Air mata kini membasahi pipiku. Tak terasa aku begitu hanyut dalam kejadian yang Arumi alami, sampai sampai aku dapat merasakan setiap goresan luka yang dibuat pada tubuh seorang gadis tak berdosa itu.
Tangan lembut kini menempel dipipiku. Sentuhan itu membuatku sedikit terkejut. Nayla mengusap air mata yang jatuh dari mataku dengan tangannya yang begitu lembut.
"Sudah mas, jangan menangis. Insyaallah Arumi sudah tenang. Sekarang kita lanjut menonton, barang kali ada bukti penting yang terekam cctv"
Kuanggukan kepala dan melanjutkan melihat kejadian memilukan yang dialami Arumi. Hujan kini turun begitu deras dalam rekaman, jeritan Arumi terdengar walaupun samar karna suara hujan yang begitu lebat. Tangisan pilu yang menyatakan bahwa sang pemilik suara tengah menjadi bahan pelecehan dan kekerasan kini menjadi satu. Kututup telinga dan terus metap ke layar monitor walaupun tak menampilkan siapapun.
Nayla kini ikut meneteskan air mata, terbayang bagaimana ia dan Arumi sejak kecil sudah bersama dan memiliki ikatan batin walaupun bukan keluarga. Kalau saja kamera ini menyorot pada aksi sang pelaku terhadap Arumi. Mungkin saja aku akan lebih hancur dan takan pernah mau melihat aktivitas apapun saat itu.
Kupandangi dengan teliti, tak ada yang mencuriga ditempat itu. Hingga tak berselang lama, pria misterius yang membunuh Arumi kini terlihat lagi di kamera dan memegang wajah sebelah kanan. Darah menetes dari belakang telinga sang pelaku, namun diambilnya sapu tangan batik coklat dari kantong celana dan mulai mengelapkannya. Tunggu, sepertinya aku tahu sapu tangan itu.
"Mas aku pernah melihat sapu tangan itu dirumah!" seru Nayla mengejutkan aku dan Hamdi.
"Aku juga seperti pernah melihatnya Nay. Tapi apakah benar ada dirumah ?" tanyaku memastikan.
"Benar mas aku pernah menemukannya saat disuruh ibu untuk membersihkan gudang belakang. Dan terlihat juga ada noda disapu tangan itu yang aku kira itu air seni atau darah seekor tikus sebab terlihat noda itu mulai mengitam"
Nayla terlihat begitu yakin saat menyataka apa yang pernah dia lihat dibelakang rumah. Namun aku pun yakin pernah melihatnya dulu dikantor saat aku baru beberapa bulan mengenal Arumi.
"Jika kalian pernah melihat sapu tangan itu, segera cari dan temukan itu sebagai barang bukti. Jika benar itu sapu tangan yang digunakan pelaku maka, tak lain dan tak bukan bahwa pembunuh Arumi ada dilam rumahmu Dan" terang Hamdi.
Jika benar pelaku pembunuhan Arumi adalah orang rumah, maka aku tak akan pernah segan untuk membuatnya hancur, sampai dia akan memilih kematian sebagai jalan keluarnya.
Waktu sudah menunjukan pukul 16.00. Kuakhiri pertemuan dengan Hamdi dan tak lupa untuk berpamitan kepadanya.
" Ham, makasih banyak udah mau bantu aku cara pelaku kasus Arumi" kuulurkan tangan kepada sahabat sekolahku dulu.
"Sama sama Zidan. Kau tak usah ragu untuk meminta bantuanku. Aku tahu aku ini sangat baik hati dan tidak sombong, maka dari itu, panggilah aku jika kau memerlukan tenagaku. Aku akan siap membantu asal bayarannya pas" tawa Hamdi kini menggelegar diruangan restoran ini.
Sial! ternyata dia melakukan itu karna ada maunya.
"Dasar kau mata duitan ! kau itu dulu saat disekolah selalu ku bela saat dihajar oleh anak anak lain. Sekarang aku memerlukan tenagamu, malah kau rupiahkan" aku berucap dengan kesal.
"Santai bro. Aku cuman bercanda. Jangan lupa jika nanti Nayla tak mau lagi sama adikmu, hubungi aku. Aku siap menjadi imamnya Nayla berikutnya" Dikedipkannya lagi mata sebelah kanan. Semakin lama kulihat Hamdi seperti seekor cacing sungguhan.
"Kau ini Ham!" kukejar dia seraya memegang sendok yang ada diatas meja.
Nayla kini tersenyum kearah kami berdua. Senyumnya yang manis membuatku terpana akan kecantikan yang ia miliki. Hingga aku tak sadar mengapit lengannya dan mulai menariknya keluar restoran menininggalkan Hamdi seorang diri.
"Dasar kau TUTI!! Tukang tikung" teriaknya padaku.
Aku yang acuh akan teriakannya kini membuka pintu mobil agar Nayla segera naik. Tak lupa aku pun segera membuka pintu kemudi dan langsung tancap gas.
Kini aku dan Nayla berada didalam mobil tanpa mau saling membuka obrolan. Kuketuk stir berulang kali untuk memecah keheningan dilampu merah. Hingga tak sengaja Nayla bersin dan menumpahkan hujan ke berbagai arah. Aku yang mendengar serta melihat semua air liur yang memuncrat kini bingung harus apa. Hingga tiba tiba saja Nayla menangis dengan keras.
"Kamu kenapa ? apa ada yang sakit ?" tanyaku panik.
Tangis Nayla kian keras, tak dapat kubendung tatapan tajam dari arah luar mobil. Banyak mata menatap kami disini. Pasti mereka menyangka bahwa aku telah menyakiti Nayla ataupun bisa jadi mereka menyangka bahwa aku telah berbuat yang tidak tidak.
"Nay kumohon berhentilah menangis. Orang orang melihatku dengan tatapan tajam Nay. Kamu kenapa sih tiba tiba nangis gak jelas?!"
"Kamu yang salah mas! aku bersin dan semua liur ku keluar. Aku malu!" bentaknya.
Tak dapat kupercaya, bahwa ia menangis karna malu padaku. Kini dia menutup wajah dengan kedua tangannya dan terus saja terisak. Aku yang bingung harus apa kini melihat kerah luar dan tersenyum kecil kepada para pengendara disampingku.
Lama aku memikirkan cara agar Nayla bisa tersenyum kembali. Hingga aku punya ide yang sangat cemerlang. Kuambil boneka kecil yang sering ada dimobilku. Bentuk beruang merah, dengan warna yang sudah hitam pekat karna debu kini ku genggam dengan erat. Ku tempelkan didekat hidung beberapa kali. Hingga apa yang kutunggu tunggu tiba.
"Hatchimmm!" dengan keras aku bersin.
Air liur menyembut kesegala arah, aku yang sudah gosok gigi nyatanya jika bersin tetap saja kurasa bau air liur ini. Aku tak menyangka bahwa boneka ini bisa membuatku bersin sekencang ini. Aku mengelap air liurku dikaca depan, hingga aku melihat sebuah cairan tengah menggantung dibawah hidungku. Ingus.
"Mas Zidan jorok ih!" teriak Nayla. Kini wanita disebelahku tertawa dengan keras seperti kuntilanak.
Aku yang salah tingkah kini hanya bisa cekingukkan kearahnya. Bingung sudah pasti kurasa kini, perasaan malu apalagi. Niat hati ingin membuat nya ketawa justru membuatnya hampir saja kehabisan nafas.
"Maaf Nay tadinya aku ingin membuatmu terseyum. Namun ternyata aku kurang kontrol bersinku" senyum mengembang dibibirku.
Tak dapat kutahan perasaan malu terhadap Nayla. Andai saja aku tak melakukan hal konyol tadi mungkin Nayla takan pernah melihat cairan hijau dari hidungku.
"Mas Zidan ini kenapa ? sakit? itu ingus sampai berwarna hijau. Dan aa...aku masih mending tadi cuman keluar jigong, lah Mas Zidan keluar sama dedaknya. Hahaha" Nayla mulai mengejekku lagi.
Kesal, malu, menyesal, kini tercampur rata didadaku. Aku bingung harus apa, hingga kuputuskan mengelap ingus yang sudah dari tadi keluar sebelum menjadi kering. Tisu yang berada didepanku kini menjadi sasaran nya. Kutumpahkan semua rasa yang sesah didada kepada tisu melalui hidung. Kubulat bulat tisu tersebut dan memberikannya kepada Nayla.
"Mas!!! jorok ih! " Nayla sekarang mengeluarkan taringnya lagi. Kini ia mulai mencabik cabik diriku seperti seorang singa betina.
"Nay sakit Nay. Maaf. Sudah cukup." Sebisa mungkin aku menutup wajahku, agar tak mendapat cakaran diwajah tampanku ini.
Hingga beberapa saat kemudian lampu hijau telah menyala. Terdengar klakson yang ditujukan kepada mobilku karna tak segera jalan. Pyuh. Selamat.
Kupacu kereta besiku dengan kecepatan sedang, setiap perjalanan kulalui kini dengan tawa dan ejekan pada Nayla. Tak pernah aku bayangkan, jika bisa sedekat ini dengan Nayla.
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 187 Episodes
Comments
Yuli Yuli
ya bner kn ada hubungannya dgn kluarga bian pembunuhan Arumi, mgkn jg tu orgtua Zidan jg yg bunuh org yg sma
2024-04-20
0
Mien Mey
sesama pata hti udah klop lah
2022-04-02
1
Wien Narti
jorok ih...sampe diceritain detil ny
2022-03-19
0