Dasi? cek.
Topi? cek.
Lambang? cek.
Oke, siap ke sekolah. Sebelum berangkat, izin suami. Aku terkekeh di depan cermin, udah mulai gila.
To Abang Ravi
Assalamualaikum Bang Ravi. Naura siap ke sekolah."
send.
Setelah memastikan pesanku terkirim, aku keluar kamar dan menemui mama.
"Pak dodit sudah di depan. Ini sarapan kakak." Aku meraih tangan mama dan menciumnya, tak lupa kotak sarapanku pemberian Bang Ravi saat pertama kali datang ke rumah. Kalau orang lain pas ketemu calon istri bawa bunga, bang Ravi malah bawa kotak makan, katanya lebih berfaedah. Ya sudahlah, biarkan orang dewasa berpendapat.
"Jangan lupa minum susunya." Lanjut Mama.
"Siap, Mam. Kakak berangkat ya, Mam. Assalamualaikum."
"Waalaikumsalam. Hati-hati." Mama mengantarku sampai di depan pagar. Memastikan anak kesayangannya duduk aman di belakang Pak Dodit, Ojol langganan keluarga kami.
"Hati-hati, Pak dodit." ujar mama sembari melambaikan tangan,dibalas anggukan oleh driver andalan kami. Pak Dodit tidak perlu di ragukan lagi soal kenyamanan dan keselamatan karena bapak empat anak ini paling patuh peraturan dan memperhatikan keselamatan pengguna jalan.
Hampir 20 menit kami sampai di depan sekolah. Ramai seperti biasa.
"Terima kasih, Pak." Kusalami Pak dodit tak lupa mencium tangan beliau. Pak dodit tersenyum lembut.
"Belajar yang baik ya, Nak."
"Siap, Pak."
Aku berlari menuju gerbang sekolah. sebentar lagi bel pagi dan aku paling tidak menyukai namanya diburu waktu masuk kelas.
"Syifa."
"Woe. Tumben terlambat." Syifa merangkul lenganku.
"Gak tau. padahal tadi berangkatnya seperti biasa." Kataku acuh. balas menggenggam tangannya.
"Cepeeet nanti keburu bel." Syifa menarik tanganku untuk bergegas ke kelas.
"Tunggu.Tali sepatuku lepas." Syifa melepaskan tanganku dan membiarkanku memperbaiki tali sepatu. selalu seperti ini, coba bisa pakai sepatu tanpa tali, udah nggak usah ribet-ribet lagi.
"Ay--"
Brukk!!!
"Aw!!! Duh," Kupegang keningku dan melihat benda keras apa yang baru saja kutabrak.
"Liat-liat dong."
Lah? Mataku menyipit. Cowok di depanku ini menatapku kesal.
"Salahku?" Tunjukku pada diriku sendiri.
"Iya. Salah kamu." Ujarnya ngegas. Dih, cowok apaan sih ini? gak ada lembut-lembutnya sama cewek.
"Oke, fine. sorry." Kataku akhirnya. Aku, Naura Khanza Bayu paling sebal dengan yang namanya drama.
"Minggir!"
Aku menatap tak percaya cowok kasar, super kasar yang pergi begitu saja tanpa menghiraukan permintaan maafku yang tulus dari dalam hati. Iugh ke laut aja gabung sama ubur-ubur.
"Siapa sih?" Syifa menghampiriku, menepuk-nepuk rok abu-abuku yang kotor.
"Nggak tau. Udah yuk, ke kelas." Mengabaikan perwujudan manusia kasar itu, aku dan Syifa lanjut ke kelas berburu dengan bel panjang yang membuat lorong kelas selalu heboh pagi-pagi.
"Hari ini ada remed?" Tanyaku pada Syifa yang langsung membuka buku setibanya di kelas.
"Tidak. Aku mau mengecek siapa yang belum setor uang arisan kelas."
Aku mengangguk "Betewe liburan jadi ke rumah nenek?"
Syifa menutup bukunya "Iya, kamu jadi ikut kan?"
Aku menghela nafas pendek "Belum tau. kata mama tunggu papa pulang dulu baru izin sama beliau."
Syifa mendesah lesuh "Yah, padahal aku udah susun jadwal apa-apa yang akan kita lakukan di kampung nanti. liat nih!" Aku mengambil buku Syifa dan membaca jadwal yang sudah disusun Syifa. totally seru.
"Asik nih. semoga Papa ngizinin." Kataku penuh harap. Syifa mengangguk senang, mengamini.
Aku dan Syifa langsung duduk tenang saat Ibu wali kelas masuk kelas.
***
Aku membuka kotak makan berwarna kuning yang ada di depanku. Roti bakar isi sosis dan sekotak susu segar. Menu sarapan favoritku.
"Nih!"
Syifa mengambil sepotong roti yang kuberikan "Makasih. Kotak makannya lucu." Ujar Syifa mengomentari kotak kuning pemberian Bang Ravi. "Tukaran dong. warna favoritku nih." Syifa hendak mengambil kotakku namun segera kusembunyikan dalam dekapanku. Syifa cemberut.
"Jangan yang ini." Ucapku memelas. Aku paling nggak bisa kalau Syifa sudah mode puppy eyes begitu. "Ini hadiah." kataku jujur.
Syifa terperanjat lalu menatapku curiga. "Hadiah dari siapa? Kok nggak pernah cerita?"
Aku menggigit bibir bawah, kebiasan kalau gugup. Tapi Syifa bisa dipercaya kok. Jujur aja ah, gak enak kalau gak cerita sama Syifa.
"Dari Bang Ravi." Kataku pelan.
"Bang Ravi siapa? Kok baru dengar namanya?" Syifa menatapku penasaran.
Aku mengitip sekitar, bawah pohon ini aman.
"Abang aku."
Syifa menyipit "Bukannya kamu anak tunggal?"
Aku mengangguk "Emang. Aku anak tunggal."
"Trus?"
"Dia suamiku." cicitku pelan.
"Apaaaaahhh???"
Sontak aku menutup mulut Syifa. Sumpah ya toa bangat.
"Jangan kenceng kenceeeeng!" Ujarku gemas.
Syifa melepaskan tanganku "Jangan becanda ya, Ra. nggak lucu."
"Aku serius. Seminggu lalu aku nikah. makanya izin dua hari." jelasku. Syifa menatapku tak yakin.
"Beneran?"
Aku mengangguk lalu mengeluarkan kalung yang tersembunyi di balik kerah bajuku.
Syifa menganga "Ya Allah seriuuus, Ra? Kok bisa? Orang mana? Kamu nggak MBA kan?"
kupukul bahu Syifa keras "Sembarang aja ih."
Syifa mengabaikan wajah kusutku, ia memegang kalung di leherku dengan hati-hati. "Beneran cincin nikah loh." Gumamnya tak percaya.
Aku mengangguk lalu memasukan kembali kalungku, memastikan tak ada orang yang melihatnya.
"Kok gak ngundang? Jahat masaaa."
Aku mengambil tangan Syifa dan menggenggamnya "Sorry. Emang ini mau dirahasiain sama kedua keluarga karena aku masih sekolah. Takutnya mempengaruhi lingkungan sosialku. tau sendirikan orang-orang gampang nuduh."
Syifa mengangguk "Iya juga sih. tapi ngomong-ngomong abang kamu tu ganteng nggak?" Wajah Syifa berubah cerah.
Aku mendengus "Genit, dasaaaar."
Syifa terkekeh, "cerita romance sudah on nih di kepalaku. Cuek-cuek gemesh gitu nggak? Dingiiin truuus lama-lama bucin. Iya?"
Aku mengetok keningnya gemas "Halu mulu sih. Nggak tau aku tuh. Ketemu juga cuman sehari doang trus dianya pergi. mana kuingat mukanya." Ujarku curhat colongan. emang segitunya kisah pernikahanku.
"Ih aneh. gak asik ah." Penonton kecewa.
"Udahlah nanti kalau sampe rumah kutunjukin fotonya." Ucapku kemudian. Syifa mengangguk antusias.
"oke deh."
***
Sudah hampir setengah jam tapi Pak dodit belum sampe juga. Kulirik jamku dan semakin sering kulirik, rasanya makin lama juga aku menunggu. Mana Syifa sudah pulang duluan lagi. Sekolah kan horor kalo sepi. Aku melirik sekeliling dan hanya beberapa orang lagi yang ada di sekolah itupun sibuk dengan urusan masing-masing. Tanpa sengaja mataku bersibobrok dengan mata elang yang menatapku tajam. cowok super kasar tadi. Kupalingkan wajahku, tak ingin berurusan sama orang seperti dia.
"Ngapain liat-liat?"
Aku menoleh dan mendapati cowok kasar itu sudah berdiri tak jauh dariku.
Ck. Apaan sih ini orang. Aku mengabaikannya begitu saja.
"Heh, kalau ditanya itu dijawab."
"Apaan sih? Gak jelas." Sumpah sih ini cowok gak jelas, marah-marah seenaknya. Tak ingin berurusan dengan dia, aku memutuskan pergi namun tiba-tiba tanganku di cegat.
"Lepas!"
Cowok itu memegang lenganku erat.
"Lepas! Jangan kurang ajar ya jadi cowok." Aku melirik sekitar dan sepi, duh kok aku takut ya. Aku menggeliat, berusaha melepas tangan itu namun tenaga cowok itu jelas lebih kuat.
"Lepaaaas!"
Bukannya melepaskan tanganku, cowok itu malah menarikku lebih dekat. Aku berjengit saat hampir saja menubruknya.
"Urusan kita belum selesai." Katanya dengan suara berat.
Sekali lagi aku berusaha melepaskan tangan "Lepaaaaas!"
"Gak bi---"
"Naura!"
Aku menoleh ke sumber suara dan terpaku. Kurasakan cengkraman di tanganku mengendur dan dengan kekuatan penuh kulepaskan diri.
"Abaaaang." Aku berlari dan langsung memeluk laki-laki itu, menyembunyikan wajahku di dada hangatnya. Lega.
---
Kak Naura yang masih sekolah, bawa-bawa hp. Awas kena razia.
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 74 Episodes
Comments
Qaisaa Nazarudin
Waahh cocok banget Naura sama Ravi..
2024-09-19
0
Sweet_CaNdy♪
next
2023-01-22
1
inisial Z
bakalan se uwuuu om gi sm nad g ni....tp ttp om gi no 1
2021-12-22
1