"Bang ravi ngapain pake baju kayak gitu?" Ujarku menyamarkan ketidaknyamanku melihat bisep Bang ravi yang menyembul kayak roti sobek. Lagi, berada seruangan dengan cowok cakep yang lagi pamer aurat, eh aurat bukan sih, gak baik untuk kesehatan jiwa.
"Memangnya kenapa? Ini kan kostum pantai." Jawabnya kalem sembari mengutak atik hpnya. sibuk chattingan sama siapa sih.
"Oh jadi Naura boleh pake bikini dong, kan kostum pantai juga?" Ujarku sewot. Ini ceritanya bang ravi boleh pamer body dan aku nggak? Mana bisa begitu bambank.
Tanpa membalas ucapanku bang ravi langsung membuka bajunya, di depanku, gadis kecil yang lemah dan rentan oleh pesona-pesona manusia kece di dunia ini, sesaat aku lupa bagaimana tampang seokjin oppa saat bang ravi menatapku datar dengan badan tanpa di tutupi sehelai benang pun. Ya ampuuun keindahan yang haqiqi.
"Natapnya biasa aja." Kutepuk lengan bang ravi saat ia datang mendekatiku dan mencapit bibirku dengan jari-jarinya.
"Abaaang ih. Tangannya kotor."
"Makanya jangan ngeceeees. Abang jadi ngeri sekamar gini takutnya pas bangun abang udah gak suci lagi."
Hih? Apa katanya?
"Kebaliiik abaaang!!!"
Bang ravi terkekeh, ia mengeluarkan baju kaos lengan pendek dari dalam tasnya tak lupa juga bajuku yang sudah disiapkannya.
"Padahal Naura udah siapin bikini sebelum terbang ke aceh. Kenapa sih bang, kan dalam air, gak kelihatan juga." Gerutuku kesal, memikirkan bikini two piecesku yang kubeli bareng Syifa.
"Jadi perempuan itu harus menjunjung tinggi rasa malu. Kalau perempuan udah nggak ada rasa malunya maka kehancuran yang menunggu. Paham?"
Aku menggeleng, "Enggak sama sekali."
Bang ravi menghela nafas panjang, "Intinya, Abang gak suka Naura pake baju tidak sopan. Naura kan wanita baik-baik, nurut sama suami. Bisa?"
Aku mengangguk, "Bisa." Kalau soal nurut aja mah gampang. Walaupun teteeep aku pengeennya bisa pake bikini pink kesayanganku.
"Bagus. Sekarang ganti baju. Kita menyelam."
"Menyelam? Bisa emang?"
Bang ravi mengangguk, "Bisa. Makanya cepetan. keburu sore.
Aku mengangguk mengikuti langkah bang ravi keluar kamar.
Bang ravi mengambil peralatan yang telah kami sewa sebelumnya, dua pasang alat snorkling lengkap tak lupa kamera Go pro dikalungkan di lehernya.
"Kita nyebrang, Bang?"
"Iya. Tuh boat nya."
"Waw. Keren." Dari pantai aku bisa meluhat dengan jelas pulau rubiah yang akan kami tuju. Tak terlalu jauh dari daratan sabang. Orang-orang disebrang sana bisa kuliat dengan jelas. Jadi gak sabar pengen cepat-cepat kesana.
Hanya sepuluh menit dan kami berlabuh dengan selamat di pulau rubiah. Bang ravi membantuku turun dari boat dengan satu tangannya memegang alat snorklin. Banyak orang yang juga berada di pulau itu, semuanya memakai perlengkapan menyelam. Kuperhatikan pakaianku, beruntung aku gak pakai bikini, orang sini kayaknya emang udah punya standar berpakaian sendiri. Tak ada bikini, tak ada baju renang dan segala macam baju yang dilaknat oleh bang ravi. Bahkan bule-bule pun seakan sadar diri, tidak berpakaian seperti di pantai-pantai lainnya.
Bang ravi masih menggenggam tanganku, membawaku ke tempat yang tidak terlalu ramai.
"Pemanasan dulu supaya gak salah urat." Bang ravi berdiri di depanku dan memintaku untuk mengikuti gerakannya, sedikit peregangan dan entahlah, lari-lari di tempat.
"Kita nyelam disini, Bang?"
"Gak sampai nyelam, gak dalam kok. Liat-liat ikan aja." Kata bang ravi membantuku memakai sesuatu yang mirip kaki kodok, alat bantu nafas dan pelambung. Selama bang ravi membantuku memakai semuanya, fokusku malah jatuh pada bulu-bulu tipis disekitar dagu bang ravi. Lucu bangat.
"Kalau sudah di dalam, jangan banyak nyengir. Bahaya." Katanya yang membuatku mingkem. Mulutnya ya Allah, kejam bangat.
"Ayo!" Bang ravi masuk ke dalam air terlebih dahulu. Aku mengikut di belakangnya, mengambil satu foto selfi buat di pamerin sama Syifa. hihi.
"Abaaaang tungg--"
byuuuuur....
"Abaaaaang!!" Aku terpeleset. Kaki kodok yang kupakai membuatku terjerembab.
"Abaaaang jangan ketawa!!!" Bang ravi rese, istri jatoh malah di ketawain.
"Bangun." Bang ravi membantuku berdiri, mengaitkan kedua tanganku di lehernya.
"Airnya masuk dalam mulut. Asin." Laporku, mengeluarkan semua cairan yang ada dalam mulutku.
"Makanya hati-hati. Jangan kebanyakan selfi." Ish, tau aja sih kalau aku tadi sempat foto. Lagian sekali doang buat pamer sama syifa. Niat jelek emang berakhir tidak menyenangkan. Hiks.
"Abaaaang ih. Naura gak bisa jalan. Kaki kodoknya aneh."
"Jalan mundur. Yuk, abang pegangin." Bang ravi memegang tanganku, membantuku jalan mundur. Hehe bisa jalan ternyata. Dingin bangat airnya.
"Baaaang jangan dilepaaas!!!" Teriakku panik saat tangan bang ravi mau melepaskan tangannya tapi cowok kanebo kering itu nggak dengar. Hiks. Niat bangat mau lepasin aku.
byuuuur... Aku terkejut saat bang ravi masuk kedalam air. Astaga. Bang ravi nyelam. Dengan keberanian setipis kulit bawang, kumasukan kepalaku dalam air, dan--
Masya Allah. Ikannya banyak bangat. Kayak aquarium. Wuhuuuuu... Surga kecil yang jatuh ke bumi. Syifa bakalan iri bangat nih. Foto aaaaah.
***
Kami kembali ke penginapan tepat jam lima sore. sebenarnya masih pengen main-main sama ikan-ikan kecil tapi bang ravi maksa suruh balik. Katanya bibirku udah ungu, jari-jariku udah mengeriput, udah sore juga. Padahal mah matahari masih bersinar dengan cerahnya.
"Bang, tadi Naura liat nemo. Lucuuuu. Liat, nih. Ada fotonya." Kutunjukan foto hasil jepretanku sama bang ravi. Bang ravi keluar dari kamar mandi dengan handuk kecil di tangannya. Banyak sekali hasil foto tadi tapi aku paling suka pas yang ada nemonya. Nemo udah ketemu belum ya jalan pulang? hihi. Bang ravi tersenyum lalu ikut duduk di sampingku, dekat jendela. Penginapan yang bang ravi pilih sangat keren, sea view. Jendelanya ngadep langsung ke laut, matahari tenggelam terlihat jelas dari kamar kami, Jingga, cantik bangat.
"Udah keramas?"
Aku mengangguk tanpa mengalihkan perhatianku dari kamera. Gila sih hasil fotonya. Bang ravi udah kayak fotografer profesional. Aku menyengir, melihat hampir semua yang di foto adalah diriku. Bagus bangat. Cantik. Mama pasti pengen juga nih. hehe. pamer di ig ah.
"Makasih Abaaang." Bang ravi yang baik bangat mengeringkan rambutku dengan handuk kecil miliknya. Luwes bangat udah kayak pegawai salon. Bang ravi wangiiiii.
"Jangan nyander, Ra. Susah." Yah, mau nyander doang pelit amat. Aku menegakkan punggung, keenakan. Biasanya mama yang rajin bangat ngeringin rambutku, katanya jangan pakai pengering rambut nanti rambutku bisa rusak.
"Setelah ini kita kemana lagi, Bang?" Tanyaku, bang ravi diam saja, masih fokus menyisir rambut panjang sepinggangku yang sudah ia keringkan.
"Bang, jawab dong!" Kujauhkan tangan bang ravi dari kepalaku.
"Nanti aja dipikirin." Bang ravi memberikan sisir padaku, "Lanjutin sendiri." Yaaaah.
Kuletakkan kamera lalu melanjutkan kerjaan bang ravi menyisir rambutku. Bang ravi mengambil kamera lalu membaringkan badannya diatas ranjang, dua kakinya ia biarkan tergantung di atas lantai. Diliat dari sisi manapun bang ravi tetap keren, beneran aku kudu waspada, barang keren itu biasanya banyak peminatnya.
"Ngelamun jorok?!"
"Bang ravi, ih. Udah disisir juga." Kurapikan rambutku yang sudah ia acak-acak. "Nuduh-nuduh lagi." Gerutuku. Mencoba merebut kamera dari tangannya yang terus mengambil gambarku. Hobby bangat motoin kalau muka kacau balau. Pas cantik aja nggak mau di foto.
"Cantik." Katanya memperhatikab hasil jepretannya membuatku terdiam, lalu menutup muka, maluuuu ihh, abaaang.
"Abang maah." Dipuji gitu doaang ih. Tapi jarang-jaraaaang.
Bang ravi menarikku berbaring di sampingnya. Aku terkesiap, hanya bisa pasrah saat bang ravi mendekapku hangat.
"Naura harus pintar jaga diri. Mama dan papa sayang sama Naura makanya suka larang-larang ini itu, itu tanda mereka peduli sama Naura." Aku memperbaiki posisiku, berbaring lebih nyaman di lengan bang ravi. Menatap wajah samping bang ravi.
"Naura tau itu, bang."
"Bagus. Jadi kalau abang larang pake pakaian Naura yang banyak itu, Naura nurut."
"Itu juga tanda abang sayang Naura?" Tanyaku tiba-tiba merasa deg-degan menunggu jawaban bang ravi. Bang ravi diam beberapa saat lalu wajahnya menghadap padaku.
"Sudah kewajiban abang untuk sayang Naura karena Naura istri abang. Tapi lebih dari itu, abang peduli sama Naura. Mau Naura selalu dalam kebaikan, dan--"
"Abang udah banyak omong sore ini, biar Naura yang lanjut." Kataku menutup mulut bang ravi dengan telapak tanganku.
"Dan Naura senang karena abang yang memiliki kewajiban itu. Naura gak bisa bayangin kalau bukan Abang yang datang di rumah waktu menemui Papa, apa Naura akan sesenang ini." Kulingkarkan tanganku di perut bang ravi. "Terima kasih karena sudah peduli sama Naura. Naura senang." Ucapku tak bisa lagi mengucapkan apa yang kini ada dalam hatiku. Aku bersyukur bang ravi datang dalam kehidupanku. Meskipun belum ada kata cinta diantara kami tapi, bukankah banyak bentuk lain dari kata cinta itu sendiri?
---
Bang ravi pas nyelam cari nemo
Kak Naura lagi berantakan aja tetep cantik
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 74 Episodes
Comments