku tidak menyangkal hal itu sama sekali. Akan tetapi aku mohon, jangan menganggap kakakku memanfaatkan ayahmu karena mereka saling mencintai. Usia bukanlah masalah penting untuk kakakku. Aku lihat dia sangat berbakti pada ayahmu. Kau tidak pernah mengerti mereka, oleh karena itu kau menuduh kakakku yang bukan-bukan."
Rayhan mendengkus. "Kau salah, Lisa. Kakakmu telah dibutakan oleh ketamakan dan cinta. Apa kau tidak pernah mendengar, seseorang bisa saja berubah menjadi bukan dirinya saat dipertemukan oleh harta dan nafsu? Kakakmu adalah salah satunya. Aku tidak akan repot-repot menunjukkan kepadamu bahwa kakakmu adalah ular. Aku harap kau akan menyadarinya suatu saat nanti."
Lisa tertegun.
Rayhan melempar stik golf-nya sejauh mungkin, kemudian berjalan menjauh. Pria itu sedang tidak ingin diganggu oleh siapa pun di sini, terutama Lisa.
Ponsel di saku celana Lisa bergetar, membuat lamunan wanita itu buyar. Segera ia mengeluarkan benda tersebut dari sana dan membaca pemanggil di layarnya.
"Carissa?"
***
Rayhan menyibukkan diri di ruang gym khusus di rumahnya. Pria itu berlari di atas treadmill sambil terus memikirkan kata-kata Lisa tadi. Rayhan frustrasi, karena kini wanita itu telah menguasai 80 persen tempat di memori otaknya.
Wanita itu ternyata berhati lembut, tidak seperti kakaknya. Aku tidak tahu apakah dia begitu polos atau bodoh karena tidak menyadari kejahatan kakaknya. Apakah dia tidak tahu kalau seseorang bisa saja berubah karena cinta? gumam Rayhan dalam hati.
Rayhan tercekat dengan pikirannya sendiri. Ia hampir saja terjungkal ke belakang jika tidak cepat-cepat turun dari treadmill yang sedang bergerak itu.
Rayhan mengatur napasnya yang terengah-engah, lalu menyeka wajahnya yang berkeringat dengan handuk. Pria itu tidak menyangka bisa memikirkan kalimat terakhir di dalam kepalanya. Seseorang bisa saja berubah karena cinta?
Pria itu menelan ludah dengan susah payah. Bibirnya terasa kering. Kenapa kalimat itu begitu berpengaruh terhadap detak jantungnya. Rayhan buru-buru menggelengkan kepala. Ia tidak mungkin jatuh cinta, tidak mungkin! Namun, sekeras apa pun Rayhan menyangkalnya, kata-kata itu seolah mengontrol hatinya.
Tepat saat Rayhan yang mungkin akan membenturkan kepalanya ke dinding, deringan ponselnya pun menginterupsi. Ia mengambil benda persegi panjang itu dari atas kursi dan membaca pesan yang dikirim oleh Rizal.
Rizal: [Hey, Tuan Andira. Apa kau tahu, Carissa mengajak Lisa ke acara kencan? Cepat selamatkan gadis pujaanmu sekarang juga! Di D'tekocafe!]
Tanpa sadar Rayhan melempar ponselnya ke lantai berkarpet dengan amarah meluap-luap. Selalu saja nama Lisa. Bisakah wanita itu menghilang dari kehidupannya?
Untuk beberapa saat, Rayhan hanya bertolak pinggang dan menatap ponsel yang tidak bersalah itu tergeletak di lantai. Ia sedang menahan dirinya agar tidak menginjak benda itu.
"Aish! Lisa lagi, Lisa lagi! Lama-kelamaan wanita itu membuatku gila!”
BERSAMBUNG ....
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 42 Episodes
Comments
Nur Rachmawati
Awassssss...Rayhan jatuhhhh cintaaa..
pada dirinyaaaa ....Lisa.
next thor
tq
2022-01-29
1