...****************...
...Premium Royal Hospital...
Keesokan Harinya.
Jam dinding menunjukkan pukul 07.00 pagi. Aku sudah bersiap untuk mengajak Shyla berkeliling taman di rumah sakit pagi ini. Semoga ini bisa menjadi penyemangat kesembuhan untuknya.
Ruang Lily
Aku berjalan menyusuri paviliun lantai rumah sakit menuju kamar rawat di situ aku bertemu dengan dua pengawal yang biasa berjaga di depan kamar.
"Pagi Tuan Daren." seperti biasa para Suster menyapa dan membungkukkan badan dengan kompak.
Aku mengangguk tersenyum lalu melaluinya masuk ke dalam kamar.
"Hai..." sapa Shyla dengan tersenyum.
Aku melihat Nona Shyla tak lagi memakai baju khas pasien, hari ini ia mengenakan dress berkancing ukuran selutut berwarna kuning kentang.
Tak terlihat lagi raut pucat dan kesedihan selain wajahnya yang semakin tegas menampakkan kecantikan alaminya dengan pipi merona bagai buah cherry, alis hitam tegas, warna mata coklat terang, dan rambutnya terurai panjang hingga mencapai pinggangya bergelombang di bagian bawah.
"Ah!" Siapa yang tega membuatnya terluka," batinku dalam hati.
"Nona, sudah siap rupanya."
Dua orang suster membantu Shyla duduk di kursi roda dengan hati-hati bangun dari tempat tidur.
Aku melangkah ke luar paviliun sambil mendorong kursi roda, mumpung matahari masih segar, aku mengajaknya berkeliling taman rumah sakit melihat air mancur di tengah taman dan menyusuri beberapa koleksi bunga-bunga yang di tanam pada taman rumah sakit ini.
Lalu Shyla mengisyaratkan untuk berhenti di sebuah kursi batu di samping kolam air mancur dengan hiasan patung burung bangau.
"Berhenti disini dulu ya...aku pengen nikmatin mataharinya."
Aku mengunci rem di bawah kursi roda.
"Bagiamana dengan kakimu, apa sudah terasa ringan di bawa bergerak?" tanyaku.
Sambil memperhatikan kedua kakinya, Nona Shyla pelan-pelan mencoba menggerakan kakinya.
"Ya Ren, sudah lebih ringan, rupanya beberapa Suster setiap malam memberikan massage di beberapa titik kakiku, dan itu menunjukkan hasil."
"Katanya supaya aku rileks, karna sehabis di operasi biasanya akan menimbulkan trauma jadi saat aku memulai fisioterapi nanti lebih mudah menjalankannya. Dan, tentunya karna bantuanmu juga Ren..." ucapnya melempar senyuman padaku.
"Itu karna Nona yang semangat untuk sembuh. Aku hanya mendoakanmu agar kamu bisa beraktifitas lagi seperti sedia kala."
"Iya, tapi aku banyak berhutang budi padamu Ren. Kalau aku sudah keluar dari rumah sakit kamu masih mau menemuiku kan?" tanyanya dengan wajah memohon.
Aku diam sejenak, berfikir sambil memperhatikan gemericik air mancur yang jatuh membuat ikan-ikan di kolam bergerak kesana kemari, apa yang harus kukatakan? Aku masih ingat jelas beberapa chat yang masih aku pahami sebagai alasan mengapa aku berada di sini menjaga Shyla.
Disitu juga aku masih tidak tahu siapa orang yang meyuruhku menjaga Shyla. Kalau aku mengatakan iya namun bagaimana kalau aku tidak menepati.
"Mmm, aku..."
Shyla meraih kedua tanganku yang sebelumnya aku simpan di kedua saku jaket bomberku.
"Daren, terimakasih banyak ya."
Tatapan matanya begitu tegas, aku sampai tidak enak di lihatnya begitu. Kenapa aku jadi bingung sendiri, seperti ada perasaan aneh yang mengalir berdesir menyentuh tulang.
"Sama-sama."
Setelah hampir satu jam di taman, aku kembali membawa Shyla untuk kembali ke dalam kamar, nanti sore akan ada rontgen untuk melihat perkembangan beberapa struktur tulang yang sebelumya sudah dioperasi.
Sore Harinya
Nona Shyla, seperti yang kita lihat sama-sama hasil dari rontgen menunjukan beberapa operasi kemarin berhasil menempatkan struktur tulang seperti semula.
Untuk cedera di kepala sudah tidak ada yang perlu dikhawatirkan lagi, dan jika di tambah dengan fisioterapi rutin dan minum obat yang saya berikan mudah-mudahan akan lebih cepat untuk bisa beraktifitas lagi, kita fokuskan dulu untuk belajar berjalannya ya.
Doktef Barry menjelaskan dengan rinci, aku ikut menyimak sekaligus di dalam hati bernafas lega karna berarti sudah hampir selesai tugasku, memastikan Shyla akan kembali menjalani kehidupan normalnya.
Nantinya fisioterapi juga bisa dilakukan dengan rawat jalan, karna hampir 80% kesehatannya sudah kembali normal selama di rawat di rumah sakit.
Tak terasa sudah hampir satu bulan aku di rumah sakit menemaninya.
Hari ke 45
Hari yang di tunggupun tiba, lebih tepatnya hari yang juga sangat aku nantikan.
Shyla hari ini pulang dari rumah sakit, dua orang pengawalnya sedari tadi sibuk mengepaki barang-barang di kamar perawatan dan memasukkan koper kedalam mobil yang sudah terparkir di lobby rumah sakit.
Tak lupa aku menitipkan koper besar yang dahulu seseorang memberikannya padaku, berisi baju lengkap atasan dan bawahan, segala keperluanku selama di rumah sakit, bahkan ada sendal, sepatu, underwear, topi, handuk, jaket dan kebutuhan lain dalam koper itu.
Saat ini Shyla masih menggunakan kursi roda, namun dia sudah bisa berdiri sendiri dan berjalan walau baru beberapa langkah.
Semangatnya untuk sembuh memang sangat besar, aku bisa melihatnya.
Aku mengobrol dengan beberapa Suster, sambil sesekali memperhatikan Shyla yang sedang mengobrol dengan Dokter Barry.
Beberapa saat obrolanku terhenti mendapati handphoneku bergetar di dalam saku celana jeansku. Lalu aku melihat dilayar handphone ada pesan masuk dari nomor tak dikenal.
Isi Pesannya :
"Terimakasih atas bantuanmu kepada Nona Shyla. Tugasmu selesai."
Lalu aku membalasnya :
"Sama-sama, aku akan mengembalikan uang $5000 yang anda transfer, dan koper juga sudah ku titipkan pada pengawal Nona Shyla, terimakasih."
Belum sempat aku menunggu balasan pesan, tiba-tiba Shyla berada di depanku dengan kursi rodanya.
"Daren, kamu sedang apa? apa pacarmu menguhubungimu?" tanyanya.
"Hah? enggak, aku enggak punya pacar, ini ada orang kantor menghubungiku," Sahutku sambil menggaruk-garuk kepalaku yang tidak gatal.
"Kau akan ikut denganku kan?" tanyanya lagi.
"Mmm, maaf Nona aku rasa aku cukup sampai mengantarmu ke mobil saja ya."
Shyla sebetulnya ingin mengenal lebih jauh sosok Daren, tapi rupanya ia betul-betul hanya sebagai penyelamat hidupku, tak menginginkan untuk berteman lebih lama.
"Kalau gitu aku minta nomor handphonemu ya..." pintanya tersenyum sambil menyerahkan handphonenya padaku.
"Ah, nomor handphoneku?"
Kalau aku memberikannya apakah ini di sebutnya aku masih harus berhubungan dengannya.
Aku sebetulnya tak begitu mau tahu apa yang terjadi pada kehidupannya, dan yang pasti aku selalu melihat rasa sakit yang ia rasakan setiap aku berbicara dengannya, Shyla selalu terlihat tidak minat membahasnya dan aku juga tak ingin meneruskannya.
Aku berfikir sejenak.
Lalu, baiklah...aku ketik nomor handphoneku, setelah itu mengembalikannya.
"My Hero." Begitu Shyla menamai kontaknya di Handphone.
"Nona kami sudah siap, apa ada lagi yang harus kami urus?" tanya salah satu pengawalnya.
"Sudah pak."
"Baik Nona."
Sebuah mobil Range Rover hitam dove sudah terparkir di lobby sedari tadi.
Aku membantu menggendong Shyla dari atas kursi roda untuk mendudukinya di dalam mobil.
Lalu pengawal tersebut bergegas melipat kursi roda dan menyimpannya di bagasi.
Setelah itu, aku mundur beberapa langkah, namun tangan kiri Shyla menarik lengan jaketku mendekat padanya.
"Cup"
Shyla mencium pipi kananku, sedikit hampir mengenai ujung bibirku. Ia berbisik pelan dit telingaku "Ren, slalu ingat aku ya...!"
Sesaat itu aku melambaikan tangan kepadanya setelah Shyla menutup pintu mobilnya, dan berlalu pergi.
"Huffft."
"Apa maksud kata-katanya!"
...****************...
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 104 Episodes
Comments
Bintun Arief
terus nyimak, masih abu-abu 😁
2020-11-19
1
Rell Sepur 🍆
mrasa ga asing ama nama daren, akaka lanjut
2020-11-15
3
🍫Bad Mood 🍰
ehm ehm.. 😁
2020-10-09
1