Harusnya sekarang aku lagi mancing ikan di sungai bareng Syifa, mengejar burung-burung di tengah sawah bareng adly lalu main lempar lumpur, terus siangnya kami makan singkong rebus pake sambel pedas di tambah ikan kering. Tapi malah harus mengendap di dalam kamar tanpa kuota dan tanpa jajanan pedas. Ini semua karena Bang Ravi yang gak kasih izin padahal Papa dan Mama udah oke. Pas ditanya kenapa gak boleh pergi, jawabannya 'Gak boleh aja." Nyebelin bangat kan. Hiks. Pengen kabur tapi takut dosa, gimana dong.
"Kak, Mama Papa keluar dulu, ya. Hati-hati di rumah."
"Iya, Mam." Kuanggukan kepalaku tanpa menoleh pada Mama yang berdiri di depan pintu kamarku. Aku lagi bete, Mam.
Mama menghela nafas pendek "Jangan lama-lama ngambeknya. Itu baju sekolah kakak belum di cuci nanti berjamur."
Aku mengangguk lagi "Oke, Mam."
"Ya sudah, Mama dan Papa pergi. Assalamualaikum."
"Waalaikumsalam." Kudengar langkah kaki Mama menjauh dari kamarku. Kuhembuskan nafas kasar, menatap langit-langit kamar. Aku kesal kenapa Bang Ravi ngaturnya keterlaluan. Mama Papa juga kenapa seolah aku bukan lagi tanggungjawab mereka. Seharusnya mereka bisa mengambil keputusan untukku, bukannya dilimpahin gitu aja sama Bang Ravi. Jahat ih. Mau liburan doang kok. Kusentuh pipiku yang basah. Ya ampun Naura, jangan cengeng ah. Awas aja Bang Ravi sudah berani membuatku menangis. Hikss... Syifaaaaa ikuuuuut.
Drt... drt...
Siapa sih yang chat, gak ngerti bangat kalau aku lagi kesal. Awas saja Syifa kalau chat cuma mau pamerin liburannya. Kuperhatikan nama yang tertera. Ah, malas. Bang Ravi. Kuletakkan hpku kembali. Terserah dia mau apa. Jahat sih.
Drt... drt...
Ish. Apaan sih. Aku baru akan menonaktifkan hpku saat terlintas ucapan Papa waktu akad nikah. 'Sekarang Bang Ravi yang harus kakak patuhi. Disana surga Kakak." Ugh, kenapa sih aku harus jadi anak yang nurut bangat. Kan gini jadinya. Kubuka tombol aktif.
From Abang Ravi
Mana laporanmu?
Hih, masih nggak sadar diri juga. Dasar tidak peka. Gak tau apa kalau aku lagi ngambek.
From Abang Ravi
Naura
Bang Ravi ngetik namaku saja rasanya udah merinding. Udah kebayang tatapannya yang setajam silet itu menembus sampe ke ulu hati.
To Abang Ravi
Naura kesaaaaal sama Abang. Naura gak mau makan. Naura gak mau mandi. Pokoknya Naura gak mau ngapa-ngapain. Abang jahat 😤 laporan selesai.
Terserah mau dibilang kekanak-kanakan juga aku tak peduli.
From Abang Ravi
Mm
Heh? Mm doang? Jadi Bang Ravi nggak peduli kalau aku kelaparan? Kubanting hpku kesal. Bang Ravi jeleeeeeeek. Ugh.
Oke, kita liat seberapa nggak pedulinya dia.
To Abang Ravi
Naura lupa laporan, cowok yg narik tangan Naura kemarin ngikutin sampe rumah.
Send.
Aku tersenyum jahat. Kalau Bang Ravi masih juga lempeng, sekalian saja aku di pulangin pada papa dan mama.
Beberapa menit, tak ada balasan. Duh kok deg-degan ya. Apa memang Bang Ravi nggak peduli sama aku, ya?!
Drt... drt...
From Abang Ravi
-50 poin.
Lah? Waaaaaah gak bisa ini. Belum juga cetak poin udah mines aja.
To Abang Ravi
Jahaaaaaaaat. Naura benci Abang.
Gitu bangat jadi suami. Bulan ini kan rencananya mau beli Tata yang lagi lenjeh-lenjeh ituuu. Gagal deh. Hiks.
***
"Mama bawain kakak martabak manis." Aku menoleh sekilas pada Mama yang baru saja sampai dari acaranya dengan Papa. Tega emang jalan berdua doang, terus aku dibiarin nyuci sendiri. Jari-jariku keriput. huhu.
"Makasih. Tapi Kakak tetap kesal." Martabak manis di depan jalan memang paling enak. Mama memang niat bangat kalau mau nyogok.
" Geser dikit, Kak." Mama menggeser badanku dan duduk di sampingku. Volume tv dikecilkannya. Sinetron dengan episode tanpa batas ini memang hanya memenuhi layar tv saja, gak tau kapan habisnya. Penulis skripnya terlalu rajin nih, pasti biasa nyatet waktu sekolah dulu.
"Udah cuci tangan, kan?"
Aku menatap mama malas. Mama menyengir menepuk pipiku pelan "Makin gembul aja pipinya si Kakak."
"Udah deh, Mam, kalau mau bilang kakak gendut terus terang saja. Gak apa-apa."
"Ish, bukan Mama ya yang bilang."
Aku manyun, bener-bener si Mama.
"Ini tiketnya belum dikasi, Mam." Aku dan mama serentak menoleh, Papa berdiri memegang sebuah amplop di tangannya.
"Tiket apa, Pap?" Aku menatap curiga mama dan papa "Jangan bilang Mama dan Papa mau pergi bulan madu terus kakak di suruh jaga rumah, ia?"
Papa dan Mama diam mengulum senyum. Ck. Martabaknya jadi gak manis lagi.
"Iya, Mam, Pap? Waaaah kejahatan besar ini namanya." Ujarku tak terima.
"Nuduh. Belum juga tau kebenarannya. Duduk, Pap." Mama menepuk sofa di sampingnya, menggusurku. Apalah aku hanya nyamuk diantara Mama dan Papa.
"Ini untuk Kakak. Titipan Bang Ravi." Papa yang memang tidak pandai berbasa basi menyerahkan amplop putih padaku.
"Apaan ni?" Tak ada petunjuk di kulit amplopnya, hanya tulisan, To Naura.
"Buka dong." Kata Mama dengan senyum lebarnya. curiga nih dikerjain. Kan lagi musimnya ngeprank, dan mama cukup update di youtube untuk merancang ini semua. aku menatap mama curiga.
"Mau ngerjain kan?"
Mama mencebik, "Pap, Mama di tuduh." Lapornya pada lelaki yang daritadi diam saja, mungkin pusing melihat dua kelakuan perempuan di rumahnya ini.
Papa merangkul Mama hangat. Papa memang tipe-tipe talk less do more, kebalik sama mama yang talk more, do nya juga more sih.
Memutus rasa penasaranku, kubuka amplop putih di tanganku. Kata Papa tiket. Tiket apa? Time zone? Kalau beneran tiket time zone untuk menyogok liburanku di desa yang batal, habis tu Bang Ravi, kususul dia ke Sumatra.
Hm? Serius nih? Mataku membulat melihat isi amlop di tanganku.
Aku memandang Mama dan Papa bergantian "Ini beneran Pap, Mam?" Tanyaku tak percaya.
Papa dan mama mengangguk "Besok kakak berangkat ke Aceh. Ditungguin Bang Ravi."
"Kyaaaaaa!!!! Makasi mam, pap. Kakak seneeeeeng." Aku menghambur dalam pelukan Mama dan Papa . Ya Allah, beneran aku bakal ke Aceh? Ketemu Bang Ravi? Liburaaaaan? Senyum lebar tak terlepas dari bibirku, mengalir kepada mama dan papa. senangnyaaaaaa.
"Jangan lupa bilang makasi sama Bang Ravi." Ucap Mama mengingatkan seperti biasa. Aku mengangguk semangat. Jelas dong Mam, Bang Ravi yang terbaiiiik.
"Pasti, Mam. Ya udah, Kakak ke kamar dulu, mau telfon Bang Ravi. Mau bilang makasi. muach muach." Kukecup pipi Mama dan Papa bergantian. "Tengkyuuuuuu." Aku melepaskan pelukanku pada Mama dan Papa lalu berlari menuju kamar. Hp menjadi tujuanku satu-satunya.
Drt... drt...
Telfon Bang Ravi tersambung. Lama bangat sih diangkatnya.
"Halo." Yes nyambung.
"Assalamualaikum Abaaang." Aku tak bisa menyembunyikan kebahagian dalam kalimatku.
"Waalaikumsalam. Kenapa?" Suara Bang Ravi di sebrang sana terdengar malas. Tapi tidak apa-apa, aku maafin. Lagi bahagia nih.hehe.
"Makasi tiketnya." Kataku malu-malu. Ya ampuuun Naura apa-apaan sih.
"Hm. Kabari kalau mau take off." Katanya lagi. Aku mengangguk, lalu memukul kening saat sadar Bang Ravi tidak akan melihatku.
"Iya." Kok jadi deg-degan sih dengar suara bang Ravi doang.
"Cepat tidur. Nonton streamingnya dikurangi."
Eh? Kok Bang Ravi tau aku suka streaming? Duh gawat kalo sampe streaming MV BTS juga dilarang.
"Iya, Bang." Kugigit bibirku tanpa sadar.
"Salam sama Mama Papa. Assalamualaikum."
"Iya, Waalaikumsalam."
Tuuuut...
Selalu saja begitu. Tapi gak apa-apa. Besok libuuuuur... yuhuuuuu. Kuambil hp dan langsung mencari lagunya Tasya Kamila.
libur tlah tiba
libut tlah tiba
hore!
hore!
hatiku gembira.
---
Cieeee yang mau liburaaan, senyumnya lebar bangat.
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 74 Episodes
Comments
Qaisaa Nazarudin
Bukannya kasian jatohnya aku malah ngakak..🤣🤣🤣😜😜
2024-09-20
0
Qaisaa Nazarudin
Nurut ma Misua..🤣🤣🤣🤣
2024-09-20
0
Yane Kemal
Dasar bocah
2021-07-28
3