...****************...
...Premium Royal Hospital...
Pagi Hari
Aku sudah sampai di lantai 7 Ruang Lily, sebelumnya aku bertemu Security yang berjaga di pintu depan dan beberapa Suster jaga yang menyapaku.
Dokter Barry sebelumnya sudah memberitahukanku bahwa Nona Shyla sudah di pindahkan ke kamar VVIP 1 No.9 dilantai ini.
Sepertinya hanya untuk ruang kelas VVIP saja, karna yang kulihat hanya ada beberapa ruangan Eksekutif dengan amar yang besar di seluruh lantai ini.
Aku bergerak melangkah mencari kamar dengan nomor tersebut. Lalu aku melihat di kejauhan ada dua pria berbadan tegap berdiri di depan pintu sebuah kamar.
Ruang Lily
"7... 8...9..."
Ah disini rupanya. Aku menunjuk nomor kamar yang tertempel di depan pintu. Dan dua orang pria tadi sudah menyapaku terlebih dahulu.
"Selamat pagi Tuan Daren," sapa kompak dua pria tegap tersebut.
"Pagi pak, apa Nona Shyla benar dipindahkan ke ruangan ini?" tanyaku.
"Betul Tuan, silahkan masuk."
"Mmm, ngomong-ngomong kalian siapa?" apa kalian tidak bersama keluarga Nona Shyla?" tanyaku penasaran.
"Maaf Tuan, mulai hari ini kami bekerja menjaga Nona Shyla 24 jam, dan kami siap membantu jika Tuan memerlukan bantuan kami," ujar salah satu pria tersebut.
Kedua pria tegap tersebut membungkukkan badannya seakan memberi hormat padaku, aku justru merasa tak enak di perlakukan seperti ini.
"Silahkan masuk Tuan, Nona sudah menunggu."
Aku melewati kedua pria itu, "Oke, saya masuk ya."
Lalu aku perlahan melangkah ke dalam kamar, kulihat Nona Shyla sedang menatap keluar jendela.
Aku memperhatikan dari jauh, hari ini wajahnya terlihat lebih segar. Dan aku memperhatikan sekeliling, ruangan ini begitu besar tak nampak seperti ruang inap.
Ada sofa ruang tamu, tv led, kulkas, dispenser, meja makan, juga kitchen set mini, sebuah toilet mandi yang terpisah dengan washtafel, dan ada juga kursi pijat.
"Super mewah sekali, aroma kamar ini juga sangat harum wangi cherry blossom tebakanku."
"Hey, sudah berapa lama kamu disitu?" sapanya menyadarkanku.
"Ah Non, apa sudah sarapan?" tanyaku mengalihkan pembicaraan.
"Aku mau di suapin kamu," jawabnya.
"Oh, Baik Non."
Apa aku tidak salah dengar, aku belum pernah menyuapi orang lain, sekalipun itu Ibuku.
Aku melihat baki sarapan sudah tersusun rapi di atas meja makan dan aku segera mengambilnya.
Di baki ada terdapat menu dengan nasi lembek, sayur bayam jagung, satu potong dada filet di bumbu kuning, perkedel sayur, juga telur bulat matang satu butir.
Ada potongan buah semangka dan melon, dan segelas susu plain. Masih hangat.
"Nona mau makan yang mana lauknya?" tanyaku.
Sambil melirik baki menu yang aku tunjukkan, ia menunjuk menu dada filet, nasi dan bayam jagung.
Aku menyuapi nya sesuap demi sesuap, sampai habis setengah piring.
Lalu ia menunjuk pada potongan buah. Aku kembali menyuapi buahnya sepotong-sepotong.
Sekilas aku melihat wajahnya yang cantik natural, tidak lagi nampak pucat, namun masih terlihat wajah lemasnya.
Perban di hidungnya yang patah pun sudah di lepas, beberapa jahitan juga sudah samar terlihat.
Lalu dia menepuk tanganku, menyadarkan lamunanku.
"Hey, kamu melamun terus. Aku mau minum air putih," ujarnya.
"Sebentar saya ambilkan."
Setelah itu aku menyodorkan segelas air putih kepadanya dengan menggunakan sedotan, setelah habis satu gelas ia minum lalu aku merapihkan baki dan gelas membawanya ke sink di dapur.
Aku kembali duduk ke samping tempat tidurnya.
Ia kembali menunjukkan wajah nyerinya saat tak sengaja menggerakkan salah satu anggota tubuhnya.
Aku semakin tak tega melihatnya.
"Nona, bagaimana keadaan Nona sekarang?" tanyaku.
"Aku sudah lebih enakan, terima kasih ya sudah menyuapiku."
"Saya cuma membantu. Semoga Nona cepat sembuh."
Jauh di lubuk hatinya, Shyla merasa pria inilah yang menyelamatkan hidupnya. Shyla tak ingin mengingat kejadian hari itu, tapi dengan adanya pria ini di depannya sekarang, mau tidak mau Shyla harus bisa membalas kebaikan pria ini suatu saat nanti.
"Tadi aku nanya suster, katanya kamu udah dua minggu lebih nemenin aku di sini. Dan waktu aku kecelakaan kamu yang bawa aku ke rumah sakit."
Daren memalingkan wajahnya keluar jendela, karna ia tak tahu harus menjawab apa.
"Aku jadi enggak enak sama keluarga kamu di rumah, kamu juga pasti udah ninggalin kerjaan kamu, gara-gara nunggu aku di rumah sakit," ujarnya bersuara parau menahan tangis, lalu menunduk.
"Nona enggak usah pikirkan saya, saya senang kok melakukannya. Jangan mikir macam-macam ya...saya cuma mau Nona lekas sembuh."
Aku tak ingin melihat ia menangis, dan aku belum pernah melihat seorang wanita menangis di hadapanku, biarlah aku sendiri yang menyimpan alasannya.
Lalu kami berdua menunduk terpaku ditempat masing-masing.
Tak lama ada ketukan pintu dari luar.
"Tok...Tok...Tok..."
"Permisi Tuan, Nona Shyla."
Ternyata Dokter Barry sedang visit, dan langsung menyapa kami berdua.
"Bagaimana Nona kabarnya, sepertinya wajah anda sudah terlihat lebih segar hari ini. Semoga seterusnya semakin sehat ya." Dokter Barry melanjutkan pemeriksaannya menggunakan Stetoskop.
"Sudah lebih enak Dok," jawab Nona Shyla tersenyum.
Aku langsung berdiri dari tempatku duduk.
"Sus, tolong di cek ya semuanya. Nanti siang kita akan rontgen untuk melihat bagaimana progres tulang yang sudah di operasi sebelumnya. Jika hasilnya bagus semuanya next bisa jadwal therapy untuk berjalan ya," ujar Dokter sambil mengarahkan suster untuk menyuntikkan beberapa obat melalui infus.
Suster melakukan tugasnya, sementara aku hanya memperhatikan tak jauh dari situ. Nona Shyla berbicara dengan Dokter Barry, sesekali melirik ke arahku. Entah apa yang mereka bicarakan.
Tiba-tiba handphone ku berbunyi. Aku mengambil handphone yang ada disaku celanaku, aku liat sekilas di layar panggilan dari "Ibu".
Aku pamit kepada mereka untuk keluar menjawab telfon.
Sambil mengangkat telfon aku berjalan keluar kamar, agak menjauhi dua pria tegap yang ada di depan pintu.
"Hallo bu."
"Daren, apa kabar kamu? Di mana sekarang?" tanya ibu diujung telfon.
"Aku baik bu, sekarang aku lagi di rumah sakit membesuk temanku."
"Siapa yang sakit Ren?"
"Oh, teman kerja bu." Aku menggaruk kepalaku yang tak gatal.
"Mmm, gimana kabar Tante?" Sahutku mengalihkan pembicaraan.
"Tante Karlin masih belum pulih, malah rencananya lusa akan dioperasi. Ibu mungkin jadi lebih lama di sini, karna anak-anak Tantemu kan tinggal di luar negeri, Om Arlan kasihan sendirian mengurusnya."
"Sampaikan salam ku untuk Tante dan Om ya, Ibu juga jangan sampai telat makan."
"Ya udah, Ren. Sudah dulu telfonnya ya, Ibu mau siapin makanan dulu untuk di bawa ke rumah sakit," tutur Ibu.
"Okay bu. Aku sayang Ibu."
Untung saja Ibu tak tanya macam-macam.
"Huft"
Lalu aku kembali masuk kedalam kamar.
"Kalau begitu saya visit ke pasien lain dulu ya," seraya menyentuh tangan Nona Shyla.
"Oya, mulai besok Tuan Daren bisa membawa Nona Shyla berjalan-jalan dengan kursi roda ke taman atau sekitar paviliun untuk menghirup udara segar, dan berjemur. Kami akan siapkan kursi rodanya besok ya," ujar Dokter itu kepadaku.
"Baik Dok, kalo Nona Shyla mau saya pasti mengajaknya keluar besok pagi."
"Ok Dok, Sus. Terima kasih ya."
Setelah Dokter dan suster pergi aku menghampiri Nona Shyla.
"Maaf Non, aku ijin sarapan dulu ya. Kalo Nona ada perlu apa-apa bisa panggil suster jaga, tinggal pencet tombol ini," sembari aku menunjukkan tombol control yang berada di kanan tempat tidurnya.
Lalu ia meraih tanganku. "Cepat kembali ya!"
Aku menoleh seketika, tak sengaja tatapan kami bertemu.
"Aku pun membalas dengan senyuman." Karna tak tahu harus menjawab apa lagi.
...****************...
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 104 Episodes
Comments
Bintun Arief
siaoa sih shyla
2020-11-19
1
Rell Sepur 🍆
next kakk,, seru critnya
2020-11-15
3
🍫Bad Mood 🍰
next next next
2020-10-09
1