Yipiiiiii... Today is my day. Bang Ravi udah janji semalem mau nemenin aku seharian. Ya walaupun janjinya karena aku ngambek sih, gimana nggak ngambek coba, Bang ravi pulang sendiri naik motor dan aku dibiarin naik bus sendirian. Udah menjelang malam loh ini. Katanya datang sendiri jadi pulangnya juga sendiri, emangnya aku jelangkung apa. Dan semalam aku mogok makan dong, kan lagi marah ceritanya, berhubung Bang Ravi adalah orang yang tidak mau repot kalau sampe kenapa-napa, makanya mau deh tukaran jam ngajar sama temannya. Hihi lagian uang terus di urus, istri dibiarin. Kan gak setiap hari aku ada disini, senangin kek apa kek. Semalam pokoknya aku udah meluapkan semua kekesalanku, walaupun respon cuma ngangguk atau bergumam, intinya dia setuju aja.
"Bang, katanya mau nemenin. Kok masih nyantai aja sih." Ku guncang bahu Bang Ravi yang masih mejamin mata di atas ranjang padahal aku udah mandi, udah siap jalan.
Bang Ravi membuka matanya, menatapku dengan wajah kantuknya "Masih jam tujuh, Ra." Katanya lalu memejamkan mata lagi.
"Eh, enak aja mau tidur. Bangun, nggak? Abaaaaang!!!" Kupukul-pukul bahunya dengan kekuatan penuh, awas aja kalau rencanaku gagal. Gak boleh.
"Ab--"
"Jari-jari kamu sehat loh, Ra, jangan kenceng-kenceng mukulnya." Bang Ravi menahan tanganku dan menggenggamnya. Aku manyun, melepaskan jari-jariku dari genggamannya.
"Abaaaang!!!" rengekku. Bang Ravi yang sudah memejamkan mata mau tak mau terbangun.
"Okeeee." Ia mengacak rambutnya lalu beranjak dari ranjang ke kamar mandi. Hari ini aku sudah menyusun rencana jalan-jalanku yang pasti top markotoppp. Syifa bakalan iri dan langsung minta dikawinin sama mami papinya. huehuehueee...
"Ngapain senyum-senyum sendiri?" Aku menoleh dan makin senyum tidak jelas melihat Bang Ravi dengan baju dalam tanpa lengannya. Itu otot loh bukan lemak dewasa kayak aku. Kusentuh lenganku yang memang, sehat, kalau kata Bang Ravi.
"Pake." Mengabaikan pertanyaan Bang Ravi kuhampiri lelaki bermata sayu, bersenyum manis itu dan menyerahkan pakaian yang harus dia pakai. Udah kayak istri belum sih?
"Abang mau pake yang lain."
Aku menggeleng, menghalanginya yang ingin membuka lemari.
"Karena kita belum beli baju couple, sekarang pakenya yang sewarna saja. Dan karena hanya warna ini yang ada dilemari abang yang pas bangat sama warna baju Naura, jadi kita pake coklat ini aja walaupun sebenarnya Naura pengen pake pink atau kuning tapi gak papa." Jelasku diakhiri dengan senyum manis super manis.
Meskipun enggan menerimanya, tapi Bang Ravi tidak menolak kok tetap di pake. Manis kaaan, coklat-coklaaat gitu, cakeeep. Ngomong-ngomong seleraku sejak kapan membelot gini yak, biasanya yang sipit-sipit manis kayak jungkook atau sejenisnya yang masuk kategori cakep bagi seorang Naura tapi sepertinya seleraku udah menuju yang lokal-lokal gini, kayak Bang Ravi, gantengnya lokal bangat. Apa karena pemerintah lagi gencar-gencarnya ngiklanin jargon 'cintai produk lokal' jadi kemanan iklan gitu.
"Kamu mau keluar dengan pakaian itu?"
Aku menunduk, memperhatikan penampilanku, celana jeans, baju tanpa lengan plus outer senada jaket Bang Ravi. sempurna.
"Ia."
Bang ravi menatapku datar "Katanya mau ke mesjid. Pake kerudung!"
"Ah bener." Yah, jadi gak kece dong, "Tapi nanti beda warna. Gak couple lagi." Semangatku yang tadinya 100 persen merosot tajam ke titik terendah.
Bang ravi mendekati koperku lalu mengeluarkan sesuatu. Aku yang menang udah bad mood jadi malas mau ngapa-ngapain.
"Pake ini. Sama kan?" Bang Ravi memberikanku jilbab coklat yang dibelinya kemarin. Kok aku bisa lupa ya. Haduuh kesenangan sampe lupa barang sendiri.
"Makasi Abang." Kataku dengan senyum sejuta watt. Masih bisa couple an dong kami. Eh, itu Bang ravi gak apa-apa ganteng amat gitu, nanti kalau ada pelakor gimana? Duh, gawaaaat.
"Cepetaaan." Bang Ravi menyentil keningku.
"Abang ih. sabaaar." Kuambil kerudung di tangan Bang Ravi dan melilitkanya di kepalaku seperti yang dilakukan Bang Ravi kemarin.
"Sudah." Kataku bangga memperlihatkan hasil karyaku pada Bang ravi. Meskipun poniku gak ketutup semua, tapi udah cantiklah.
Bang Ravi berdecak lalu berjalan melewatiku membuka laci meja. Ish, gak ada pujian nih? Pelit amat sama istri. Kekunci kali ya bibirnya kalau mau muji istri. Keseel. Udah ah, terserah. Kuabaikan Bang ravi. Kututup koperku yang tadi dibuka Bang ravi.
"Ngadep sini." Bang ravi meraih bahuku untuk menghadapnya. Ya Allah, muka bang ravi kok bersih gini, gak ada tuh pori-pori kesumbat komedo. Itu bakal kumis dan jenggot lucu juga, jadi pengen ngelus. Euiii Astagfirullah Naura, sadaaaar. Gak boleh.
"Kamu kenapa sih mukul-mukul kepala sendiri?" Bang ravi menahan pergelangan tanganku yang sepertinya tanpa sadar tadi kupukul supaya nggak ngawur. Hehe aku menyengir.
"Abang mau ngapain?" Aku terkesiap saat Bang ravi menarikku lebih dekat, ia merangkum pipiku. Ya Ampuun Bang Ravi, ingat pesan Mama Papa Baaaang.
Tuk!
"Kamu ngapain merem?"
Eh? Emang iya aku merem? Enggak ya.
"Abang mau pasang peniti supaya gak di terbangkan angin." Oooh gitu, kirain mau ngapa-ngapain, kan belum boleh sama Mama dan Papa, rupanya pasang peniti doang. Kusalah paham dong, lagian kenapa gerakannya gitu bangat, kan pengen nuduh akunya.
"Kekencengan?"
Aku menoleh kiri kanan, memastikan penitinya nancep aman di jilbab bukan di leherku. "Aman."
Bang ravi mengambil tas kecilnya "Tunggu, Abang ambil helem dulu sama tetangga."
"Helem buat apa-an?"
"Buat kamu. Meskipun gak seramai ibu kota, polisi disini juga nilang kalo ada pengendara gak pake helem." Bang ravi membuka pintu namun langsung kucegat.
"No! Hari ini kita jalan-jalannya naik bus. Gak butuh helem."
"Enakkan naik motor. Gak ribet kalau mau pindah tempat."
Aku menggeleng, "Naura mau naik bus. lagian hemat energi, Baaang. Cintai bumi demi anak cucu." Ujarku ngasal. Bang Ravi seperti biasa dengan tatapan datarnya menatapku. Gak bisa, aku udah membayangkan date ala ala korea gitu. Baju couple an, naik bus sambil berdiri ngadep-ngadepan, lanjut beli es krim, foto-foto, trus pulangnya si cewek ketiduran di bahu si cowok. Duuuu manisnya.
"Ya udah gak usah kalau nggak mau naik motor." Bang ravi melepaskan helem dan tasnya.
"Abaaaang. Jangan jahaaaat! Udah janji semalam mau ngikutin maunya Naura." Rengekku mengguncang-guncang lengannya. "Abaaaang..." Aku beneran pulang kalau sampai rencana hari ini gagal. Aku udah mikirin ini dari semalam sampe nggak bisa tidur, kalau gagal kan sakit bangaaat.
Bang ravi menghembuskan nafas kasar "Ok." Yes, senyumku mengembang "Pake jaket." ujarnya, kembali memakai tasnya. Aku menurut dengan sangat patuh.
"Makasih Abaaang. Ayok!"
Yuhuuuuu....
***
Ini sih sama aja bohong namanya. Abang disana aku disini, udah kayak judul lagu. Niatnya mau ala ala nge date diatas bus yang ada malah kayak orang musuhan. Lagian Abang kenapa gak bilang sih kalau bus di Aceh itu cewek cowok duduknya pisah? Cewek bagian depan, cowoknya paling belakang. Tau gini mah mending naik motor, duduknya di belakang abang, bisa ala ala dilan milea. Aku juga kenapa gak nyadar sih kemarin itu kalau yang duduk dan berdiri di sekitarku cewek semua, ini nih keasyikan liat sekitar. Ya sudahlah, udah terlanjur gini. Pokoknya makan es krim dan foto-fotonya gak boleh gagal.
Setelah beberapa kali berhenti mengangkut penumpang di halte yang di lewatinya, akhirnya sampai juga di tempat tujuan, Mesjid Baiturrahman.
"Abang kenapa gak bilang kalau cowok cewek duduknya gak boleh nyampur?" Tuntutku saat kami sudah keluar dari halte. Duh mana panas lagi ini pake jilbab.
"Kamu nggak nanya." Ucapnya sembari tangannya merapikan anak-anak rambut yang mencuat dari balik jilbabku.
"Sabar." Bang ravi mengambil tanganku dan menggenggamnya. Ya Allah, ku deg-degan tapi seneeeng.
Bang Ravi membawaku masuk ke dalam mesjid. Masya Allah, indah. Itu yang bisa kukatakan saat telapak kakiku menyentuh lantai keramik mesjid yang dingin. Mesjid ini yang menjadi saksi bisu gelombang memporak-porandakan apa yang di laluinya, ajaibnya orang-orang yang melarikan diri ke dalam mesjid bisa selamat, kuasa Allah.
"Cantik bangat, Bang. Fotoin."
Bang ravi tersenyum lalu mengambil hpku dan mengarahkannya padaku.
Cekrek 1.
Cekrek 2.
Cekrek 3.
"Udah. Jangan kebanyakan." Bang ravi menyerahkan kembali hpku.Gemesh, bilang aja gak mau motoin.
"Abang sini! Foto berdua." Bang ravi menggeleng, meninggalkanku sendiri. Jahat.
"Abaaaang!!!"
Bang ravi berbalik dan mendelik. Aku teringat sekitar. Ya Ampun, malu-malu in. Suaraku pasti toa bangat.
Aku menunduk dalam lalu berlari menghampiri Bang ravi.
"Maluuu.... " cicitku. Sumpah, pen nangis rasanya. Bang ravi malah terkekeh bukannya prihatin atau apa kek.
"Gak apa-apa. Orang sini maklum kok." Katanya sok menenangkan. Maklum apaan, maklum kalau ada orang setres yang tereak di masjid? Huh.
"Bentar lagi dzuhur. Kita solat dulu baru lanjut lagi." Ucapnya.
Cekrek 4.
Bang ravi menyerahkan kembali hpku setelah barusan dengan cepat mengambil gaya selfi kami berdua. Aku tersenyum melihat hasilnya, tangan Bang ravi merangkulku erat, jangan lupakan senyumnya yang lebih manis dari gula jawa.
"Lagi." Pintaku namun ia menggeleng. Tapi tak menolak saat aku meminta di foto lagi. Lupakan kejadian toa tadi, bentar juga orang-orang lupa. Kami udah mau balik jadi gak bakalan di kenal kok setelah hari ini.
Bang ravi pasrah saja saat kembali kujadikan fotografer dadakanku. Pokoknya gak boleh melewatkan satu sudutpun. Mesjid ini terlalu indah untuk diabaikan.
---
Bang ravi yang sabar bangat nungguin kakak Naura foto-foto
OOTD kak Naura yang gagal pake.
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 74 Episodes
Comments
Qaisaa Nazarudin
Ngapa gak pake anak jilbab dlm nya..
2024-09-20
0
Qaisaa Nazarudin
Gumus banget aku dgn duo sejoli ini..😄😄😄😄
2024-09-20
0
Qaisaa Nazarudin
Napa gak boleh? Dari hujung kaki Ravi sampe hujung kepala nya Ravi,punya kamu lho..Halal toyiban gitu..🤣🤣😜
2024-09-20
0