Perjalanan dari Bandara Soekarno hatta sampai di Banda Udara Iskandar Muda ditempuh dalam waktu kurang lebih dua jam. Bandara Iskandar Muda tak sesibuk dan seramai bandara Soetta, hanya dua pesawat, City link dan lion air selain garuda yang membawaku ke kampung halaman Bang Ravi. Ada yang menarik perhatianku saat keluar dari pesawat, yaitu para pramugari yang mengenakan kerudung, begitupun pegawai bandara yang lain, dimana kaum prianya memakai topi haji. Terlihat santun. Dengan sadar kulirik cara pakaianku, Alhamdulillah masih sopan, sweeter cream over size dan celana jeans panjang. Oke sip.
Aku keluar bandara menarik koper kecilku, tas kecilku kusampirkan di bahu. Tak seperti di Soetta, tak begitu banyak orang yang menunggu di ruang kadatangan, tak ada orang-orang yang mengangkat kertas menunggu tamunya datang di balik pagar besi itu dengan wajah bosan. Hanya beberapa mobil sedan yang parkir selebihnya tidak ada.
Kulirik hp di tanganku, pesan yang kukirimkan tepat sebelum pesawat lepas landas sudah di baca oleh Bang Ravi. Tak ada balasan sama sekali.
Ck. Tapi bang ravi nggak mungkin membiarkanku menunggu kan. Gak mungkin dong.
Drt... drt...
Ah, telpon Bang Ravi.
"As---"
"Dibelakang."
Aku langsung menoleh kebelakang dan Senyumku langsung mengembang melihat Bang Ravi disana, menungguku.
"Abaaaang." Aku berlari menghampirinya. Bang Ravi terlihat keren seperti biasa, Abangnya Naura dong.
"Hi." Sapanya. Senyumku makin lebar saat tangan bang Ravi mengacak-acak rambutku.
"Dari tadi nunggunya?" Tanyaku setelah mencium punggung tangannya.
"Gak." Bang Ravi mengambil alih koper di tanganku "Ini saja barangmu?" aku mengangguk.
"Cuma baju jalan-jalan. Kalau tidur kan ada baju abang." Ucapku dengan cengiran lebar. Bang Ravi menggelengkan kepala. Hehe.
"Ayo." Satu tangan Bang Ravi yang menganggur memegang tanganku yang dengan senang hati kusambut. hangat.
"Kita naik mobil?" Tanyaku saat bang Ravi memasukan koperku dalam sebuah mobil sedan hitam yang parkir di depan penjemputan. Bang Ravi tak menjawab. Ia membuka pintu untukku lalu memintaku masuk lalu ia menyusul masuk.
"Siap, Bang?" Ujar si driver.
"Sip." Balas Bang Ravi. Aku menyandarkan punggungku di sandaran kursi mobil.
"Tidur aja kalau ngantuk." Ujar Bang Ravi. Aku menggeleng.
"Pengen liat pemandangannya." kulongokkan kepalaku keluar jendela.
"Bahaya." Bang Ravi menarik tanganku untuk duduk manis. Jalanan sepanjang meninggalkan Bandara cukup sepi. Hanya ada beberapa rumah dan kios dengan jarak yang berjauhan. Banyak pohon kelapa sepanjang jalan, agak kering dan gersang, mungkin udara Aceh panas makanya terlihat gersang.
"Adeknya, Bang?" Tanya driver membuyarkan kekhusyuanku menikmati udara sore dan pemandangan disepanjang jalan entah menuju kemana.
Bang Ravi tersenyum tipis, "Istri, Bang."
Heh? Aku sempat terperanjat dengan pengakuan bang Ravi. Kukirik Abang driver di depanku yang mungkin juga terkejut.
"Waaah hebat, Bang. Masih muda sudah mau ambil tanggungjawab berat sebagai suami." Bang driver terdengar tulus mengucapkannya.
Bang Ravi terkekeh, ia memalingkan wajahnya ke jendela, "Jodoh saya cepat, Bang." Katanya.
"Alhamdulillah. Doain Bang semoga jodoh saya juga secepatnya datang." Ujar si driver malu-malu. Bang Ravi mengangguk "Pasti didoakan."
Bang ravi melirikku dengan sudut matanya.
"Kenapa?" Tanyaku, tidak biasanya bang Ravi ngelirik-lirik, biasa kalau mau mandang aku to the point aja. Bang Ravi kembali melarikan matanya keluar jendela. kenapa sih ini orang?
Daripada memikirkan sikap Bang Ravi mendingan aku tidur. Gak tau juga kan tempat bang ravi jauh atau dekat. Nanti aja aku ajak Bang ravi kesini lagi. Rasa ngantuk mulai menyerangku, ini nih gara-gara gak sabar pengen ketemu bang Ravi sampe gak bisa tidur selama di pesawat. Tiba ketemu orangnya malah ngantuk.
***
Aku terbangun saat bang Ravi menepuk pelan pipiku. Aku mendongak dan mendapati wajah Bang Ravi sangat dekat. Ia menatapku datar. Sontak kutegakkan badanku dan merapikan rambut. Cek, nggak ada iler kan? Jangan dong, kuhapus sudut bibirku, aman. Sampe ketiduran di bahu Bang Ravi, pantas nyenyak.
"Sudah sampe, Bang?" Tanyaku mengedarkan pandanganku ke sekeliling. Bangunan panjang dengan banyak pintu menyambut kami.
"Ayo turun." Bang Ravi menahan pintu untukku. Lingkungan kos-kosan Bang Ravi terlihat bersih dan di tumbuhi banyak bunga. Ada lapangan yang tidak begitu luas di depan banguan tersebut.
"Makasi, Bang." Bang Ravi menyerahkan selembar uang merah pada driver yang langsung pergi setelah keduanya bersalaman. Mahal amat ongkosnya. Berarti jauh nih tempatnya dari bandara.
"Ini kosan abang." Bang Ravi menyeret kembali koperku, aku mengikutinya di belakang. Ia menyapa beberapa orang yang kamarnya kami lewati. Aku hanya tersenyum ketika mereka menanyakanku pada Bang Ravi sebagai sopan santun.
Bang Ravi berhenti di depan pintu keempat lalu mengeluarkan kunci dari tas kecilnya.
ceklek.
Bersih. Satu kata itu untuk ruangan di depanku ini. Satu ranjang kecil, sebuah meja kecil dan rak buku terbuat dari kayu, serta sebuah lemari pakaian, kurasa. Semua tertata dengan rapi. Oh dan juga sebuah pintu, mungkin kamar mandi.
"Duduk." Bang ravi menarik sebuah kursi untukku yang lepas dari pandanganku tadi. Koperku ia letakkan di dekat lemari. "Minum." aku menerima botol minuman yang diberikan Bang Ravi.
"Kamar Abang bersih." Ucapku, tak lepas memindai setiap sudut kamar Bang Ravi.
"Iya, gak kayak kamar kamu."
"Julid." Ujarku sebel. Bang Ravi terkekeh, lagi, mengacak rambutku, hobi barunya.
"Istrahat, terus mandi. Abang keluar sebentar mau beli lauk."
"Naura ditinggal sendiri? Nggak mau. Ikuuut." Di tempat asing, ditinggal sendiri? No way. Biar terdengar seperti rengekan, nggak peduli.
"Gak lama. Di depan jalan sana. Kalau mau mandi, handuk bersih ada di rak paling bawah. Buka saja." Katanya, cukup panjang. Tumben.
"Oke tapi jangan lama." Ucapku mengingatkan. Bang Ravi mengangguk.
Sepeninggal Bang Ravi,aku langsung menutup pintu. Badanku gerah tapi capek juga kalau langsung mandi. Kubaringkan badanku diatas ranjang bang Ravi yang sedikit lebih kecil dari ranjangku. Kubiarkan kakiku tergantung, bantal dan sepreinya wangi Bang ravi. Ruangan ini juga hangat, seperti yang punya.
Setelah kurasa cukup beristrahat, kumelangkah menuju lemari bang Ravi untuk mengambil handuk. Bener-benerrr super rapi, lipatan pakaiannya bahkan tersusun berdasarkan warna dan jenis pakaian. ckckck. Aku meraih handuk berwarna abu-abu satu-satunya yang ada lalu beranjak dari sana.
Kamar mandi Bang Ravi bersih, kering dan wangi. gila sih ini. Kamar kecil tapi fasilitas kamar mandinya lengkap, kurang bath up doang ini mah.
kupandangi wajahku di dalam cermin. Benar kata Mama, makin chubby. Kutepuk-tepuk pipiku pelan, nggak bakalan tiba-tiba tirus sih sebenarnya tapi udah kebiasaan. Tak bisa dicegah, sudut bibirku langsung tersungging saat melihat peralatan mandi cewek, lengkap persis punyaku di rumah. Jangan bilang Bang Ravi ngafalin semuanya lagi. Hihi. Manis bangat Abangnya Naura. Gak apa-apa deh gak liburan di kampungnya Syifa, asal ada Bang Ravi udah cukup senang aku tuh. Iiih dasar bucin. Emang udah cinta, Ra? Tapi kayaknya emang ada yang bermekaran di dalam sini.
---
Menunggu kakak Naura
ditunggu, di jemput, dipinjamin bahu lagi buat tidur, menang banyak kak naura.
Btw ini dia OOTD Kakak Naura pas mau otw bandara
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 74 Episodes
Comments
Qaisaa Nazarudin
Kok visual nya di tukar? Nagusan yg sebelum2 nya,Yg ini gak cocok gak cakep..
2024-09-20
0
Qaisaa Nazarudin
Lha kok ke kosan? Ku pikir kerumah nya ortu Ravi..
2024-09-20
0
inisial Z
bang ravi ganti dunk thor agak ambyar ya kn hehe rada tuaan dikit gt lah
2021-12-22
4