Kini aku hanya bisa berdiri diatas kaki yang entah aku masih bisa untuk berpijak. Tawa Arumi seakan menggema dikepalaku. Aku tak tahu harus bagaimana lagi agar bisa bertahan hidup.
Wajahnya yang cantik, hatinya yang baik dan kepribadiannya yang unik membuatku seakan rapuh tanpa hadirnya dihidupku. Aku adalah pria malang, yang selalu ditinggal pergi oleh orang yang paling kucintai.
Kututup mata ini dengan harapan agar aku bisa mati secara perlahan. Tak bisakah aku ditakdirkan bahagia sekali saja. Mengapa takdir selalu mempermainkan kehidupanku.
Mentari pagi kali ini sangat menyakitkan bagiku. Tak ada sinarnya yang selalu kurindukan saat mengenai wajahku. Awan seakan acuh dengan kehadiranku dihadapannya. Dedaunan yang masih basah karna diguyur hujan semalam, kini menunduk kala aku berjalan melewatinya.
Hari ini pemakaman Arumi akan dilaksanakan. Kupakai baju putih dan peci dikepalaku. Jiwaku hilang bersama dengan Arumi yang diam. Wajahnya yang pucat kini terlihat jelas dihadapanku. Seluruh tubuhnya kini terbungkus kain kafan. Aku hanya bisa memandang wajahnya yang cantik, walaupun kini ia sudah tak bernafas tetap saja terlihat jelas cahaya dari wajahnya yang menandakan bahwa ia insyaallah merupakan bidadari syurga.
Nayla dan ibu saling berpelukan seraya larut dalam kesedihan. Tangis anak anak panti kini terdengar sangat memilukan disekelilingku. Arumi merupakan kakak yang baik dan anak yang baik bagi seluruh penghuni panti. Dia rela bekerja sebagai penjual roti keliling disalah satu toko roti sederhana dipinggir jalan demi mencukupi kebutuhan orang orang dipanti asuhan.
Kami panjatkan doa seraya harapan agar Arumi bisa diterima amal ibadahnya, serta diberikan tempat terbaik disisi Allah SWT. Kini hidupku sudah terkubur bersama raganya Arumi didalam sana, tawaku lenyap bersamaan dengan dirinya yang diam.
"Nak Zidan, ibu pamit pulang. Kau jangan terus bersedih, ingat kau harus terus menjalani hidup ini walaupun Arumi telah pergi meninggalkan kita. Kamu anak yang baik, insyaallah nak Zidan akan dipertemukan juga dengan orang baik pula. Jangan pernah sungkan untuk datang kepanti asuhan ibu, jangan sampai silaturahmi kita putus karna tak ada Arumi sebagai pengikatnya. Ibu pamit dulu, Wassalamualaikum"
Ibu Aisyah kini pergi meinggalkanku seorang diri ditempat Arumi tertidur. Tak ada yang menghalangi kami saat ini, tak ada orang ketiga diantara kami walaupun kini hanya ada aku dan Arumi disini. Aku bersimpuh dihadapan batu nisan bertuliskan nama Arumi.
Tangis yang sejak tadi kutahan, kini luruh juga mengenai pipiku dengan deras.
"Arumi, mengapa kau tega meninggalkanku sendiri? kau tahu bahwa kau adalah semangatku untuk hidup. Dan kau juga tahu, bahwa karnamu aku berubah menjadi seperti ini. Aku yang selalu membayangkan bagaimana nanti saat kita duduk dipelaminan kini harus hancur ditentang keadaan. Mengapa kau tak menghubungiku saat pria jahat itu mengganggumu ? "
Kupukul keras tanah yang ada dihadapanku, aku tak tahu harus bagaimana agar bisa meluapkan semua kemarahan dan kekecewaan yang kupendam kali ini. Seorang gadis yang sangat kucintai harus meregang nyawa karna kelalaianku. Kupeluk erat batu nisan dihadapanku, bunga yang bertaburan kini menghiasi tempat peristirahatan kekasihku.
Dering ponsel terdengar nyaring ditelingaku.
Kulihat bahwa ada panggilan masuk dari Bian dan segera menganggkatnya.
"Ya hallo, ada apa?" tanyaku.
Suara disebrang sana terlihat sangat parau. Mungkin Bian juga ikut berduka saat tahu bahwa calon kakak iparnya telah tiada.
"Mas aku ada dikantor polisi. Ini ada saksi mata yang melihat Arumi sebelum kejadian pembunuhan terjadi"
"Benarkah? ya sudah mas akan kesana. tunggu mas sebentar. Mas mau biacara sama orangnya jadi jangan sampai dia pergi sebelum mas datang" kututup telpon dengan segera. Kulangkahkan kaki menuju mobil, tak lupa memberitahu pada Arumi bahwa aku akan pergi dan nanti akan kembali.
"Sayang, mas mau pergi ke kantor polisi dulu. Kau baik baik disini, nanti mas janji akan sering berkunjung kesini dan membawakan bunga kesukaanmu yang banyak" kucium batu nisan Arumi seraya mulai melangkahkan kaki menjauh dari pemakaman. Mungkin orang orang menganggap aku ini sudah gila karna berbicara pada nisan yang merupakan benda mati. Tapi memang kenyataannya, aku memang sudah gila.
Kupacu mobil dengan kecepatan tinggi, hanya dengan beberapa menit saja, kini aku telah sampai dikantor polisi. Terlihat Bian kini sedang bercengkrama dengan seorang pria paruh baya. Kuhampiri Bian dan mulai menanyalan dia saksi kunci peristiwa pembunuhan Arumi.
"Dek, mana orang yang kamu katakan tadi?" tanpa basa basi kini aku berada dihadapan Bian dan pria asing ini.
"Oh iya mas, ini mas orangnya. Kenalin namanya Pak Karman. Dia adalah salah satu warga yang rumahnya tak jauh dari panti, dan merupakan warga asli disana" terang Bian padaku.
"Jadi apakah bapa sudah memberikan kesaksian pada polisi? dan jika boleh saya tahu apa saja yang bapak lihat sesaat sebelum kejadian yang menimpa Arumi?"
Pak Karma menarik nafasnya dengan dalam dan mulai menceritakan semua yang dia lihat.
"Kemarin saat saya berencana membeli roko dan kopi di warung depan, saya lihat nak Arumi sedang mengobrol dengan pria berjaket biru yang memakai masker dan topi hitam dikepalanya. Wajah pria itu tak terlihat begitu jelas sebab terhalang oleh pohon. Saya sempat menegur Arumi dari jarak yang saya perkirakan 7meter, dan nak Arumi tersenyum kearah saya. Saya yang saat itu buru buru karna mulai gerimis, segera pergi meninggalkan nak Arumi dan pergi kewarung. Lama saya nongkrong diwarung sampai hujan malah semakin deras. Pukul 00.00 saya pun pulang dengan keadaan masih hujan deras, namun saat itu saya tak melihat lagi Arumi disana, karna saya juga pikir nak Arumi mungkin sudah pulang"
"Apakah bapak lihat hal mencurigakan saat Arumi mengobrol dengan pria itu?" tanyaku penasaran.
" Tidak, tak ada hal yang mencurigakan. Malahan yang saya lihat, Arumi begitu santai mengobrol dengan orang asing tersebut. Mungkin saja pria itu adalah teman Arumi sebab wajah Arumi terlihat tak takut saat berhadapan dengan pria tersebut"
Aneh, benar benar aneh. Biasanya jika Arumi berhadapan dengan pria asing yang belum pernah ia kenal, dia akan menundukan kepala dan tak mau berbicara panjang lebar dengan orang yang asing. Mungkin saja benar, jika pelaku itu adalah teman dekat Arumi.
"Jika boleh saya tahu, ada berapa orang yang bapak lihat saat itu bersama Arumi?"
Lama ia berfikir dan mengingat kejadian ssat itu. Hingga ia mengatakan bahwa hanya ada satu orang disana.
Terlihat seorang petugas menghampiri kami didepan pintu ruangan berkas penyelidikan.
"Maaf dengan Pak Zidan?" tanyanya padaku.
"Iya pak ada apa?"
" Jadi setelah saya telusuri tkp dan semua barang bukti korban, tak ada satupun bukti yang menunjukan siapa dalang dari pembunuhan Arumi. Dan tak ada satu pun sidik jari yang menempel di pakaian ataupun barang barang korban"
Mustahil! tak mungkin kasus pembunuhan seperti ini bisa terencana dan serapih ini.
"Bagaimana bisa? apakah tak ada cctv dekat tkp ? bagaimana dengan kesaksian dari bapak ini?"
"Maaf pak memang kenyataannya seperti itu. Kami tak menemukan rekaman cctv dimanapun. Ada salah satu warga yang memasang kamera cctv namun saat kami periksa kameranya sudah lama tak dipakai dan di nonaktifkan. Untuk barang bukti yang kemarin, tak ada satupun sidik jari yang ditemukan, mungkin karna sang pelaku telah menggunakan pengaman pada bagian tangan hingga tak memberikan jejak apapun."
"Lalu bagaimana dengan hasil visum mengenai pelecehan yang Arumi alami?"
Aku yang sedari tadi mulai emosi kini tak segan segan untuk bertanya apapun yang kurasa cukup janggal dalam kasus ini.
"Untuk kasus itu, kami juga tak menemukan apapun diarea sensitif korban. Tak ada bercak ataupun cairan dari pelaku yang menempel pada tubuh korban"
Sial! mana mungkin bisa serumit ini. Aku harus mencari sendiri keadilan untuk Arumi.
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 187 Episodes
Comments
Mien Mey
sejauh ini selain zidan llki yg arumi knl kn bian
2022-04-02
0
Rachel Purba
aku curiga sama bapaknya bian dan bian
2022-03-15
0
Tri Widayanti
Ada musuh dalam selimut kayaknya
2022-03-13
0