Istri Remaja
Kata mama, aku harus jadi anak yang baik, oh bukan, maksudku istri yang baik. Istri? yang kutahu menjadi istri itu berarti memiliki kewajiban mengurus orang baru, yap suami. suami yang sampai saat ini suaranya hanya sekali kudengar saat dia melafadzkan ijab kabul di hadapan Papa. selanjutnya, dia pergi. ya, benar-benar pergi. Terbang ke pulau sebrang untuk melanjutkan kehidupannya seperti biasa. Akupun akan melakukan hal yang sama, melanjutkan hidup seperti biasa, ke sekolah, mengerjakan PR, nongkrong sama teman-teman, berebut merch BTS dan menghabiskan waktu sore hariku menonton si kotak kuning dan temannya si bintang laut mengejar ubur-ubur. Hanya satu yang tidak bisa kulakukan, berteman dengan laki-laki karena kata mama sekarang aku sudah dimiliki. Terdengar seperti barang ya, tapi terserah lah karena akupun tak terlalu memikirkan hal semacam itu. Ada satu hal yang kusuka dari semua ini, uang jajanku bertambah, dari Papa, laki-laki terhebatku dan dari laki-laki yang berlabel suamiku, yes, Alhamdulillah rezeki anak solehah.
"Mah, kalau abang itu pada akhirnya tinggal jauh, terus kenapa kami harus nikah?" Segelas es jeruk diatas meja tak menunggu lama sudah berpindah kedalam perutku. segaaaaar.
"Kan Mama sudah bilang, Kakak sudah sampe jodohnya." Jawaban itu lagi? Ah sudahlah, sampe kapanpun kayaknya hal ini hanya tetap jadi misteri.
Aku meraba kalung di leherku, sebuah cincin lima gram tergantung melingkar disana, cincin nikah yang di pasang oleh laki-laki itu di bandara saat aku mengantarnya. Sebenarnya aku malas pergi tapi kata mama aku harus menemani suami. Duh, malu bangat menyebut kata suami kalau kedengaran teman-teman di kelas udah habislah aku diledekin.
"Kakak ganti baju sana. Bau asem. mandi sekalian." Aku beranjak dari kursi dengan berat hati. Mama mendorong bahuku pelan.
"Jangan lupa kabari Bang Ravi."
Bang Ravi, sejak menikah dengan lelaki pemilik nama itu, setiap pagi dan sore aku wajib lapor tentang kegiatan sehari-hari melalui pesan singkat. Kata mama lagi, baiknya di telfon langsung tapi karena aku tidak begitu mengenalnya dan berbicara dengan orang asing itu sangat tidak enak, makanya aku lebih memilih mengirim pesan lewat WA.
To Abang Ravi
Assalamualaikum Abang. Hari ini sekolah lancar. Naura jadi anak baik-baik seperti biasa.
Begitu saja, tidak perlu panjang-panjang dan tak perlu menunggu balasan karena percuma saja, tidak akan ada balasan sampai sekian purnama, tergantung waktunya saja. Entah jenis pernikahan apa yang kami jalani ini. Sudahlah, aku tidak mau mikir banyak, mending mandi dan lanjut tidur siang supaya pipi montok sedikit.
Kuletakkan hpku diatas meja lalu meraih handuk yang kusampirkan di kursi belajarku. It's time to take a bath, giiiiirlll.
***
"Mam, libur semester Kakak main ke kampung Syifa, ya?"
"Emang kapan liburannya?"
"Minggu depan." Aku mencomot bolu coklat di piring yang di pangku mama.
"Masih lama. nantilah dibicarakan. Tunggu papa pulang." Mama meletakkan kue tadi diatas meja lalu meraih kepalaku untuk baring di pangkuannya. My favorite spot hehe.
"Papa lama ya mah keluar kota. Kan kangen." Kuraih tangan mama dan kuletakkan diatas kepalaku dan mama tau, aku pengen di elus-elus.
"Namanya tugas, Kak. Lagian kalau kangen tinggal telfon."
"Udah sih. Papa bilang mau bawain Kakak baju baru." Aku menyengir saat mama mengetok kepalaku pelan.
"Kakak ih, kayak anak kecil. Udah jadi istri juga."
Aku mencibir "Istri apaan? Status doang mah, bahkan di KTP belum ganti. Eh, kakak belum ada KTP, duh kecepatan nih nikahnya."
Sekali lagi mama mengetok kepalaku, "Tetap saja kakak seorang istri. ngomong-ngomong udah dikabarin belum bang Ravi?"
Aku mengangguk, "Udah, Mam. Gak dibalas."
"Sabar. Bang Ravi mungkin sibuk. Udah semester akhir tuh, lagi gencar-gencarnya ngejar dosen." Mama mengelus lembut rambutku.
"Kakak nggak mau kuliah ah, ngejar-ngejar dosen kayak buronan aja dosennya."
"Emang gitu, Kak. Kalau sudah waktunya, kakak pasti paham sendiri." Mama membantuku bangun "Udah ah, pergi tidur. Besok sekolah." Ia meraih remot dan mematikan tv.
"Kakak tidur, Mam." Kuambil tangan mama dan menciumnya, tak lupa pula mama mengecup keningku lama. Ngomong-ngomong soal kening, bagian tubuhku ini sudah tidak suci lagi, sudah di jamah sama Bang Ravi pas akad nikah. Hari itu aku sampe keringat dingin saking paniknya saat penghulu bilang, 'Silahkan' untung gak sampe pingsan.
Aku membuka pintu kamar dan langsung merasa mengantuk. kamarku memang sudah seperti pil tidur, sekali buka pintu bawaannya pengen molor. Saat akan menjatuhkan diri diatas ranjangku, tak sengaja mengintip hp di atas nakas, ada pesan baru.
From Abang Ravi
Um
See? Setelah sekian jam jawabannya cuma dua huruf. Mungkin huruf-huruf di hp Bang Ravi buram semua dan yang nampak cuma dua huruf itu. Ah, sudahlah. Mending tidur siapa tau bisa mimpi nyelam di bikini bottom, ngejar ubur-ubur bareng Babang Jimin.
----
Yuk kenalan sama Abang Ravi 😚
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 74 Episodes
Comments
Qaisaa Nazarudin
🤣🤣🤣😜😜
2024-09-19
0
Qaisaa Nazarudin
Udah tau orang lagi sibuk2 nya ngejar skripsi,Ngapain di paksa nikah waktu itu juga,Bikin Ravi tambah mumet aja..Hadeeuuh Ortu pada gak mikir banget,Gak sabaran banget juga..
2024-09-19
0
💗vanilla💗🎶
br mampir ni thor 😊
2023-08-31
1