Diskusi Rumah Tangga

"Duduk sini." Aku mendekat kepada Bang Ravi yang sedang duduk bersila di atas ranjang kecilku. Aku duduk di ranjang paling pinggir sampe-sampe kalau ada semut lewat mesti klakson dulu saking pinggirnya aku duduk.

"Besok Abang pulang."

Aku mengangguk "Udah tau."

"Nurut sama Mama dan Papa."

Aku mengangguk lagi. Selama ini juga nurut kok.

"Jangan lupa kabari kalau ada apa-apa. Jangan minta uang jajan sama Mama dan Papa--jangan potong ucapan Abang." Baru juga mau protes. Kalau gak sama Mama dan Papa trus sama siapa?

"Bilang sama Abang kalau ada yang mau dibeli." Lanjutnya.

Aku tersenyum sumringah "Mau dibeliin?"

"Enggak. Jangan belanja yang tidak penting. Seperti ini," Bang Ravi menunjuk poster-poster BTS kesayanganku "Gak guna. Halu, iya." Katanya kejam.

"Ta--"

"Jangan potong ucapanku."

Ugh. Dasar otoriter. Ini kehidupan pernikahan apa hidup di negara komunis sih. Gini amat.

"Beli buku pelajaran, biar pinter. Jangan novel aja dibaca." Fix, penjajahan.

"Pakaian kamu sudah abang pilih-pilihin. Rak bagian kanan hanya boleh di pake di kamar." Bang Ravi menatapku serius "Paham?"

Aku menggeleng. Aku harus protes. "Naura mau protes." Ucapku mengangkat tangan.

Bang Ravi mengangguk "Silahkan."

Aku mengatur posisi duduk yang nyaman. Diskusi ini akan lama. Bang Ravi keterlaluan ngaturnya. Baru juga ketemu dua kali udah ngatur-ngatur.

"Abang dengerin Naura ya. Beli merch BTS itu ibarat investasi asuransi kesehatan. Kalau nggak beli, Naura bisa sekarat. Bahaya. Jadi Pliiiisssss boleh ya Baaaang, janji gak banyak-banyak. Janjiiiiii. " Kataku memohon. Ini demi Oppa-oppaku loh. Bang Ravi menaikkan satu alisnya.

"Ya yaaaaaa.... Abang kan baiiiik. Boleh kaaaan?" Aku memasang puppy eyes, biasanya mempan sama Mama dan Papa. Kulihat Bang Ravi mulai mikir, bagus, semoga mempan.

"Oke."

Mataku membulat "Oke?"

Bang Ravi mengangguk "Boleh tapi Abang hitung perpoin untuk satu kebaikan. Kalau sudah seratus poin, Abang bolehin. Setiap kamu bandel, Abang kurangi poinnya. Deal?"

"Kok gitu? Mana Abang liat kebaikan Naura kalau tinggalnya saja jauhan." Protesku tak terima.

"Ada Mama dan Papa, pasti mereka laporan kalau kamu bandel."

"Nah kan, kalau aku bandel pasti dilaporin. Kebaikan aku mana pernah." Gak adil ini mah.

Bang Ravi menggeleng "Nanti Abang bilang sama Mama dan Papa. Abang bakalan tempel mading di ruang tengah supaya diisi bintang sama mama dan Papa."

Aku mengernyit. Kayaknya pernah dengar deh sistem perbintangan seperti ini. Bintang prestasi bukan sih namanya? Kalau nggak salah bintang yang selalu diburu Adly, adiknya Syifa yang masih kelas 1 SD. Waaaah pelecehan.

"Enggak mau. Naura kan bukan anak kecil lagi, Bang. Masa pake bintang segala sih."

"Oh bukan anak kecil lagi ya? Terus semalam yang teriak-teriak masih anak kecil siapa?"

Ups. Aku nyengir. "Maksud Naura, itu kan anak SD, Bang. Naura sudah putih abu-abu loh."

Bang Ravi mendengus "Pintar bangat ngasi alasan. Deal or not?"

Aku memberenggut, gini bangat nasibku. Aku mengangguk malas.

"Good." Bang Ravi tersenyum penuh kemenangan. "Ada lagi?"

Aku mengangguk "Itu pakaianku kenapa di obrak abrik? Kan barang cewek semua." Kali ini aku kesal, kan malu barang-barang pribadi aku tuh.

"Gak ada yang bisa diliat." Katanya santai lalu berdiri ke kamar mandi.

What?

"Apa katanya? Tidak ada yang bisa diliat?" Aku menatap tak percaya punggung Bang Ravi yang menghilang dibalik pintu. Kapan Bang Ravi ngatur lemariku, perasaan sepulang dari beli printer baru untuk Papa, kami cerita-cerita di bawah deh. Ah iya, aku kan tadi nonton si kuning.

Penasaran dengan isi lemariku, aku beranjak dari ranjang dan membuka lemari tepatnya rak kanan. Voilaaaa... rapi sekali.

"Terima kasih, Bang. Lemariku rapi bangat." Ucapku tulus saat Bang Ravi keluar dari kamar mandi.

"Sebagai contoh. Lemarimu harus selalu rapi seperti ini." Bang Ravi menghampiriku dan menepuk bahuku.

Apes bangat. Mending nggak usah dirapiin kalau ujung-ujungnya nambah tugas.

"Jangan lupa, jauh-jauh sama cowok sejenis teman kamu siang kemarin."

"Dia bukan temanku." Ucapku kesal.

"Bagus." Bang Ravi menjatuhkan diri diatas ranjang "Abang mau tidur. Jangan berisik."

Huh dasar. Kesal, dengan sekuat tenaga kudorong badan Bang Ravi "Kesana-sana, Bang." Mungkin karena benar-benar mengantuk Bang Ravi langsung menggeser badannya ke sisi ranjang. "Awas kalau meluk-meluk lagi." Ancamku yang hanya dibalas smirk menyebalkan Bang Ravi. Dasar laki-laki.

***

Kata mama salah satu tugas istri adalah menyiapkan barang-barang suami. Oke, cek. Tas ransel Bang Ravi sudah siap. Seharusnya aku masih bisa tidur sepuluh menitan selesai solat subuh tapi karena tugas sebagai sebagai istri, maka dengan kemalasan yang super malas kupaksakan mataku untuk tetap terbuka. Lagian Bang Ravi, baju dua lembar doang pake acara mesti disiapin. Liburan dua hari juga ngapain jauh-jauh sih, ngabisin duit. Mendingan disimpan buat jajan istri.

"Kalau sudah selesai, bantu Mama di dapur. Siapin sarapan Bang Ravi." Mama muncul di balik pintu, sudah cantik dan wangi seperti biasa.

"Oke Mama." Kenapa rajinnya mama nggak nular sih? Kan bagus dapat warisan sifat rajin. Lah aku, bisa bangun sendiri solat subuh aja sudah alhamdulillah.

"Cepetan."

"Iya, Nyaaah." Hehe. Mama mah gitu. Sangat terobsesi menjadikanku istri solehah. Semoga sukses, Mam.

Setelah merapikan kamar, aku bergegas ke dapur. Mama seperti biasa sudah stand by di depan kompor dengan spatula di tangan kanannya.

Saat akan membuka pintu kulkas, mataku tertarik untuk melihat tempelan-tempelan magnet berbentuk bintang di pintu kulkas. lucu bangat.

"Mama kapan beli bintang-bintangnya? Kok Kakak baru liat." Tanganku langsung iseng memainkan bintang-bintang kecil itu.

"Bang Ravi yang pasang. Katanya buat kakak cetak poin. Mama belum terlalu perhatikan juga."

Ck. Jadi ini bintang-bintang prestasinya. Rajin amat Bang Ravi. Udah diniatkan dari jauh hari ternyata. Jadi nggak lucu ah bintangnya.

"Bang Ravi jahat, Mam. Masa Kakak harus cetak poin dulu baru dijajanin." Keluhku, duduk di salah satu kursi makan.

"Bagus. Mama setuju. Biar kakak belajar hemat." Mama meletakan satu piring besar di atas meja. Wangi nasi goreng mama menguar memenuhi rongga hidungku. "Itu yang di kamar udah banyak bangat merchnya, gak usah belanja lagi."

"Iih beda dong, Mam. Edisinya berbeda." Tekanku yang dibalas putaran bola mata malas oleh Mama.

"Whatever. Kakak sekarang urusan Bang Ravi jadi Mama Papa angkat tangan." Mama memelut padaku. Niat bangat nyiksa batin anaknya.

Aku mendekati Mama "Jangan gitulah, Mam. Bagaimanapun Kakak kan tetap anak Mama Papa." Rayuku, memijit pelan bahu Mama.

Mama mengedikkan bahu "Alah, gini aja ngaku-ngaku anak Mama Papa, biasanya juga anak yang tertukar."

"Hehe... becanda, Mam."

"Apaan nih pagi-pagi udah nempel kayak ulat keket?" Aku dan menoleh saat Papa diikuti Bang Ravi muncul ke ruang makan. Aku menghampiri Papa dan menyalaminya, tak lupa menyalami Bang Ravi yang terlihat makin yahuuud dengan sarung, baju koko warna putih dan songkok hitamnya.

"Ini Pap, ada yang ngaku-ngaku anak Papa." Adu Mama. Aku memberenggut dalam pelukan Papa.

"Wah, tumben ya Mam." Papa menambahi.

"Jangan jahat deh pagi-pagi." Ucapku sebal lalu kembali duduk di kursi semula.

"Bilangin, Bang, jangan manja bangat. Udah gede juga." Ujar Mama yang hanya dibalas senyum tipis oleh Bang Ravi.

"Ma, Pa, Ravi minta tolong ya. Soal bintang-bintang itu. Ravi sudah sampaikan sama Papa di jalan." Mood makanku langsung hilang saat kalimat Bang Ravi meluncur. Yaelaaah ini gak bisa apa habis makan baru di diskusikan lagi.

"Siap, Bang. Mama sih senang bangat." Mama menatapku geli. Gak kompak bangat sama anaknya. Sudahlah, Naura mah apa atuh.

"Bantu Mama di dapur masuk prestasi juga loh. Iyakan, Bang?" Lanjut Papa. Aku menegakkan badan. Beneran?

"Iya, Pa. Ravi percayakan semua sama Papa dan Mama. Maaf harus nitipin Naura lagi. Doakan Ravi semoga lancar semuanya." Bang Ravi menatapku lembut. Ya Allah, aku meleleh.

"Pasti, Bang. Doa Papa dan Mama selalu mengiringi langkah Abang dan Kakak." Papa berucap bijak. Mama dan Papa kayaknya sayang bangat sama Bang Ravi.

"Naura juga bantu doa." Kataku tulus. Bang Ravi mengacak puncak kepalaku. New Favorite things.

---

Ini nih tatapan datar Bang Ravi yang bikin kak Naura ngeri.

Terpopuler

Comments

Qaisaa Nazarudin

Qaisaa Nazarudin

Wkwkwkwkw Langsunr nyembur aer yg aku minum,Aduuhh thor krem perut ku ngakak...🤣🤣🤣🤣

2024-09-20

0

Qaisaa Nazarudin

Qaisaa Nazarudin

🤣🤣🤣🤣Gokil banget nih PASUTRI,ngakak mulu aku..😂😂😂😜

2024-09-20

0

💗vanilla💗🎶

💗vanilla💗🎶

wkwkwk... jgn2 semut lewat hrs salim dl sm naura 😁

2023-08-31

1

lihat semua
Episodes
1 (Belum) Ganti Status
2 Masih Anak Sekolah
3 Dibawah Umur
4 Bang Ravi
5 Diskusi Rumah Tangga
6 Ada yang punya
7 Hari Yang Berat
8 Perkara Nafkah
9 Libur tlah tiba
10 Mekar di Aceh
11 Pillow talk, katanya.
12 Jalan sendiri.
13 Berdua denganmu
14 Ala drama korea
15 (Bukan) roman picisan
16 Ibu mertua juga ibu
17 Sabang I am in love
18 Nama lain dari cinta
19 Pulang
20 Sekolah lagi
21 ABG Galau
22 Oh my...
23 Rindu (Tak) Sampai
24 Sama rasa beda nama
25 Cowok ada Egonya
26 Bicara Cinta
27 Kenalan dong...
28 Tanda love
29 Pacar
30 Anak baik
31 Teman?
32 (Bukan) Pacar
33 Maaf
34 Diammu bukan emas
35 Latihan
36 The boys
37 Makan siang
38 Obrolan malam
39 Cewek lain
40 Kakak adik
41 Cemburu (bukan) tanda cinta
42 Hari tanpamu
43 Sepaket percaya
44 Sepaket percaya 2
45 Bersenang-senang?
46 Bersenang-senang ya?
47 Chap chuap
48 Busy husband
49 Teman belajar
50 Chit chat
51 Teman belajar 2
52 Istri Remaja (End)
53 PEJUANG LDR
54 Pejuang LDR -Tetap sayang
55 PEJUANG LDR : Menebus rindu
56 PEJUANG LDR : saat bersamamu
57 PEJUANG LDR : jalan-jalan
58 PEJUANG LDR : selamat Pagi cantik
59 PEJUANG LDR : Orang Ketiga
60 PEJUANG LDR : pisah sementara
61 DUA GARIS MERAH : Morning Sickness
62 DUA GARIS MERAH : Tamu Dari Jauh
63 DUA GARIS MERAH : MANJA
64 DUA GARIS MERAH : Cemburu
65 DUA GARIS MERAH : Diskusi
66 DUA GARIS MERAH : Jatuh
67 DUA GARIS MERAH : Milik Naura seorang
68 DUA GARIS MERAH : Sakit
69 DUA GARIS MERAH : Namita
70 DUA GARIS MERAH : Hanya Naura
71 DUA GARIS MERAH : Bang Ravi Sayang
72 DUA GARIS MERAH : Wanita Lain
73 DUA GARIS MERAH : Ibu Kuat
74 DUA GARIS MERAH : SUAMIKU
Episodes

Updated 74 Episodes

1
(Belum) Ganti Status
2
Masih Anak Sekolah
3
Dibawah Umur
4
Bang Ravi
5
Diskusi Rumah Tangga
6
Ada yang punya
7
Hari Yang Berat
8
Perkara Nafkah
9
Libur tlah tiba
10
Mekar di Aceh
11
Pillow talk, katanya.
12
Jalan sendiri.
13
Berdua denganmu
14
Ala drama korea
15
(Bukan) roman picisan
16
Ibu mertua juga ibu
17
Sabang I am in love
18
Nama lain dari cinta
19
Pulang
20
Sekolah lagi
21
ABG Galau
22
Oh my...
23
Rindu (Tak) Sampai
24
Sama rasa beda nama
25
Cowok ada Egonya
26
Bicara Cinta
27
Kenalan dong...
28
Tanda love
29
Pacar
30
Anak baik
31
Teman?
32
(Bukan) Pacar
33
Maaf
34
Diammu bukan emas
35
Latihan
36
The boys
37
Makan siang
38
Obrolan malam
39
Cewek lain
40
Kakak adik
41
Cemburu (bukan) tanda cinta
42
Hari tanpamu
43
Sepaket percaya
44
Sepaket percaya 2
45
Bersenang-senang?
46
Bersenang-senang ya?
47
Chap chuap
48
Busy husband
49
Teman belajar
50
Chit chat
51
Teman belajar 2
52
Istri Remaja (End)
53
PEJUANG LDR
54
Pejuang LDR -Tetap sayang
55
PEJUANG LDR : Menebus rindu
56
PEJUANG LDR : saat bersamamu
57
PEJUANG LDR : jalan-jalan
58
PEJUANG LDR : selamat Pagi cantik
59
PEJUANG LDR : Orang Ketiga
60
PEJUANG LDR : pisah sementara
61
DUA GARIS MERAH : Morning Sickness
62
DUA GARIS MERAH : Tamu Dari Jauh
63
DUA GARIS MERAH : MANJA
64
DUA GARIS MERAH : Cemburu
65
DUA GARIS MERAH : Diskusi
66
DUA GARIS MERAH : Jatuh
67
DUA GARIS MERAH : Milik Naura seorang
68
DUA GARIS MERAH : Sakit
69
DUA GARIS MERAH : Namita
70
DUA GARIS MERAH : Hanya Naura
71
DUA GARIS MERAH : Bang Ravi Sayang
72
DUA GARIS MERAH : Wanita Lain
73
DUA GARIS MERAH : Ibu Kuat
74
DUA GARIS MERAH : SUAMIKU

Download

Suka karya ini? Unduh App, riwayat baca tak akan hilang
Download

Bonus

Pengguna baru dapat mengunduh App untuk membuka 10 bab secara gratis

Ambil
NovelToon
Novel sejumlah besar sedang menunggu Anda baca! Juga ada komik, buku audio, dan konten lain untuk dipilih~
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!